KPK Keren, KPK Kuat dan KPK Tetap Independen, Berani Tersangkakan Setya Novanto dalam Kasus e-KTP

Publik patut memberi apresiasi kepada seluruh penyidik KPK dan para pimpinan KPK, karena pada hari ini KPK telah mengukir sejarah penegakan hukum yang sangat “spektakuler” karena secara pelan tapi pasti telah menetapkan  Setya Novanto yang oleh banyak kalangan dicap sebagai orang terkuat dalam dunia pelanggaran hukum.

Setya Novanto diketahui selalu lolos dalam proses hukum sejak era orde baru hingga terakhir dalam kasus papa minta saham. Ini membuktikan bahwa dalam keadaan apapun KPK tetap berani dan tetap menjaga jati dirinya serta mahkotanya yaitu independensi KPK itu sendiri.

KPK tetap on the track meskipun dihadang dengan berbagai upaya pelemahan dan pembubaran berkali-kali bahkan kriminalisasi terhadap penyidik dan pucuk pimpinan KPK namun KPK tetap mampu menjaga jati dirinya lembaga Penegak Hukum yang sulit diintervensi termasuk melalui Pansus Hak Angket KPK.

Siapa yang tidak kenal Setya Novanto dalam dunia pelanggaran hukum dan penegakan hukum, kasus cessie bank bali yang merugikan negara Rp. 500-an miliar pada tahun 1999 oleh PT. Era Giat Prima dimana Setya Novanto adalah Dirutnya, namun Setya Novanto bukan saja lolos dari jerat hukum melalui SP3 dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tetapi berhasil menjebloskan tokoh-tokoh penting yang bersama-sama denganya disebut melakukan tindak pidana korupsi, antara lain, Joko S. Chandra, rekan bisnisnya yang juga sebagai salah satu Direktur PT. Era Giat Prima.

Baca juga  Sikap Patriotik Vicktor Laiskodat Membela Negara dengan Cara Cerdas dan Sederhana

Tidak itu saja, Syahril Sabirin Gubernur Bank Indonesia, Pande Nasarohana Lubis Wakil Kepala BPPN terseret dan masuk penjara semua, namun Setya Novanto tetap mendapatkan karpet merah berupa SP3,  padahal dalam berbagai putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap berupa pemidanaan baik atas nama Terdakwa Pande Nasarohana Lubis dan Syahril Sabirin maupun Joko S. Tjandra disebutkan bahwa terdakwa Joko S. Tjandra, Syahiril Sabirin, Pande Lubis dan Setya Novanto secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara, yang berkas perkaranya akan diajukan secara terpisah, namun kenyataan pahit yang dihadapi oleh negara adalah Setya Novanto tidak tersentuh, sementara Joko S. Tjandra, Pande Nasarohana Lubis dan Syahril Sabirin dipenjara.

Baca juga  Polarisasi Kubu Politik Golkar NTT Pasca Penetapan Setya Novanto sebagai Tersangka Berimpilikasi pada Pilkada 2018

Apa yang terjadi dalam kasus cessie Bank Bali, pola dan modus operandinya mirip dengan pola dan modus operandi dalam kasus korupsi e-KTP dimana sejumlah pejabat tinggi negara diperalat dan diperdaya sedemikian rupa oleh Setya Novanto dengan sangat licin seperti belut campur oli, sehingga Setya Novanto selalu lolos dari proses hukum bahkan Kejaksaan Agung dijadikan sebagai bunker tempat berlindungnya Setya Novanto dalam berbagai kasus korupsi.

Oleh karena itu Penetapan KPK terhadap Setya Novanto sebagai Tersangka korupsi e-KTP sekaligus mengakhiri spekulasi bahkan keraguan publik bahwa Setya Novanto masih dapat lolos dari jeratan hukum KPK dan ini merupakan kemenangan rakyat dalam perjuangan mendudukan setiap warga negara sama di hadapan hukum.

Baca juga  TPDI : Maju Pilkada Matim, Kapolres Manggarai Harus Mundur dari Polri

Apa yang terjadi hari ini terhadap Setya Novanto, membuktikan bahwa dukungan rakyat terhadap KPK selama ini tidak sia-sia, KPK tetap bersama rakyat, meskipun wakil rakyat di DPR sering melakukan manuver untuk membonsai KPK, namun di mata KPK, tidak ada seorangpun warga negara yang diberikan karpet merah termasuk bagi orang yang merasa paling kuat di negeri ini.

Oleh karena itu dengan penetapan status tersangka kepada  Setya Novanto, maka Pansua Hak Angket harus dihentikan segera dan sebaiknya membubarkan diri dan mendukung langkah KPK membersihkan sapu yang kotor di DPR atau mengalihkan penyelidikannya pada persoalan lemahnya pengawasan Komisi II DPR RI ketika proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP terjadi di Komisi II DPR RI, sehingga terjadilah korupsi dalam proyek nasional e-KTP tahun 2012 yang menyebabkan negara rugi Rp. 2,3 triliun.

(**Petrus Salestinus merupakan Koordinator TPDI & Advokat PERADI, tinggal di DKI Jakarta.

Tag: