Himbauan Victor Bungtilu Laiskodat (VBL) agar masyarakat di NTT tidak memilih kader-kader partai dari Partai Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS dalam pilkada 2018, pileg dan pilpres 2019, mengonfirmasi analisis dan konstatasi sejumlah pihak bahwa sesungguhnya paham radikal sudah masuk menguasai parlemen dengan menggunakan Partai Politik sebagai pintu masuk utama mengussai Fraksi-Fraksi di DPR.
“Ini merupakan ancaman serius terhadap negara dalam menjaga Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 serta tujuan nasional negara yaitu melindungi segenap warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia,” kata Koordonator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus, Selasa 8 Agustus 2017.
Karena itu, lanjut Petrus, upaya untuk mencegah masuknya paham radikal pada bagian hulu kekuasaan negara, yaitu Partai Politik, maka embrio paham radikal yang saat ini sudah tumbuh dan berkembang di sejumlah Partai Politik harus dicegah atau diamputasi melalui kekuatan rakyat selaku pemegang kedaulatan rakyat dan cara yang paling mudah dan efisien adalah dengan meminta warga masyarakat untuk tidak memilih kader-kader dari Parpol yang dalam sikap politiknya menolak PERPPU No. 12 Tahun 2017 dan menolak Pembubaran HTI.
Selain dari pada itu,menurutnya, konsep bela negara juga harus diarahkan pada upaya menyadarkan masyarakat untuk betul-betul menggunakan hak konstitusionalnya berupa memfilter sejumlah parpol yang ditenggarai memiliki afiliasi politik dengan kelompok radikal yang saat ini sedang membangun kekuatan dalam negeri melalui Parpol-Parpol tertentu dan menjadikannya aebagai pintuk masuk menuju DPR RI, kemudian mendistribusikan kekuasaan itu ke berbagai suprastruktur kekuasaan yang ada.
“Saat ini nampaknya paham radikal sudah memiliki infrastktur politik berupa Partai Politik dan dengan Partai Politik itu mereka sesungguhnya sedang membangun network melalui perumusan UU yang bisa mendukung pola gerakan paham radikal ini di tengah masyarakat,” ungkap Petrus Salestinus.
“Salah satu produk legislasi yang diduga memberikan angin segar buat ormas radikal adalah UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas, karena melalui UU ini Pemerintah dipersulit posisinya untuk membubarkan Ormas Radikal, ketika keselamatan bangsa dan negara barada dalam kondisi perpecahan,” ujarnya menambahkan.
Dikatakan Salestinus, kelompok radikal sedang merancang bangun pola gerakan untuk mewujudkan tujuannya menggantikan ideologi negara Pancasila dengan ideologi khilafah dan secara perlahan tetapi pasti mereka berhasil membangun kekuatan itu dengan sejumlah sarana termasuk infrastruktur politiknya berupa Ormas, Parpol dan perangkat hukum yang tetsedia sehingga berhasil masuk ke dalam suprastruktur politik.
“Apa yang dilakukan oleh Victor Bungtilu Laiskodat baik sebagai putra daerah NTT maupun selaku pimpinan Partai Nasdem yang diamanatkan oleh UU Parpol untuk melakukan pendidikan politik, patut diapresiasi bahkan wajib didukung oleh semua kader Partai Politik pendukung NKRI dan seluruh warga negara Indonesia dimanapun berada,” sambungnya.
TPDI pun menghimbau, jangan biarkan upaya menjaga 4 pilar negara bangsa, semata-mata hanya menjadi tugas pemerintah, melainkan harus dibudayakan menjadi upaya bersama seluruh warga negara dalam bentuk tindakan nyata dan bertanggung jawab, termasuk tidak memilih kader-kader dari Partai Politik pendukung Ormas Radikal (Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS). (js)