Kagum Melihat Siswa SD Ruteng V Mendaraskan Bahasa Ritual

floressmart.com– Puluhan murid Sekolah Dasar Katolik Ruteng V tampak seragam mengenakan pakayan adat Manggarai. Mereka berbaris di depan gerbang sekolah melaksanakan ritus adat Manggarai “Tiba Meka” dengan plot tata cara penyambutan tamu penting.

Bocah-bocah itu berjejer menyambut bupati Manggarai yang berkunjung ke sekolah yang berada di Jalan Diponegoro itu. Diantara mereka ada yang menggenggam kendi berisi tuak.

Seseorang yang ditugaskan menyampaikan Torok (Penutur syair adat ) segera mendaraskan ungkapan adat berisi pengakuan betapa mereka sangat senang dengan kunjungan figur tersohor di daerah itu.

Manik keta one nai mut keta one pucu,neho tendengs tuka mese neho jorengs tuka koem ai woko hoo lako cai ditet mori kudut lat ngasang ami anak,aram lewen kebe do golo agu alod ngalor lako dite, kapu neho wua pau naka neho wua nangka kudu curu ite mori adak, iyo… kepok,”Ucap siswa bernama Ibe Dugis sembari memberi kendi tuak kepada bupati yang diperankan oleh seorang guru di sekolah itu.

Konon ceritanya, tuak putih (arak) sebagai minuman selamat datang ini terlebih dahulu diteguk oleh orang yang menyampaikan Torok dengan maksud apabila ada racun dalam kendi itu maka orang meminum pertamalah yang mati duluan.

Selesai diterima di gerbang sekolah, rombongan bupati lalu diantar ke dalam sebuah ruangan ditemani nyanyian-nyanyian adat (Ronda).

Mengikuti alur ritus Tiba Meka, selain Tuak Curu, masih ada seri adat yang dilakoni di dalam rumah namanya “Manuk Kapu” dimana para tamu yang datang diterima dengan tulus hati yang dinyatakan dengan memberi seekor ayam jantan.

Ai hoo ite cai, laat natas lambu mbaru ami ase kae. Woko hoo ite lonte one lutur curup. Ite ema bupati ai ite caun landuk Manggarai Paang Lembor salen Wae Reno awon hoo manuk kapu dami,”

Nahe le cai dite kali ga pande weang gerak wancing ngalis sangged teti nai dami asi kae. Neka koe babang agu bentang lise ame agu lise empo ata poli ampi le bate jari agu dedek,”

Nia poro ite kali ga temek koe wa mbau koe eta bolek loke baca tara uwa gula bok leso kudu deu agu tadangs kali ngasang jing data ata pande copel weki agu wakar ditet mori. Toe reweng kanang dami ase kae hoo manuk kapu, kepok,” Demikian ungkapan adat Manggarai dibawakan oleh Leonardus Kristian Magung.

Acara Manuk Kapu, seorang juru bicara memegang ayam jantan

Masih ada sub ritus yang melekat pada acara Kapu Manuk yakni Cepa atau Nyirih. Bagian ini dilakoni oleh seorang bocah perempuan dimana sirih pinang yang tersimpan di dalam Lopa (kotak tembaga) diracik lalu diberikan kepada para tamu.

Kompetensi Berbasis Budaya

Ritus Tiba Meka yang digelar di lingkungan SDK Ruteng V ini merupakan ujian praktik muatan lokal (Mulok) berbasis sosial budaya yang turut menentukan kelulusan siswa kelas VI sebelum pelaksanaan Ujian Nasional.

“Ini salah satu uji kompetensi siswa bidang pendidikan lngkungan sosial budaya,makanya dilaksanakan seperti aslinya,”Kata Erni Jem, guru Pembina Mulok di sekolah itu seusai kegiatan, Rabu, 26 April 2017.

Erni Jem yang menggagas kegiatan ini menerangkan bahwa salah satu kearifan lokal yang belum diperkenalkan ke dalam lingkungan pendidikan usia dini yakni bidang kesastraan termasuk “Adak tiba Meka”.

“Kalau bidang seni seperti tari-tarian kan sudah sering dipentaskan oleh sanggar-sanggar seni di pelbagai jenjang pendidikan. Tetapi yang berkaitan dengan sastra baru kali ini diperkenalkan di lingkungan sekolah,” Kata salah satu pegiat seni kota Ruteng ini.

Adapapun pemeran fragmen Tuak Curu dan Manuk Kapu ini berjumlah 74 orang yang terdiri dari laki-laki 41 orang dan perempuan 33 orang.

Dikatakan Erni, ujian praktik Mulok ini dikuti oleh delapan kelompok dari dua ruangan belajar yakni kelas VI A dan VI B.

Sementara aspek penilaian kata dia, meliputi kelengkapan busana, kelengkapan alat peraga seperti kendi,lopa serta ayam. Yang paling penting menurut Erni yaitu kesesuaian ungkapan adat yang melekat pada adak Tiba Meka.

“Kita nilainya banyak hal terdiri dari ketepatan bahasa adat, cara Deng dan Tengge (cara mengenakan sarung Songket untuk laki-laki dan perempuan), cara duduk (onto),” Ujarnya.

“Saya bangga ternyata anak-anak membawakanya dengan serius. Saya berharap kegiatan ini memperkaya pengetahuan anak-anak kita tentang keberagaman budaya Manggarai,”Tambah dia.

Foto bersama guru pembimbing Mulok dan 74 siswa kelas VI SDK Ruteng V, (floressmart.com,Rabu 26 April 2017)

Selo Turuk, ketua kelompok 4 dari kelas VI A mengatakan, ia dan kawan-kawan butuh waktu dua minggu melatih ungkapan-ungkapan adat terkat ritus Tuak Curu dan Manuk Kapu.

“Ada orang tua dari teman saya yang menulis naskahnya, naskah Tuak Curu serta naskah Manuk Kapu. Memang awalnya susah karena bahasa-bahasanya jarang kita dengar sudah begitu panjang-panjang lagi, tapi karena giat berlatih hasilnya bagus,” Kata Selo. (js)