Kepolisian Resor Manggarai Nusa Tenggara Timur menutup galian pasir Wae Reno, Desa Ranaka, Kecamatan Wae Rii pekan lalu, dan hari ini Senin, 28 Agustus 2017 polisi menutup lagi lokasi gali pasir Weol di Kecamatan Ruteng.
Seperti diberitakan, dari Wae Reno polisi mengamankan delapan mobil truk pengankut pasir, dua mesin penghancur batu (stone crusher) dan dua unit alat berat. Lebih dari itu, polisi menetapkan lima orang pemilik lahan pasir Wae Reno sebagai tersangka.
Penutupan galian mineral bukan logam (Galian C) tersebut diduga karena para penambang tidak mengantongi surat ijin. UU yang dipakai yakni UU RI No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba jo UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun pada sisi yang lain penutupan tambang Galian C Wae Reno dan Weol hendaknya mempertimbangkan juga aspek keadilan dan kemanfaatan.
“Saya tidak tahu persis, apakah tambang di Bondo, Wae Lengkas, Nteer, Lelak, Lalong dll itu sudah punya izin atau tidak. Jika tidak punya ijin, yah, sekalian saja ditutup, supaya adil. Sebab jika tidak ditutup akan timbul pertanyaan di tengah masyarakat mengapa hanya galian c wae reno yang ditutup; Mengapa Bondo, Wae Lengkas, Nteer, Lelak, Lalong dll tidak ditutup,” ujar Sekertaris Asosiasi Pengusaha Indonesia Cabang Manggarai, Fransiskus Ramli, Senin.
Sementara untuk sisi pemanfaatan, menurut Ramli, banyak pihak yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari penutupan tersebut diantaranya para pekerja, keluarga pekerja, sopir dump truck, pemilik truk atau alat berat, kontraktor, pengusaha, masyarakat bahkan pemerintah daerah.
“Sopir truk yang biasanya mengantar pasir bangunan ke proyek-proyek, pengusaha batako dan orang yang memerlukan bahan baku pasir untuk bahan bangunan tidak bekerja. Bingung mereka bagaimana mencari biaya hidup untuk anak istri, belum lagi kalau ada pinjaman sana-sini,” imbuhnya.
“Para pemilik toko bangunan dalam waktu yang tidak terlalu lama besar kemungkinan akan sepi. Sederhana saja, untuk apa beli besi beton, semen, dan lain-lain kalau pasirnya tidak ada,” kata dia menambahkan.
Selain itu kata Ramli, orang yang mau bikin rumah juga tertunda kecuali mau meroggoh kantong sakunya lebih dalam lagi untuk membeli pasir dari tempat yang lebih jauh. Selain itu, kontraktor yang menginginkan proyeknya segera selesai akan terhambat. Mayoritas proyek di Kabupaten Manggarai yang menggunakan pasir Wae Reno sebagai pusat kuari atas rekomendasi pemerintah.
“Jika proyek terhenti, maka pembangunan puskesmas, infrastruktur jalan, rumah untuk masyarakat miskin, irigasi, dan lain-lain akan terbengkelai,” sambung Ramli yang juga merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manggarai Raya.
Dijelaskan, para kontraktor tidak dapat dengan serta merta menggunakan atau mengambil pasir dari tempat lain sebab potensial menimbulkan kerugian pada kontraktor karena jaraknya jauh sehingga ongkos angkut lebih mahal. Selain itu potensial menimbulkan temuan terkait dengan dugaan korupsi karena menggunakan pasir yang tidak sesuai spesifikasi.
“Kalau pekerjaan kontraktor molor bisa berdampak pada penyerapan dana. Kita tidak tahu sampai kapan lokasi proyek Wae Reno dan Weol ditutup. Jadi, penutupan dua lokasi pasir itu menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang besar dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Tindakan tergesa-gesa
Disampaikan Frans Ramli, lebih elok jika sedari awal sebelum disegel, aparat penegak hukum dan pemerintah yang tergabung dalam Forkompimda Kabupaten Manggarai perlu duduk bersama mengurai masalah ini. Di situ ada unsur Polres Manggarai, Pemkab Manggarai, Kejari Manggarai, Dandim Manggarai, Pengadilan Negeri Ruteng, DPRD Kabupaten Manggarai, para tokoh masyarakat dan lain sebagainya.
“Di situ akan menformulasikan izin dan aturan penting agar aktivitas tambang ini tidak merugikan masyarakat atau berdampak negatif terhadap lingkungan. Pemilik lahan itu orang yang tak ngerti hukum. Mungkin dengan langkah sosialisasi mereka menjadi tahu dan segera mengurus izin terkait tambang Galian C. Jika belum ada rapat koordinasi seperti itu, menurut saya penutupan Galian C Wae Reno merupakan tindakan yang tergesa-gesa,” ungkap Ramli. (js)