floressmart.com– Diah Kuswijayanti Ehok (Tatik) menyimpan erat pengalaman soal karakter dan sikap sang Ayah GP Ehok selama ia hidup.
Baginya, sang ayah itu pekerja keras dan pemimpin yang berprinsip dalam melaksanakan tanggung jawan yang diemban.
Ditemui floressmart.com di rumah duka Kampung Ruteng (27/2) tampak puteri semata wayang pasangan GP Ehok dan Sri Hastuti Ehok itu tak kuasa menahan kepedihannya mengenang sang ayah.
“Jangan berkelahi dengan adik (red, Adi Ehok). Jangan ribut kamu dua, “ujarnya sambil terisak mengenang kalimat terakhir ayahnya.
Sang ayah GP Ehok berharap Diah dan adiknya Adi, bisa menjaga keharmonisan dan hubungan baik dalam keluarga.
Bupati keempat Manggarai itu (1988-1999) mengalami sakit dalam beberapa pekan terakhir.
Diah berkisah, sang ayah tiga anak itu menderita penyumbatan pangkreas. Sebelum dirujuk RS Panti Rapih Yogyakarta beliau sudah menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit seturut tradisi umat Katolik. Sesampai di Panti Rapih Yogyakarta, GP Ehok mengalami kondisi yang semakin parah. Penyumbatan Pangkreas menyebabkan fungsi hatinya menjadi tidak normal dan perutnya membesar.
“Bapak tidak mengeluhkan sakit apapun sebelumnya. Bahkan beberapa bulan sebelumnya sempat berkunjung ke Bari saat kampanye Gusti-Maria,” ingat Tatik.
Saat mengunjungi Manggarai terakhir kali semasa hidupnya, lanjut Tatik, GP Ehok menikmati perjalanan sebagai bentuk nostalgia semasa pemerintahannya. Selama menderita sakit di RS Panti Rapih, GP Ehok sempat mengungkapkan rasa bahagia saat dikelilingi sang istri Sri Hastuti, anak-anak, para menantu, cucu, dan keluarga dekat.
Namun sayang, saat menghembuskan nafas terakhir almarhum tidak ditemani satu anggota keluarga pun.
“Bapak pergi dengan tenang seperti tidur,” ucapnya.
Tatik mengenang ayahnya sebagai kepala keluarga pekerja keras dan berprinsip tegas salam hidup. Selama memimpin GP Ehok memang pribadi yang keras tetapi itu semata-mata untuk memberikan keteladanan.
Tatik menilai, para kader yang bertahan dalam didikan ayahnya sudah menyimpan aneka contoh baik dalam karir mereka. Ia merasa tidak dimanjakan sang ayah. Tiap anak dituntut berjuang dan berusaha keras untuk maju dalam hidup. Keluarga besar Ruteng Pu’u dan Klaten-Yogyakarta pun mengenangnya sebagai orang yang sabar dan penyayang. Gagasannya selalu memendar hal-hal positif untuk memajukan keluarga.
GP Ehok yang meninggal dalam usia 70 tahun memiliki seorang istri bernama Sri Hastuti dan tiga orang anak yakni Hary, Tatik, dan Adi, tiga orang menantu dan empat orang cucu. Selama sakit ia masih terbuka menerima para pihak yang mengunjungi rumahnya di Bilangan Oepura Kupang untuk sekadar berbincang dan berkonsultasi walau keadaan fisiknya tidak kuat lagi.
Selepas memimpin Manggarai pada 1999, almarhum kembali ke Kupang menjabat Kepala Dinas Pendapatan Provinsi NTT, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi, dan asisten II Gubernur Piet Aleksander Tallo bidang Kesejahteraan Rakyat. (fro)