Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Yos Sehandi memastikan semua proses tender proyek di daerah itu berjalan sesuai aturan Pengadaan Barang dan Jasa. Karena itu Yos mengaku tidak ciut jika ruang kerjanya digeledah oleh aparat penegak hukum.
Lebih lanjut dikatakan Yos, ULP Kabupaten Manggarai Barat telah dimonitoring dan mendapat apresiasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dijelaskan, bahwa pada Tanggal 14-15 Juni 2017 yang lalu,KPK datang melakukan monitoring terhadap empat ULP yaitu ULP Kabupaten Ngada, Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat yang kegiatannya dipusatkan di Labuan Bajo.
“KPK menilai, ULP Manggarai Barat adalah yang terbaik dari empat kabupaten tersebut setelah saya memaparkan cara kerja ULP Mabar secara rinci dan jelas kepada KPK,”ungkap Sehandi ketika diwawancarai, Selasa 4 Juli 2017.
Dihadapan tim KPK, Yos juga keluhkan dirinya sering didatangi oknum Tipikor kepolisian yang beberapa kali melakukan pemanggilan terhadap dirinya berkaitan dengan pengaduan masyarakat. Yos berkata, KPK justru menanyakan apa dasar hukum Tipikor langsung memanggil ULP ke kantor polisi.
“Apa dasar hukum mereka ? Tidak benar itu. Mereka baca tidak UU Nomor 23 Tahun 2014 itu,” ucap Yos meniru jawaban tim KPK.
Dijelaskan Yos, dalam proses pengadaan barang dan jasa, aspek transparansi sangat ditekankan pemerintah.
Bahkan untuk menjaga prinsip transparansi ini, pemerintah membuat sebuah sistem aplikasi yang selalu disempurnakan dari waktu ke waktu dengan melibatkan banyak pihak berkompeten, ahli di bidang teknologi serta dengan teknologi enkripsi dan deskripsi yang sifatnya berlapis.
Dalam proses pelelangan kata Yos, hanya satu tahapan yang dijaga kerahasiaannya oleh pemerintah yakni pada saat tahapan evaluasi. Dirahasiakan karena pemerintah dalam hal ini melalui LPSE/ULP menghendaki proses evaluasi dilakukan tanpa sedikitpun intervensi dari pihak mana pun.
Kerahasiaan ini lanjut Yos, dijamin tidak ada permainan terselubung karena aplikasi ULP terkoneksi langsung ke server pusat disertai dengan proteksi berlipat. Aplikasi tersebut juga terhubung dengan server KPK.
“Pada saat proses evaluasi berlangsung pun kode entry setiap suplier menggunakan model enskripsi yang hanya diketahui oleh Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg),”terangnya.
Saat sebelum pembukaan penawaran, ungkap Yos, sebuah enkripsi pun masih belum dapat dibuka. Sekalipun ada yang membocorkan hasil evaluasi itu tidak bisa merubah sedikitpun evaluasi dokumen yang sudah diunggah.
“Setelah tahapan evaluasi ini baru muncul penyedia-penyedia dan nama perusahaan,”imbuhnya.
Dikatakan Yos Sehandi, polisi atau jaksa tidak punya kewenangan selama proses ini bahkan undang – undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 385 memerintahkan, kalau ada ada pengaduan dari masyarakat ke aparat penegak hukum terkait proses tender, mereka harus koordinasi terlebih dahulu dengan Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP) untuk melakukan pemeriksaan.
“Tidak bisa terjun langsung sendiri. Itu salah, tidak sesuai ketentuan perundang – undangan,” cetusnya.
“Begitupun terkait kualitas pekerjaan mesti berkordinasi dengan APIP (Inspektorat) yang melakukan rekomendasi perbaikan pekerjaan atau pengembalian kerugian keuangan bukan polisi,” Ujarnya menambahkan.
Sering diteror
Menempati pos tugas di bagian ULP bukan merupakan pekerjaan yang dianggap ideal oleh kebanyakan orang. Ini sebuah unit kerja yang beresiko tinggi. Tak sedikit tudingan “aneh” dari sejumlah pihak yang kalah tender diumbar melalui berita media. Ancaman via SMS pun telpon sudah sering diterima para pegawai ULP Mabar.
“Kami sering mendapat teror via SMS katanya mau pukul saya. apa salah saya. Saya tidak mundur satu langkah pun terhadap ancaman itu termasuk orang-orang yang mengaku-ngaku dari Tipikor dan sebagainya,”ucapnya.(js)