Polarisasi Kubu Politik Golkar NTT Pasca Penetapan Setya Novanto sebagai Tersangka Berimpilikasi pada Pilkada 2018

Keputusan KPK menetapkan status tersangka kepada Setya Novanto, jelas berimplikasi secara politik, bukan saja kepada perpolitikan secara nasional akan tetapi juga pada konstelasi politik di NTT,  karena posisi Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar dan Anggota DPR dari Dapil II NTT, memiliki pengaruh sangat kuat dalam mengendalikan Partai Golkar di NTT.

Kuatnya pengaruh itu akan mengganggu proses pencalonan gubernur/bupati di internal Golkar bahkan terhadap Partai Politik lain yang sudah membangun koalisi dengan Partai Golkar dalam menghadapi pilgub/pilbup serentak tahun 2018.

Tarik menarik kekuatan kubu politik di Golkar sulit dielakan, karena Golkar pasti terpolarisasi dalam beberapa kubu politik di NTT mengikuti kubu-kubu yang muncul di pusat, ada kubu Iban Medah yang didukung mayoritas DPD Golkar di NTT dan ada kubu di luar Iban yaitu Melki Lakalena yang merasa punya cantelan langsung dengan Setya Novanto bahkan kubu-kubu yang  terpolarisasi di NTT akan mengikuti kekuatan kubu-kubu yang muncul di pusat yang hendak menanamkan pengaruhnya di NTT dan daerah lainnya.

Baca juga  Pernyataan Victor Laiskodat Mengonfirmasi Paham Radikal Telah Menguasai Partai Politik dan Fraksi-fraksi di DPR

Dua kubu politik yang terpolarisasi ini, akan saling tarik menarik  adu kekuatan bahkan saling menegasikan yang satu terhadap yang lain dalam memperebutkan rekomendasi bakal calon Gubernur/Bupati/Walikota, sebagai akibat status tersangka Setya Novanto.

Munculnya banyak kubu sebagai hal yang wajar, sehingga masing-masing kubu akan melakukan gerilya politik, baik yang hendak mempertahankan posisi Setya Novanto, maupun yang hendak menggulingkan Setya Novanto melalui kasus korupsi e-KTP, akan mewarnai dinamika politik pilgub dan pilbub di NTT. Partai Nasdem nampaknya lebih siap mengisi celah untuk menarik simpati publik yang mungkin saja berpaling muka dari Golkar akibat status tersangka Setya Novanto.

Pergeseran kekuatan akan muncul dan berubah secara drastis, manakala berkas perkara Setya Novanto segera dilimpahkan ke Pengadilan sehingga berimplikasi kepada status Setya Novanto berubah menjadi terdakwa. Dengan menyematkan status Terdakwa kepada Setya Novanto, maka suhu politik di Golkar semakin memanas, karena Setya Novanto bukan saja akan dinonaktifkan dari jabatan Ketua dan Anggota DPR RI, akan tetapi akan disusul dengan desakan pergantian Ketua Umum Golkar melalui munaslub, demi menghadapi pilkada 2018, pileg dan pilpres 2019, yang membutuhkan seorang Ketua Umum dengan legitimasi hukum dan politik yang tinggi, bahkan bisa saja muncul gerakan cabut mandat dari warga NTT terhadap Setya Novanto.

Baca juga  KPK Keren, KPK Kuat dan KPK Tetap Independen, Berani Tersangkakan Setya Novanto dalam Kasus e-KTP

Partai Golkar selalu memiliki dinamika politik yang sangat tinggi, karena Golkar sudah diposisikan menjadi fundasi dalam pembangunan politik di Indonesia, sehingga antara kader Golkar yang bermasalah dengan kader Golkar dalam posisi aman, selalu terjadi tarik menarik kepentingan yang senantiasa menarik perhatian publik.

Lihat saja status Setya Novanto baru dicekal sebelum jadi tersangka, sudah muncul wacana munaslub dan ini melahirkan polarisasi kekuatan-kekuatan di internal Golkar dengan munculnya  5 tokoh gaek Partai Golkar yang berpengaruh, yang mencoba menentukan arah politik Golkar ke depan. Ada kubu Abu Rizal Bakrie, Akbar Tanjung, Jusuf Kala, Luhut B Panjaitan dan Setya Novanto. Setya Novanto pasti masih berusaha keras secara politik untuk meloloskan diri dari status tersangka di KPK. Namun rasanya sulit, karena kasus korupsi e-KTP ini, menghadapkan Setya Novanto dengan KPK yang tidak mengenal kompromi.

Baca juga  FAPP Meminta Presiden Jokowi Merespon Desakan Mundur ASN yang Memiliki Loyalitas Ganda (HTI)

Untuk pilkada di NTT, bisa muncul calon alternatif di luar Iban Meda dan Melki Lakalena, karena jika saja muncul kubu alternatif yang menentukan calon lain di luar kedua kader Golkar tadi yaitu Meda dan Lakalena, maka akan muncul dinamika politik di pilkada NTT yang semakin menarik karena bisa saja Meda dan Melki Lakalena tetap maju dengan menggunakan infrastruktur politik di luar Partai Golkar demi menjaga gengsi politik bahkan demi memelihara konstituen sebagai pintu cadangan menuju pileg 2019, sehingga konstestasi pilgub NTT akan diwarnai oleh konflik di dalam tubuh Golkar yang sedang memanas.)***

(Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Advokat PERADI).

Tag: