Compang Orang Manggarai (Menggulung Riuh Compang Pantai Pede)

Penulis : Nick Deky

floressmart.comKekisruhan “Compang” yang dibangun di Pede melahirkan diskusi yang luas di media massa, khususnya media on-line dan jejaring sosial semisal Facebook. Berbagai konsep dikemukakan untuk mempertanyakan keabsahan sebuah Compang. Serentak di saat bersamaan, diskusi-diskusi itu mempersoalkan arti dan makna Compang bagi orang Manggarai dan kehidupannya.

Kajian ini lebih sebuah presentasi tentang arti dan makna Compang bagi orang Manggarai. Sebuah kajian yang berhubungan erat dengan pertanyaan substansial tentang eksistensi Compang dan bagaimana mendudukkannya dalam diskusi secara seimbang.

Mengenal Compang

Apakah Compang itu? Secara sederhana Compang adalah sebuah tempat khusus untuk persembahan yang letaknya di tengah kampong, tersusun dari batu pilihan dan di tengahnya diletakkan batu ceper (watu lempe). Persembahan ditujukan kepada para roh kampong (naga tanah), roh leluhur (wura agu ceki) dan  Wujud Tertinggi (Morin agu Ngaran, Jari agu Dedek-Tuhan Sang Pemilik, Tuhan Pencipta dan Pengada).

Bentuk Compang hampir sama untuk setiap tempat di Manggarai. Ada yang bulat telur atau elips, ada juga yang segi empat. Pada umumnya, di atas sebuah Compang terdapat haju langke (pohon beringin) yang sengaja ditanam. Soal letak Compang, kerap Compang memiliki posisi antara rumah adat (Mbaru Gendang) dan kuburan (boa). Tinggi Compang bervariasi. Mulai dari 50cm sampai 150cm. Lebarnya mulai dari 100cm sampai 200cm. Panjangnya mulai dari 200cm hingga 300cm. Tak ada tata aturan baku yang secara khusus membahas sola ukuran. Yang pasti, tinggi, lebar dan panjangnya cukup untuk melangsungkan persembahan sesuai dengan maksud dan intensi.

Menggali Arti

Substansi kehadiran sebuah Compang orang Manggarai ada dalam lima pusaran filosofi kehidupan orang Manggarai yakni Mbaru bate ka’eng (rumah tempat tinggal), umat bate duat (kebun tempat bekerja dan menghasilkan panenan), natas bate labar (lapangan bermain), wae bate teku (sumber air untuk ditimba) dan compang bate takung (tempat persembahan).

Compang memiliki arti yang sangat penting dalam siklus kehidupan orang Manggarai. Di Companglah tempat tinggal dari naga golo/naga beo (roh kampong). Naga golo/beo ini menjadi penjaga dan pelindung kampong dari berbagai hal. Khususnya segala malapetaka dan bala yang menimpa kampong. Compang juga menjadi situs sacral yang melaluinya kampong mendapat rejeki kehidupan. Di setiap penti weki peso (upacara syukur tahunan secara komunal), di Compang dipersembahkan syukuran kepada penjaga dan pelindung kampong, para leluhur serta Sang Pencipta. Compang juga menjadi sumber kekuatan. Di setiap warga kampung hendak pergi ke area pertempuran (raha rumbu tanah, rampas), para pelaku perang mengelilingi Compang tujuh kali.

Dalam ritus-ritus besar, semisal membuka lingko weru (kebun komunal baru), membangun rumah adat baru (pande mbaru gendang weru), Roko Molas Poco (pengambilan tiang utama mbaru gendang dari hutan), tetua adat mengawalinya dengan takung (persembahan) di Compang untuk meminta restu sekaligus mohon kesuksesan dari acara dimaksud.

Compang menjadi simbol kekuatan, persatuan, perlindungan dan juga jembatan relasi antara manusia yang masih hidup dengan dunia roh (penjaga kampong, leluhur, Tuhan), alam semesta dan seluruh kosmos. Di beberapa tempat, ada yang menyebutnya “compang dari” yang menurut hemat saya tidak tepat karena meluruhkan arti compang sebenarnya sebagai tempat suci. Compang bukan saja sebuah tempat menerima panas matahari (dari leso), tetapi situs di mana kehidupan dihubungkan secara intens dengan tata ciptaan, pemiliknya, penjaganya dan penciptanya.

Simbolisasi Compang

Compang berhubungan erat dengan lima filosofi kehidupan orang Manggarai; dengan rumah (adat, tinggal), kebun, sumber air dan lapangan bermain. Karena itu, pertama nian, Compang berada dalam satu kesatuan siklus kehidupan orang Manggarai. Compang tidak bisa dilepas-pisahkan dari elemen-elemen lain pemersatu kehidupan orang Manggarai.

Namun orang Manggarai juga sadar bahwa dalam dirinya (in se), Compang memiliki nilai yang sangat kaya. Karena itu, muncullah simbolisasi Compang pada berbagai tempat. Dari eksistensi Compang bermunculan model penafsiran yang pada intinya membangun konsep nilai yang diaraskan padanya. Sama halnya dengan rumah adat, Mbaru Gendang, yang kaya arti kemudian diberi interpretasi baru sekaligus ditempatkan di berbagai kantor bupati dan SKPD.  Compang menjadi simbol kesucian, kekuatan, persatuan pada berbagai tempat lain, semisal kantor bupati di tiga kabupaten Manggarai Raya.

Simbolisasi terhadap Mbaru Gendang dan Compang masih terus dilakukan. Simbolisasi itu datang dari ruang interpretasi untuk mendukung maksud baik tertentu. Selama arasnya masih berhubungan dengan konsep persatuan, kesatuan dan kemaslahatan komunitas masyarakat. Namun kriteriumnya selalu dalam satu hal ini: pendirian compang atau mbaru gendang dalam versi interpretasi harus karena kehendak bersama melalui bantang cama-reje leleng (putuskan secara bersama) dalam lonto leok (rembug bersama). Karena itu adalah inti dari kehadiran simbol-simbol itu.***