Merangkul Bumi (Persembahan untuk Peringatan Hari Bumi, 22 April)

Penulis: Feliks Hatam

floressmart.com—Peringatan hari bumi (eart day) yang jatuh setiap tanggal 22 April 2016 adalah moment refleksi bagi seluruh insan tentang sikap, tindakan dan sumbangan positifnya terhadap alam. Baik pemerintah dari semua profesi dan kedudukan, pelajar atau generesi muda dan masyarakat umum mendapat kesempatan yang sama untuk mengintropeksi diri tentang perannya sebagai bagian dari planet bumi. Bersumber dari prubahan iklim dan gejala-gejala alam yang tidak bersahabat memanggil secara mendesak agar manusia memahami keberadaan dirinya sebagai makhluk yang berpotensi untuk merusak atau memanfaatkan alam dengan asas kebijaksanaan.

Manusia yang terlanjur rajin memanfaatkan alam “”semau gue” atau sewenang-wenang merupakan pribadi yang belum memahami eksistensi dirinya sebagai patner Pencipta.  Sebaliknya pribadi yang mengusung   prinsip kebijaksanaan dan mengamalkan kedamaian terhadap seluruh ciptaan serta menanamkan etika sustainable developmen, adalah sikap-sikap  nyata akan pengakuan terhadap hak-hak hidip setiap dan seluruh makhluk hidup.

Hari bumi digagas dalam kesadaran dan perhatian yang tinggi terhadap prilaku yang mengancam keseimbangan alam. Sampah bertebar di mana-mana, illegal loging terus meningkat, eksploitasi terjadi di mana-mana, dan kebakaran hutan. Realitas itulah yang menggerakkan semangat Gaylord Nelson, bahwa pentingnya menumbuhkan kesadaran ekologis bagi semua manusia. Senator Amerika tersebut merasa prihatin terhadap lingkungan disekitaranya yang penuh dengan sampah, dan mengecam para pihak yang merusak alam atau memanfaatkan alam secara sewenang-wenang.

 

Wujud perhatian dan sikap kesolidaritasan ekologisnya, pada tanggal 22 April 1970 bersama kawan-kawannya (cuis suis) melakukan demonstrasi turun ke jalan. Pokoknya adalah mengkampayekan pentingnya membangun kesadaran ekologis, pentingnya menanggapi isu-isu lingkungan dan mengecam para pihak yang merusak alam. Sehingga itulah sebabnya tanggal 22 April dinobatkan sebagai hari bumi (earth day). Selain PBB mengakui tanggal 22 April sebagai international mother Earth Day, 22 Maret juga merupakan hari bumi bagi PBB yang merupakan tradisi dari aktivis perdamaian Jhon McCnnoell pada tahun 1969; tanggal tersebut ditetapkan dimana matahari tepat berada di atas garis katulistiwa yang dikenal dengan  Ekuinoks Maret. Kedua tanggal tersebut mempunyai tujuan yang sama, namun perbedaanya hanya dalam aspek sejarah. Sementara hari lingkungan hidup yang diperingati setiap tanggal 5 Juni berdasarkan konfersensi PBB yang di laksanakan pada tanggal 5 Juni tahun 1972 di  Stockholm. Itulah sebabnya tanggal 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup.

Baik tanggal 22 Maret dan tanggal 22 April adalah moment evaluasi diri bagi setiap pihak akan seluruh sikap dan tanggungjawabnya terhadap bumi selama satu tahun. Evaluasi ekologis, refleksi yang menumbuhkan kesadaran baru, membentuk sikap dan merumuskan cara baru adalah makna yang dituliskan bagi setiap individu dan kelompok pada moment ini.

Membaca realitas itu, peran bumi dan segenap alatnya  dalam menciptakan ketenangan setiap generasi harus menjadi kesadaraan umum untuk mempertahankannya. Pentingnya peranan itu menggerakkan setiap isan untuk merangkulnya sebagai bagian dari kehidupan.  Hal itu mendesak perluasan relasi manusia yang harmonis. Manusia tidak hanya memperjuangkan  relasi akrab, solid dan solider dengan sesamanya, tetapi juga membuka diri untuk berelasi dengan alam (bumi). Relasi manusia dengan manusia yang disebut relasi sosial, sedangankan dengan alam (bumi) disebut relasi ekolologis atau kosmos

Relasi sosial, relasi ekologis atau kosmos adalah pengakuan akan hak setiap makhluk yang ada di bumi ini. Sebabnya kebebasan setiap pribadi harus melihat dan memperhatikan hak-hak pihak lain. Manusia mempunyai hak hidup. Halnya fauna dan flora mempunyai hak yang sama. Artinya kebebasan manusia secera personal dibatasi oleh eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.  Sama halnya dengan kebebasan menguasai dan memanfaatkan alam.  Kebebasan munusia dalam memanfaatkan alat-alat bumi dibatasi oleh oleh hak bumi itu sendiri, dibatasi oleh hak generasi selanjutnya. Sebab Pencipta menciptakan isi bumi, lengkap dengan hak dasarnya, yakni hak untuk hidup. Kebutuhan manusia bukanlah gerbang menguasai planet bumi secara sewenang-wenang, sebaliknya kebutuhan adalah kelihaian mengambil tindakan dan menentukan pilihan yang arif dalam memanfaatkan alam.

Tindakan merangkul bumi, mengakuinya sebagai sahabat, saudara dan kawan yang setia seluruh generasi. Pengakuan itu membuka gerakan baru disetiap indivudu. Gerakkan itu adalah berani membangun prinsip hidup berwawasan ekologis dan menekan konsumerisme serta ditingkatkannya kreativitas mengolah bahan lokal yang bernilai tinggi, menarik minat.

Merangkul bumi adalah gerakkan spiritual. Bumi dan segenap isinya mempunyai kekuatan natural dalam mempertahankan dirinya, demi menyelamatkan makhuk lain. Sebaliknya, manusia sebagai makhuk istemewa dari semua jenis ciptaan meletakkan kekuatannya sebagai spirit dalam menyelamatkan bumi (alam) adari berbagai kekeliruannya yang berakibat pada kepincangan relasi bumi dan mansia. Hal itu, membuka mata hati dan meransang kepekaan setiap insan untuk  membaca realitas bumi dan isinya yang semakin menantang. Perubahan alam itu menuntut eksistensi serta memanggil secara mendesak setiap komponenen untuk aktif membela hak setiap makhluk, aktif dalam tindakan pelestarian atau pemulihan terhadap alam yang telah disakiti oleh berbagai aksi, sperti kebakaran hutan, penambangan, illegal loging dan meningkatkan kreatifitas yang berwawasan ekologis, serta aktif mencegah pihak yang merusak komponen bumi. Semua aksi itu adalah tindakan nyata dalam merangkul bumi.

Merangkul bumi adalah mendamaikan diri dengan seluruh makhluk. Ini adalah perwujudan tanggungjawab yang dilimpahkan Sang Pencipta kepada umat-Nya. Langkah ini membutuhkan rekonsiliasi diri yang berakhir pada perumusan aksi bijaksana, mengakui peranannya dalam mengimbangi kehidupan ciptaan lain, membatasi diri, menglahkan nafsu eksploitasi dengan pemberdayaan diri yang berbasis ekologis. Sehingga merangkul bumi bukanlah tindakan karena akibat yang sudah dialami, melainkan gerekkan spiritual yang harus diwujudkan sejak manusia itu lahir.

Penting dan maknanya tanggal 22 April terletak pada sejauhmana kesadaran kita untuk mengevaluasi diri tentang tanggungjawab yang telah diaplikasikan terhadap seluruh makhluk hidup, sejauhmana daya reflektif kita untuk melahirkan sikap dan cara baru dalam meranggkul atau mendamaikan diri dengan alam. Sebab alam bukanlah penunjang kehidupan, tetapi hal vital dalam menciptakan kehidupan yang harmonis, aman dan sejahtera. Akhirnya saya mengucapkan SELAMAT HARI BUMI***

 

Baca juga  Pewarta (an) Menunggangi Kepentingan Kristus
Tag: