Oleh : Alfred Tuname
Pilkada Manggarai tahun 2015 sudah usai. Gumuruh riuh kemenangan pasangnan Deno Kamelus dan Viktor Madur tidak lantas melongsorkan benteng pengaruh Chistian Rotok. Sang mantan Bupati Manggarai ini masih menyimpan ingatan di pikiran masyarakat. Popularitasnya belum sirna. Kekuasaanya masih bercakar. Pengaruhnya masih bergaung.
Kemenangan Paket Deno-Madur dalam catur politik tahun 2015 tidak lepas dari pengaruh Christian Rotok. Ia telah “mengorbit” Deno Kamelus. Ia pula yang mendukung mantan wakilnya itu untuk maju memegang landuk di tanah Manggarai. Kita ingat sang guru Ki Hadjar Dewantara dalam ajarannya: ing ngarsa sung tuladha. Pemimpin mengajarkan keteladanan.
Atas keteladanan itu, Christian Rotok sudah berbuat banyak bagi Manggarai. Sepuluh tahun menjabat sebagai Bupati Manggarai, ia menaruh tenaga, pikiran dan hati untuk rakyat Manggarai. Sebagai pemimpin yang visioner, ia menginisiasi terbentuknya Kabupaten Manggarai Timur sebagai kabupaten baru. Sebagai pemimpin yang egaliter, ia bergaul dan melakukan turne (blusukan) untuk menjumpai rakyatnya.
Kedekatan seorang pemimpin dan rakyatnya adalah kebajikan untuk merumuskan kebijakan bersama. Dalam kedekatan itu, kesengsaraan lebih mudah dirasa. Pembangunan tidak hanya tinggal omongan. Dengan kedekatan itu, progresivitas kinerja dan prioritas kerja bisa dilaksanakan dengan maksimal.
Christian Rotok sudah melakukan itu. Perlakuan kepada rakyat dengan sikap yang demokratis sudah ia rintis. Ia tidak memerintah dengan tangan besi. Kecuali kepada aparatur birokrasi untuk tidak melempem dan setia kepada negara dan rakyat. Birokrasi tidak boleh teralienasi dari rakyat. Tentu, demi pelayanan publik yang prima, para birokrat tidak boleh korusi.
Pelayanan publik dirayakan sebagai cara cepat membangun masyarakat. Pembangunan dilakukan dengan pemberdayaan rakyat. Itulah pembangunan yang berprinsip keadilan. Bahwa rakyat tidak butuh disuap. Rakyat hanya mau dibuatkan semua sarana dan prasarana publik yang menunjang aktivitas sosial, politik dan ekonominya.
Sudah banyak yang dibuat Christian Rotok dalam dua periode kempemimpinannya di Manggarai. Jalan, jembantan, irigasi, sekolah, rumah, sarana kesehatan dan berbagai infrastruktur dibangun demi menunjang gerak roda pembangunan di tengah masyarakat. Pemekaran desa, kelurahan dan kecamatan dilakukan demi pelayanan publik yang merakyat. Visinya adalah rakyat sejahtera dan gerak sosial, politik dan ekonomi masyarakat Manggarai lebih dinamis.
Masyarakat Manggarai tidak perlu membolak-balik angka-angka indeks pembangunan dan jumlah tenaga kerja di kantor Biro Pusat Statistik daerah. Secara kasat mata, semua itu bisa dilihat. Dengan hati jernih, semua itu bisa dirasakan. Tentu, semua itu pula harus ditingkatkan dan disebarkan bersama pembangunan yang terus berlanjut. Setidaknya, disparitas bisa talang dan keadilan terus didiseminasi.
“Proyek” keadilan memang tak selamanya benar-benar adil. Masih ada persoalan akses atas keadilan itu. Karenanya, Christian Rotok pernah dikritik. Ia dikritik atas kebijakan-kebijakannya yang dianggap tidak ideal. Kebijakannya seputar pertambagan dan perusahan tambang dikritik habis-habisan. Paradoks antara pertambangan dan kesejahteraan diangkat untuk membedah sisi buruk kebijakan pro-tambang. Tak ada korelasi signifikan antara sektor tambang dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kritikan dan unjuk rasa masyarakat sipil atas kebijakan itu sejatinya adalah koreksi atas lajur-lajur tindak dan pikir seorang pemimpin yang dicintai. Dalam demokrasi, kekuasaan memang perlu dikoresi bila rodanya berada di luar lajur pro-rakyat.
Christian Rotok mengerti perihal itu. Semua itu menghantarkan dirinya menjadi dekat dengan rakyat, jaring-jaring kekuatan sipil dan media massa. Ia pun menjadi peka pada setiap derita dan persoalan rakyat. ia menjadi dekat dengan nurani rakyat. Ia akan selalu diingat dan diteladani masyarakat Manggarai.
Ingatan dan keteladanan adalah penting bagi sejarah politik Manggarai. Selalu ada nilai dan makna dari kepemimpinan politik. Di situ, pernah ada pemimpin dan kekuasaanya telah mengantarkan rakyat Manggarai mencapai cita-cita bersama.
Belajar dari kepemimpinan Christian Rotok bukanlah sebuah kesia-siaan. Rakyat Manggarai pernah memiliki putra tersebaik untuk memimpin dan tidak salah memilihnya dalam pesta demokrasi lima tahunan. Demokrasi politik juga mengajarkan rakyat untuk memilih yang tepat dan sikap yang bijak.
Richard Wright dalam American Hunger pernah menulis dengan tepat. “Tetapi hanya dalam wilayah politik-lah saya dapat menyaksikan dalamnya hati manusia”. Sebagai pemimpin politik, Christian Rotok tentu juga menyaksikan itu, tentang dalamnya hari manusia Manggarai. Ia sudah mengais banyak dari setiap pengalaman politiknya. Sekarang, tinggal-lah rakyat Manggarai untuk bercermin dari kepemiminan dan keteladanannya biar tidak longsor sebagai bangsa kasihan.
Mari kita ingat kembali sajak yang ditulis Khalil Gibran tentang Bangsa Kasihan. “kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompat kehormatan, namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi”. Tentu rakyat Manggarai bukanlah bangsa kasihan. Rakyat telah mengambil hikmat dan makna dari pemimpin terdahulu, seraya meniup trompet kehormatan bagi pemimpin baru. Pemimpin terdahulu diteladani, pemimpin baru dihormati.
Kita paham, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pemimpinnya. Bangsa yang besar (juga) adalah bangsa yang-dengan rendah hati-mengakui, merestrui dan menghormati pemimpin barunya.
Terima kasih Christian Rotok. Kepemimpinanmu dalam paket Credo I dan Credo II bersama Demo Kamelus sudah selesai. Karena jejakmu masih tersisa, maka berilah restu saat tongkat kepemimnan diberikan kepada pemimpin baru Manggarai, Deno Kamelus dan Viktor Madur.
Akhirnya, kepada Deno Kamelus, profisiat! Anda telah berhasil menyeberang sejarah bersama Christian Rotok, sekarang lihatlah masa depan Manggarai bersama Viktor Madur. ***