Ruteng Bertaburan Pesta Sambut Baru

floressmart.com-“Sio nona mengapa marah-marah e. Ale kasi tau, se punya salah apa e.” Lirik lagu Papua ini terdengar keras dari beberapa buah pengeras suara milik Bapak Matias di Jalan Poco Komba, Lingko Ros, Kampung Ruteng.

Tenda bambu yang berdinding terpal berwarna biru tampak sudah dipersiapkan sejak hari Kamis (7/4) pekan ini. Maklum, pada hari Minggu (10/4) Ketiga Masa Paskah dalam tradisi Katolik akan diramaikan dengan perayaan Komuni Pertama beberapa Paroki di Kota Ruteng dan sekitarnya.

Dari musik dangdut hingga lagu ber-genre reggae diputarkan dari tenda bambu yang bisa menampung puluhan orang itu. Pemandangan serupa lazim di rumah-rumah lain. Di Lingko Ros, Kampung Ruteng misalnya, puluhan anak akan merayakan komuni pertama mereka pada hari Minggu 10 April 2016.

Komuni pertama merupakan perayaan bagi anak-anak Katolik yang sudah dibabtis dan telah dipersiapkan untuk mengambil bagian dari tradisi Perjamuan Ekaristi.

Dalam tradisi Katolik, Ekaristi merupakan perjamuan untuk mengenang makan bersama yang dilakukan Yesus terakhir kali dengan para rasul dan muridnya menjelang ia disalibkan, wafat, dan bangkit.

Perayaan inipun diberi makna teologis sebagai kehadiran Tuhan dalam rupa roti komuni dan anggur yang sudah dikonsekrasi Imam.

Di Manggarai, anak-anak yang sudah menerima komuni biasanya sudah duduk di kelas empat sekolah dasar. Meski demikian, ada kasus-kasus khusus komuni orang dewasa ketika seseorang baru memeluk agama Katolik.

Dalam sepuluh tahun terakhir Hirarki Keuskupan Ruteng berulang kali menyerukan semangat hemat khususnya dalam perayaan pesta penerimaan komuni pertama di wilayah jurisdiksi Manggarai Raya. Keuskupan mewajubkan para calon penerima komuni mengenakan pakaian merah putih untuk meniadakan jurang ekonomi yang tampak melalui pakaian.

Liturgi penerimaan komunipun dilakukan serempak di beberapa tempat atau lazim disebut dekenat. Namun, ini tidak menyurutkan minat umat Katolik untuk mengadakan pesta. Pesta-pesta terus digelar seturut kebiasaan dan kemampuan ekonomi Masyarakat Manggarai.

Sebagian umat Katolik justru balik mengeritik hirarki yang berperilaku boros, manakala  biaya pesta tahbisan imam dan uskup baru yang mencapai ratusan juta rupiah. Ini setara dengan nominal belis perempuan Manggarai mencapai ratusan juta rupiah.

Pantauan floressmart.com, geliat pesta komuni pertama tidak hanya tampak di Paroki Golo Dukal melainkan juga serempak di beberapa paroki di antaranya Paroki Karot, Paroki Kumba, Paroki Cewonikit, Paroki Redong, dan sebagainya.

Rata-rata penyelenggaraan pesta menjagal babi sebagai bahan sajian untuk menyambut tetamu yang datang. Jika rata-rata harga babi di Kota Ruteng Rp 3 juta dan 500 orang serempak menggelar pesta, maka biaya jagal ternak babi mencapai Rp 1,5 miliar.

Martina, seorang warga Ruteng menuturkan (8/4), biaya pesta tidak hanya ditanggung si tuan pesta melainkan hasil urunan keluarga besar terutama kakak dan adik kandung. Sumbangan itu digunakan untuk menutup biaya pembelian beras, bumbu, minyak goreng, gula pasir, serta kebutuhan-kebutuhan lain. Undangan pesta pun disesuaikan dengan persiapan kemah dan sajian si tuan pesta.

“Biasanya yang diundang cuma keluarga dekat, rekan kerja, kelompok, dan handai taulan, ” ujarnya kepada floressmart.com.

Senada dengan Martina, Zakarias warga Laci Carep Ruteng menilai, pesta yang dilakukan warga tidak semata-mata karena hobi berpesta melainkan untuk menyenangkan si penerima komuni secara psikologis dan ajang kumpul keluarga dan kerabat.

“Anak akan merasakan kebahagiaan tersendiri manakala digelar pesta sambut baru untuknya, meski dengan hidangan sederhana. Karena, dengan dengar musik saja sudah membahagiakan, “ujarnya.

Tradisi pesta Sambut Baru umumnya mengumpulkan handai taulan dalam acara syukur dan santap bersama. Dengan Liturgi Komuni yang digelar serempak, membuat pesta-pesta pun digelar serempak Kota Ruteng.

Sebut saja, Bapak John Mariono, warga Ruteng lainnya, dalam pekan ini ia sudah menerima belasan undangan pesta komuni pertama.

“Menghadiri undangan pesta menjadi wajib hukumnya, apalagi kalau yang mengundang sudah menghadiri pesta yang kita buat, “katanya.

Dalam tradisi Manggarai, hadiah untuk si penerima komuni yang baru lazim berbentuk uang yang disebut “seng cau lime.” Nominalnya bervariasi tergantung kemampuan dompet orang yang menghadiri undangan. Jika dirata-ratakan dengan Rp 50 ribu, maka dengan menghadiri pesta di 20 rumah, seseorang mengeluarkan uang sebanyak Rp 1 juta.

Meski demikian, jumlah uang tidaklah bernilai jika dibandingkan makna kehadiran. Dan umumnya warga Manggarai tidak menjadikan Pesta Sambut Baru sebagai ajang kumpul dana. Pesta ini semata-mata untuk kebahagiaan karena sudah menerima salah satu sakramen dalam Gereja Katolik yaitu Sakramen Ekaristi. (fian roger/nsl)

 

Beri rating artikel ini!