Judi Online, Rp88 Miliar ‘Terbang’ dari Manggarai Setahun

Mantovanny Tapung dalam sebuah acara seminar (Foto : ist).

Oleh : Dr. Mantovanny Tapung

Floressmart- Kegiatan judi online baik dalam skala internasional, nasional, regional dan lokal menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat bangsa Indonesia umumnya dan Manggarai khususnya.

Judi online slot, togel, poker dll menjadi fenomena yang sulit dikendalikan lagi. Judi online selain menjadi masalah pribadi tetapi juga bisa menjadi masalah sosial.

Disebut masalah pribadi karena yang giat berjudi online adalah oknum per oknum. Sedangkan disebut sebagai masalah sosial, ketika perbuatan per oknum tersebut berdampak dan berimbas pada terganggunya hubungan atau relasi dengan orang lain.

Contoh, ketika seorang bapa atau Ibu berjudi online, menghabiskan waktu dengan berkonsentrasi di HP, maka perhatiannya terhadap isteri, suami dan anak semakin berkurang. Terjadi apa yang disebut parenting loss atau parenting gap (ketiadaan perhatian orang tua terhadap anak).

Picu KDRT

Mengutip BBC, Doktor Ilmu Sosial dan Pendidikan Universitas Katolik (Unika) St. Paulus Ruteng ini berkata, rata-rata peluang kemenangan slot judi online hanya 30% dan 70% peluang kalahnya (BBC.Com, 11/05/2022).

Bila seorang mengalami kekalahan, pasti kondisi kejiwaannya terganggu. Secara psikologis, lazimnya orang yang kalah, cepat sekali tersinggung dan marah, dan bahkan bisa menyebabkan terjadi tindakan kejaharan dalam keluarga, seperti munculnya Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

Setidaknya terdapat 10-15% KDRT dan kejahatan lokal lainnya, yang terjadi pada masyarakat terkontribusi dari dampak perjudian dalam segala bentuk (offline, online, dll).

Judi dalam segala bentuk merupakan kejahatan terhadap ketertiban umum (public order crime) yang meskipun tanpa korban yang nyata (victimless crimes).

Tetapi dampaknya pada munculnya kejahatan kekerasan terhadap orang (violent personal crime) seperti pembunuhan, penganiayaan, dan pemerkosaan, juga berdampak pada munculnya  kejahatan harta benda karena kesempatan (occational property crime), seperti pencurian kendaraan bermotor, pencurian di toko-toko besar, pencurian di mesin ATM, dll (Pratama, Kompas, Com, 2020).

Selain menyalahi norma budaya dan agama, kegiatan judi dalam segala bentuknya merupakan penampakan (manifestasi) dari perilaku menyimpang, yang sudah tentu melanggar norma hukum dan aturan berlaku, seperti pasal 303 bis Ayat (1) KUHP, pasal 27 Ayat (2) UU ITE No.11 Tahun 2008 dan UU Pasal 45 ayat (2) No.19/2016.

Namun perilaku menyimpang akan menjadi patologi sosial ketika semakin banyak orang yang bergiat di dalamnya, yang berdampak destruktif juga pada banyak orang.

Secara sosio-patologis, semakin banyak masyarakat yang terlibat dan terdampak oleh  perbuatan-perbuatan menyimpang, maka akan menjadi semacam penyakit sosial yang menimbulkan penyakit sosial lainnya. Hal ini akan menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan kejahatan (the vicious circle of poverty and crime).

Sadar atau tidak, penyakit sosial ini akan membahayakan sendi-sendi kehidupan bernegara bangsa. Lingkaran kemiskinan dan kejahatan ini, diciptakan secara sengaja karena kondisi tidak memiliki pengetahuan yang cukup dan etos/spirit hidup yang mengalami kelunturan.

Dalam hal ini, gaya hidup instan, pragmatis dan easy going menjadi beberapa variabel yang bisa juga turut berpengaruh.

Sejauh ini untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, perjudian bukanlah pilihan tepat untuk meningkatkan perekonomian, seperti melancarkan peredaran uang, dll. Sebab, alih-alih untuk meningkatkan perekonomian, justru yang terjadi, sejumlah besar dana terbang keluar Indonesia tanpa terkontrol (uncontrolled capital flight) oleh pemerintah.

Cukup banyak uang masyarakat kita yang menguap ke berbagai pusat taruhan seperti Hongkong, Makau, Las Vegas, Melbourne, dll. Lebih dari itu justru perjudian online telah menciptakan masyarakat yang terdegradasi dari sudut moral, budaya dan  etos kerja yang bermartabat.

Rp98 miliar pertahun

Bayangkan! Bila ada 10% saja penduduk Manggarai yang berjumlah 349.000 jiwa berjudi online dengan rata-rata pengeluaran 7000 rupiah, maka dana yang terbang Rp245 juta perhari. Kalau 30 hari, maka dana yang terbang ke luar daerah tanpa terkontrol, yakni sebesar, 7,35 milyar. Untuk satu tahun terdapat 88,2 milyar uang dari Manggarai yang terbang ke luar negeri. Jumlah ini hampir mendekat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Manggarai yang berkisar di Rp98 miliar pertahun.

Penyakit Narkolema

Semakin banyak waktu seseorang dihabiskan untuk menatap layar smartphone, juga menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan dirinya.

Selain berdampak timbulnya perilaku antisosial dan minim relasi, juga menyebankan tingkat ketergantungan (adiktif) pada gawai. Hal ini bisa memunculkan penyakit yang disebut narkolema (narkotika lewat mata).

Menurut catatan WHO (Tempo, 2018), penyakit ini menjadi penyakit baru urutan ketiga setelah Diabetes dan Jantung. Sangat sulit disembuhkan karena langsung menyerang sistem syaraf pusat otak manusia. Masyarakat yang tidak cerdas dalam menggunakan gawai  pintar seperti ini sangat beresiko dan rentan dengan prevalensi narkolema ini.

Pertanyaannya, mengapa judi online ini semakin merebak dan sulit dikontrol oleh otoritas hukum (kepolisian) dan otoritas moral (agama).

Mengutip pikiran dari  Zurohman, dkk (2016) dalam artikel yang berjudul “Dampak Fenomena Judi Online terhadap Melemahnya Nilai-nilai Sosial pada Remaja (Studi di Campusnet Data Media Cabang Sadewa Kota Semarang)” yang dimuat pada  Journal of Educational Social Studies, selain karena lemahnya control sosial dari otoritas hukum dan moral, menurut Bourdieu dalam teori generative, menyebut judi online merupakan praktik sosial  hasil dari rumus: (Habitus x Modal) + Arena = Praktik.

Kebiasaan atau budaya judi semakin merebak bila dipicu dengan sedikit modal dan ditambah dengan adanya ruang yang bebas tanpa control, maka munculnya kegiatan deviatif dan patologis ini.

(Penulis merupakan peraih penghargaan LEPRID (Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia) 2022 dalam bidang literasi )*

Tag: