Negarawan Itu Bernama Xanana Gusmao

Ketika Xanana Gusmao menangis dan mencium kening BJ.Habibie (photo : istimewa).

Oleh : Kanisius Teobaldus Deki ( Dosen STIE Karya Ruteng)

Floressmart- Sebuah regu bersenjata menyerbu rumah tempat Xanana tinggal 20 November 1992, pukul. 06.00 waktu setempat. Dia ditangkap tentara tanpa perlawanan.

Ketika ada yang menodongkan senjata ke wajahnya dia berkata, “Jangan melukai pemilik tanah ini”. Lalu Xanana dibawa ke Jakarta untuk ditahan.

Saat sudah di Jakarta, Jenderal Try Sutrisno datang melihat sekaligus berdialog dengan Xanana. Pak Try memperlakukan Xanana dengan sopan, layaknya seorang Jenderal ketemu Jenderal.

Percakapanpun dibuka. Pak Try meminta supaya Xanana menghentikan perlawanan karena banyak rakyat menghendaki integrasi dengan Indonesia. Namun Xanana menjawab Pak Try dalam bahasa Inggris. Seolah ingin membuktikan bahwa dirinya bukan orang Indonesia.

Dia menyampaikan bahwa kemerdekaan Timor Timur adalah cita-cita perjuangan mereka. Hal mana dibenarkan dalam Hukum Internasional.

Baca juga  Ritus Adat Orang Manggarai

Tujuh tahun Xanana dipenjara di Jakarta demi cita-cita itu. Belum lagi tahun-tahun yang dikumpulkan untuk berjuang di hutan-hutan bergerilya, sejak tahun 1974.

Penderitaan dan kehilangan sudah pasti bayaran yang sangat mahal untuk sebuah kemerdekaan. Semuanya tak sia-sia hingga Presiden Habibie mengusulkan kepada Sekjen PBB, Kofi Annan, untuk memberi kesempatan bagi rakyat Timor-Timur melakukan penentuan sikap melalui Referendum 30 Agustus 1999.

Referendum ini itu dipandu oleh dua pilihan menerima atau menolak otonomi khusus bagi rakyat Timor Timur. Hasilnya sulit ditampik.

Rakyat yang memilih merdeka lebih banyak dengan total suara 344.580 (78,50%) daripada integrasi dengan total suara 94.388 (21,50%). Kenyataan yang susah diterima pihak Indonesia.

Kay Rala Xanana Gusmao akhirnya pulang ke negerinya dan dipercaya rakyatnya menjadi Presiden pertama tahun 2002-2007 dan kemudian Perdana Menteri tahun 2007-2012.

Baca juga  'Merdeka Tanpa Geothermal' Menggema di Tengah Upacara HUT Kemerdekaan Warga Pocoleok

Xanana, seperti Soekarno, menguasai banyak bahasa, berpidato lancar dan memukau di depan publik dunia internasional. Hatinya yang memikirkan masa depan bangsa adalah isi seluruh kata-katanya yang terangkai indah. Jiwa dan raganya untuk negaranya. Itulah yang mengubah seorang pemuda pemain bola sepak dan wartawan menjadi negarawan sejati.

Xanana Gusmao tidak membenci atau mendendam. Dia mengerahkan energinya untuk membangun kembali negerinya. Ia mengunjungi setiap Presiden Indonesia dan membangun kerja sama. Berkawan baik dengan SBY. Ia bahkan mengundang Ibu Megawati ke negaranya. Bukan untuk mempermalukan pemimpin bangsa ini tetapi untuk bergandengan tangan membangun kembali puing-puing kehidupan yang sudah porak-poranda.

Melupakan masa lalu yang getir adalah sebuah pilihan untuk membangun kehidupan baru yang berjalan ke depan. Membesarkan hati penduduk negaranya untuk tetap optimis walau badai kehidupan terus menyerang.

Ketika ada tentara yang ingin membunuhnya, dalam konflik internal militer tahun 2006, ia lolos dari serangan. Ia kemudian mendamaikan pihak yang bertikai. Tatkala usianya makin tua, ia lalu turun dari kursi perdana menteri dengan sikap seorang ksatria.

Baca juga  Ketakjuban yang Mendatangkan Cinta! (Sebuah Sketsa ke Arah Ekowisata Pariwisata Manggarai Timur)

Tatkala Pak Habibie sedang sakit Xanana datang berkunjung. Memeluk dan duduk setia di samping tempat tidurnya. Demikian halnya saat Ibu Ani Yudhoyono sakit, Xanana membesuk di National University Hospital, Singapore. Ia meneguhkan ibu Ani dan menguatkan hati Sang Jenderal, juga anak-anaknya seperti kepada puteranya sendiri.

Xanana mengatasi permusuhan dan dengki dengan kasih. Kebencian tak akan menyelesaikan persoalan, katanya dalam sebuah konferensi. Kebencian hanya akan melahirkan penderitaan. Sedangkan kasih mengubah segalanya menjadi baik (1Kor 13:4-8).

Jikapun akhirnya Presiden Habibie memberi dua opsi, yang sudah diduga pilihan mereka adalah merdeka, itu karena Habibie sadar bahwa bangsa inipun tidak boleh menjadi penjajah atas bangsa lain.

Dirgahayu RI ke-75.

Beri rating artikel ini!
Tag: