floressmart.com—Ketika drama kematian Kristus dikemas mengikuti adat sebuah daerah merupakan hal yang tidak lazim dalam liturgi Jumat Agung. Terlebih hal itu dilakoni para narapidana di dalam lingkungan penjara.
Namun adegan haru itu tersaji ditengah misa inkulturasi Jumat Agung di Kapel Rumah Tahanan Negera (Rutan) Ruteng Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur, Jumat petang 14 April 2017.
Ceritanya, kematian Yesus segera dilaporkan ke seluruh kerabat. Keluarga pihak ibu yang disebut Anak Rona harus dikabari pertama. Maka diutuslah orang untuk menyampaikan berita duka atau Wero.
Petugas Wero dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi tombak. Konon, orang dari luar kampung datang dengan membawa tombak tak lain pasti membawa kabar kematian selain untuk menjaga diri selama perjalanan pergi dan pulang.
Dalam adegan, petugas Wero melewati beberapa blok penjara menemui kerabat Yesus. Sementara di sekitar jenazah yang diletakan berhadapan dengan altar kapela, duduk sejumlah tokoh adat yang diperankan napi berusia 50 tahun ke atas. Mereka mengenakan pakayan adat Manggarai.
Anak Rona (kerabat) Yesus yang datang dari jauh diterima oleh perempuan sebagai Ovos (peratap) atau Lorang. Empat orang perempuan ini merupakan napi berbagai kasus. Sebagai tanda duka yang mendalam Anak Rona yang datang merentangkan kain adat menutup jenazah Yesus sekaligus mengakhiri drama kematian sang penebus.
Tampak, umat dan keluarga napi menyeka air mata, mereka larut dalam kesedihan tentang kisah sengsara Yesus Kristus.
Kiprah Warga Binaan
Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Rutan Carep juga merupakan stasi tersendiri dari Paroki Kumba. Adapun drama kematian Kristus yang naskahnya total berbahasa Manggarai ini merupakan hasil arahan, Donsis Jemada, warga binaan yang diangkat sebagai Ketua Dewan Stasi Rutan.
Donsis mengatakan, drama serta menghafal teks misa Jumat Agung berbahasa Manggarai serta koor adat sudah dilatih empat pekan sebelumnya oleh 165 orang warga binaan yang beragama Katolik.
“Puji Tuhan, drama, doa-doa serta nyanyian Misa Jumat Agung yang serba Manggarai berjalan lancar,” Ujar Donsis Di Rutan Carep, Sabtu 15 April 2017.
Dikatakan Donsis,sejak dirinya masuk penjara tahun 2013, ia menawarkan diri mengurus bidang kerohanian di dalam Rutan. Sejak saat itu, doa pagi dan sore jadi rutinitas warga binaan nasrani.
“Jam 6 pagi dan jam 3 sore kami berkumpul di kapela, berdoa ataupun sharing berbagai hal,” Ucap mantan Direktur Komoso Jaya ini.
Aktivitas keagamaan yang kian mantap di dalam lingkungan penjara, kata Donsis tidak terlepas dari komitmen Kepala Rutan,Antonius Gili Jawa yang mewajibkan seluruh narapidana untuk meningkatkan kualitas keimanan sesuai agama yang dianut.
“Yah itu juga karena besarnya dukungan dari pak Kepala Rutan. Bliau selalu bilang penjara adalah rumah untuk memperbaiki diri, salah satunya yah dengan kegitan rohani seperti ini,” Imbuhnya.
Sementara itu Kepala Rutan Antonius Jawa Gili mengaku terharu dengan pentas drama kematian Yesus dalam misa Jumat Agung kemarin. Ia mengapresiasi kerjakeras Donsis Jemada dan semua pihak yang mendukung terselenggaranya drama tersebut.
“Tentunya saya mengapresiasi kerja keras pak Donsis dan kawan-kawan. Saya awalnya hanya dikasi tahu bakal ada misa inkulutrasi, eh ternyata ada drama kematian Kristus yang cukup mengaharukan,” Kata Antonius ditemui terpisah.(js)