floressmart.com—Uraian ini tidak membahas profil dan perjuangan Ki Hajar Dewantara karena hal itu sudah ditulis secara menarik diberbagai situs atau refensensi lainnya, sehingga pada refleksi sederhana ini penulis melihat secara khusus implementasi Pancadarma yang menjadi semangat Ki Hajar Dewantara dalam mencerdaskan bangsa.
Harus diakuai bahwa, munculnya Pancadarma yang digagas oleh putra kelahiran Yogyakarta 02 Mei 1889 ini sebagai reaksi dan hasil refleksi panjang atas situasi yang dialaminya pada masa penjajahan. Baginya, pendidikan adalah jalur tepat untuk menanamkan dan menumbuhkan jiwa nasionalisme masyarakat pribumi.
Geteran dan dorongan jiwa nasionalisme itulah yang menggerakkan anak bangsa untuk berjuang gigih merebut kemerdekaan. Atas dasar semangat itu, maka lahirlah apa yang disebut Taman Siswa. Walaupun banyak tantangan yang mengancam keberadaan Taman siswa, namun karena cita-citanya sudah menyatu dalam setiap aliran darahnya dan getaran nasionalismenya terasa disetiap detakan jantungnya, ia pantang menyerah, hingga lima asas perjungannya disahkan pada kongres taman siswa tanggal 7 Agustus 1930.
Lima asas itu yang sekarang dikenal dengan Pancadarma. Pancadarma itu diterapkan dalam setiap tingkatan pendidikan. Tingkatan-tingkatan itu adalah Taman siswa indriya yang disebut Taman Kanak-kanak; Taman muda yang disebut Sekolah Dasar; Taman dewasa yang disebut Sekolah Menengah Pertama; Taman Madya yang dikenal dengan Sekolah Menengah Atas, dan Taman ilmu yang disebut PerguruanTinggi.
Pancadarma adalah lima semangat Dewantara dalam menggagas pelita bangsa, yaitu asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan dan asas kemanusiaan. Secara singkat asas kemerdekaan adalah kebebasan anak bangsa untuk mengenyam pendidikan dalam mengembangkan potensi dirinya secara bijak dan bertanggungjawab menuju jalur yang positif.
Asas kodrat alam dipahami sebagai pengakuan atas identitas seorang berdasarkan ciri dan kemampuannya yang telah dikarunia oleh Pencipta, dan karunia/talenta itu harus dikembangkan untuk menemukan jati diri hingga kelak berguna bagi yang lain (negara), asas kebangsaan sendiri adalah gerakkan pemersatu yang difasilitasi oleh semangat dan cita-cita yang sama untuk membangun kekuatan nasional, sambil membuka diri dan menghargai kekhasan setiap daerah sebagai kekayaan bangsa.
Kekhasan setiap daerah dipersatukan dalam roh Bhineka Tunggal Ika, dan asas kemanusiaan diwujudkan dalam usaha yang menjadi prioritas pendidikan untuk menjadikan setiap pribadi menemukan dan mengembangkan potensinya secara bebas dan terkontrol dalam iklim positif, sehingga pada akhirnya setiap orang menemukan jati dirinya serta memahami cinta kasih sebagai kebajikan yang mempersatukan; selanjutnya asas kebudayaan adalah kreativitas diri sebagai kesanggupannya dalam mengembangkan potensinya dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup demi terwujudnya kebahagian batin. Karena itu tiga hal yang perlu diperhatikan adalah kosentris artinya dalam mengembangkan kebudayaan tidak boleh meninggalkan kebudayaan sendiri, tetapi bertitik tolak pada budaya dan cita-cita bangsa, kontinu artinya, kebudayaan itu tidak sekali jadi, tidak statis, tetapi dinamis, karena itu budaya dan nilai luhurnya adalah benang yang tidak terputus atau tidak diputuskan dari generasi ke generasi, konvergensi artinya perkembangan kebudayaan mendapat pengaruh dari luar, karena itu perlu sikap selektif secara kolektif, untuk menerima kebudayaan luar yang bermanfaat bagi perekembangan dan keberadaan budaya bangsa (fauzimerakbanten.blogspot.com. diunduh, 27 April 2016).
Semangat Pancadarma itu menjiwai eksistensi taman siswa yang tertanam dalam diri pendidik dan peserta didik. Menjamin hal itu, pendidikan mengakui hak setiap orang sebagai pribadi yang mempunyai power untuk mengembangkan potensi dirinya, menciptakan kebebasan batin dan memberikan ruang untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang terpatri dalam tindakan-tindakan yang edukatif.
Mewujudkan cita-cita luhur itu, pengabdian secara total sang pendidik sangat dibutuhkan. Pendidikan adalah ruang yang luas, yang siap diisi dan dipenuhi oleh potensi-potensi anak bangsa. Karena itu Ki Hajar Dewantara mengenalkan tiga lingkungan pendidikan, yaitu pertama lingkungan pendidikan di keluarga; keluarga adalah locus pertama dan utama untuk menumbuhkan dan menemukan karakter diri. Kedua lingkungan pendidikan di sekolah; sekolah sebagai lembaga formal berusaha untuk menolong, melayani, mengembangkan, menanamkan nilai, mengarahkan dan menuntun setiap pribadi kepada kecerdasan moral dan spiritual. Ketiga lingkungan pendidikan masyarakat adalah tempat di mana setiap pribadi memahami dirinya sebagai individu sekaligus sosial, di sini ruang baginya untuk mengeksplorasi pontensi sosialnya, mengalami dan mendalami dinamika kehidupan yang amat sangat luas. Karena itu,lingkungan sosial disebut juga sebagai perpustakaan hidup.
Diakui pula bahwa kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, nilai kebangsaan dan kemanusiaan terrumus dalam UU pendidikan, terpatri dalam kurikulum terlakasana dalam pengajaran dan tertanam dalam setiap aktor pendidikan.
Memaknai Hardiknas
Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) diperingati setiap tahun sebagai momen refleksi sembari memanjatkan syukur kepada Yang Kuas. Perjuangan pahlawan pendidikan dan cita-cita luhur bangsa yang tercantum dalam UUD 1945 menjadi dasar refleksi dari semua perjuangan dan karya anak bangsa.
Cita-cita para pahlawan untuk mencerdaskan anak bangsa tidak pernah terputus tetapi selalu tertanam disetiap generasi. Mencerdaskan bangsa bukanlah perjuangan mudah yang sekali jadi, tetapi cita-cita yang terus, dan terus diperjuangkan. Karena itu HARDIKNAS menggugah kiprah anak bangsa dalam mewujudkan dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan. Setiap langkah menancapkan harapan nasionalis, menanamkan nilai kebangsaan menghadirkan pribadi yang memberi arti bagi keluarga dan negara.
Pemaknaan HARDIKNAS terletak pada evaluasi pengabadian yang menghantar kita untuk selalu menanamkan cita-cita itu dalam setiap perjungan hidup, baik sebagai masyarakat (Orang tua), mau pun sebagai tenaga pendidik, peserta didik dan tenaga kependidikan serta para pemangku kebijakan.
Evaluasi diri (self evaluation) menghantar kita untuk mendalami sejauh mana pendidikan itu sebagai kemerdekaan yang menyapa kodrat setiap orang demi menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan, yang pada akhirnya setiap manusia mampu menemukan potensi dirinya serta menjadi aktor dalam mempertahankan dan memperjuangkan budaya bangsa, sebagaimana amanat UUD 1945.
Sambil memperhatikan semangat itu, kita kembali disemangati oleh tema nasional HARDIKNAS tahun ini, yaitu NYALAKAN PELITA TERANGKAN CITA-CITA. Tema ini menyadarkan semua pihak bahwa pendidikan bukanlah jalan alternative untuk membebaskan kegelapan bangsa. Sebaliknya pendidikan adalah jembatan utama yang membebaskan setiap insan dari ketidaktauan. Pendidikan menjadikan manusia semakin mampu untuk menentukan peta hidupnya. Pendidikan sebagai terang yang menghantarkan setiap individu kejalan yang lebih bijaksana.
Merujuk pada tema yang sama pendidikan sebagai proses dari homonisasi ke humanisasi, sehingga tema itu menyadarkan dan mengugah setiap insan, bahwa sesungguhnya mencerdeskan bangsa adalah perjuangan yang terus digelorakan di bumi pertiwi. Tugas itu tidak terbatas pada profesi, namun melibatkan semua pihak sesuai dengan peranannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.
Ketiganya bersifat inheren, artinya setiap orang berada dalam satu lingkaran yang sulit dipisahkan. Lingkaran itu disebut usaha atau semangat yang sama dalam bidang yang berbeda untuk mencapai harapan bersama, yakni mencerdeskan bangsa. Semangat kerja yang tinggi dan pengabdian secara total adalah roh untuk membuka diri terhadap hal yang baru, berusaha menemukan yang baru dan selalu berjuang dalam iklim persaingan yang bijak dan bertanggungjawab.
Dengan demikian asas pancadarma yang digagaskan oleh Ki Hajar Dewantara selalu diterapakan dalam dunia pendidikan dan diterjemahkan dalam setiap kurikulum. Karena itu moment HARDIKNAS adalah puncak refleksi atau evaluasi setiap pihak tentang perananya sebagai Ki Hajar Dewantara yang hidup dan ada pada saat ini.
Semangat dan hasil permenungan itulah yang menuntun kita dalam karya selanjutnya, sehingga semangat 02 Mei selalu berkobar dalam hati para pihak yang mengambil bagian secara aktif untuk mewujudkan cita-cita luhur itu. Demikianlah setiap pribadi sungguh menjadi diantara sesama yang tegap menancapkan cita-cita bangsa. (referensi dari berbagai sumber) ***