Pemimpin Manggarai dan Revolusi Karya

Oleh: Fian Roger

Virus revolusi mental sempat redup dalam jargon politik nasional. Rupanya politik perubahan karakter yang dikumandangkan gerakkan masif itu hanya mewarnai diskusi televisi, menghias editorial koran, dan pengisi ulasan dalam diskusi warung kopi. Revolusi mental yang adalah Brand Jokowian gagal mendarat. Besar di atas, lemah di bawah. Menjadi wacana elite, gagal merakyat.

Kasus terkuaknya suap politik yang diklaim partai politik yang menggemakan restorasi politik Indonesia cukup menampar publik. Belum lagi hebohnya perilaku elite parlemen yang bermanuver dalam intrik kerakusan tambang di ranah Papua. Kita menonton revolusi mental jadi pepesan kosong. Sempat jadi trending topic nasional bahkan mondial, rupanya revolusi mental gagal mendaging.

Untuk mengembalikan marwah pemerintahan di tengah lemahnya ekonomi nasional, bencana asap, sengkarut birokrasi, menjamurnya premanisme di parlemen, gerakkan revolusi mental kembali beraksi. Iklan televisi ihwal kembali ke marwah diserukan. Inti dari revolusi mental adalah dalam slogan jokowian, mai ge kerja. Ayo kerja. Artinya; perubahan tidak jatuh dari langit. Perubahan terjadi kalau segenap elemen berkarya, ber-opus. Dalam filsafat Hannah Arendt, bekerja merupakan karakter spesial dari manusia sebagai mahluk politik, ens politicum.

Baca juga  Jalan Terjal Politik Orang Muda

Berkaca dari virus jokowian, yang bukan hanya milik partai banteng bermulut putih, revolusi mental itu ajakan untuk semua orang. Dan akan menjadi diskusi menarik dalam pilkada Manggarai kalau dikatakan, Pilkada Manggarai meminta semua orang bekerja untuk kemajuan daerah.

Janji politik gratis seperti yang diumbar calon tertentu akan membuat sebagian orang malas berkarya. Padahal berkarya dulu, baru ada hasil. Janji politik memberi uang dan subsidi tanpa pertimbangan realistis akan menjatuhkan pemerintah dalam syndrom sinter klas. Pemerintah itu bukan raja dermawan pemberi bantuan. Pemerintah adalah penggerak masyarakat untuk bekerja dengan segenap sumber dayanya untuk kesejahteraan umum.

Berkaca dari karakter pribadi dari empat figur, dua calon bupati dan dua calon wakil bupati Manggarai, gerakan ayo berkarya, menjadi sebuah gagasan bermakna jelang hari pencoblosan. Ada beberapa hal yang penting dibaca bersama.

Baca juga  Bongkar Mitos 'Nomor' Politik Di NTT

Manggarai hari ini bukan butuh janji bombastis, tapi karya. Menurut pendiri Opus Dei, Josemaria, karya itu martabat, dan tiap karya yang berguna untuk kemaslahatan itu mengangkat martabat manusia ke tingkat keilahian. Nah, ada beberapa kriteria penting dari pemimpin.

Pertama, pemimpin yang baik itu mampu menggerakan masyarakat untuk bekerja. Artinya, keterampilan dasar seorang pemimpin adalah kemampuan untuk memprakarsai dan menggerakan semua orang baik tua maupun muda agar berkarya. Dia tidak mengumbar janji palsu, tapi  menunjukkan karya dan menjelaskan rencana karyanya.

Kedua, merundingkan pemecahan. Pemimpin Manggarai tidak bisa kerja individu, melainkan ia adalah pemain tim yang baik. Dia tidak menganggap remeh sesama dan partnernya, melainkan memberi kesempatan yang sama untuk berkarya dan berpikir serta merencanakan. Tipe pemimpin seperti ini hebat dalam mencapai kesepakatan, cakap berdiplomasi, arbitrase, dan hukum.

Baca juga  Pilgub NTT Jangan Dirasuki Politik Identitas

Ketiga, memiliki empati. Pemimpin yang baik tidak hanya menjadi jagoan mbecik. Mbecik yang berarti kritik pepesan kosong. Suka mengeritik tetapi belum menunjukan karya sosial tertentu dalam masyarakat. Dia tahu cara menjalin hubungan yang benar dalam kepemimpin baik dengan rekan setara maupun bawahannya. Dia sahabat dan rekan setia. Di dunia bisnis mereka bisa jadi manajer yang baik dan menjadi guru/dosen yang hebat.

Keempat, pemimpin yang baik memiliki keterampilan analisis sosial yang tepat. Ia mampu mendeteksi dan mempunyai pemahaman tentang perasaan, motif, dan keperihatinan masyarakat. Ia dapat menjadi konselor pembangunan yang kompeten karena mampu melakukan karya-karya yang sesuai prioritas kebutuhan.

Pertimbangan dan pilihan adalah hak istimewa anda dan saya. Mari menentukan pilihan yang benar. Selamatkan Manggarai dari salah pilih. (*)

Fian Roger; penulis, peneliti psikologi sosial, dan aktivis Kongres Pemuda

Beri rating artikel ini!
Tag: