Polisi menutup lokasi galian pasir di Manggarai dan Manggarai Timur dengan alasan tidak memiliki izin penambangan galian bahan mineral non logam (galian C) dan dianggap melanggar UU no 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara serta UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Tercatat, delapan unit truk berikut dua unit mesin giling batu (stone crusher) serta dua unit alat berat diamankan polisi. Lebih dari itu, lima orang pemilik lahan pasir di Wae Reno telah ditetapkan sebagai tersangka.
Beragam reaksi pun bermunculan pasca penyegelan ini. Adi Tampo, salah satu pemilik lahan pasir di Wae Reno, menyinggung bangunan kantor Mapolres Manggarai berikut rumah dinas kapolres, rumah dinas perwira serta asrama polisi, dimana ribuan kubik batu dan pasirnya bersumber dari Wae Reno.
“Kalau kembali ke belakang, lucu juga. Batu dan pasir untuk membangun Kantor Polres dan rumah-rumah dinas pejabatnya diambil dari Wae Reno,” ujar Adi Tampo, Selasa 29 Agustus 2017.
Selain mengecam tindakan polisi, Adi Tampo juga menyesalkan sikap Pemda Manggarai yang terkesan lepas tangan sejak Wae Reno disegel pada 18 Agustus 2017 lalu.
Sikap Adi bukanya tidak berdasar, sebab menurut dia, dari setiap pekerjaan konstruksi yang menggunakan batu dan pasir dari Wae Reno, pemerintah memungut 25 persen uang dari total penggunaan galian C sebagaimana diatur dalam Perda Galian C, artinya, kata Adi, keberadaan lokasi gali pasir Wae Reno telah berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah.
Dikatakan pula bahwa kepolisian maupun pemerintah daerah setempat belum pernah menjalankan tugas sosialisasi terkait regulasi yang berkaitan dengan penambangan pasir padahal kata dia, Pemda Manggarai telah sekian lama memiliki Perda galian C.
“Karena Wae Reno berkontribusi terhadap kas daerah, maka persoalan yang dialami oleh pemilik lahan pasir mesti mendapat perhatian dari pemerintah. Pemerintah daerah harus hadir dalam masalah ini jangan malah nonton saja,” ujar Adi ditemui Selasa, 29 Agustus 2017.
Adi yang juga dikenal sebagai seorang kontraktor menilai, penutupan lokasi gali pasir Wae Reno oleh polisi merupakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan banyak pihak termasuk pengusaha jasa konstruksi sebagai mitra pemerintah dalam membangun daerah.Terang saja, kata dia, penutupan lokasi gali pasir seperti di Wae Reno, Lengkas, Weol di Manggarai serta pasir Bondo Manggarai Timur merugikan masyarakat dan mengancam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah di dua wilayah itu.
“ Mau ambil pasir di tempat lain tidak bisa karena hanya Wae Reno yang ditetapkan sebagai pusat kuari. Berani ambil di luar Wae Reno siap masuk penjara,” cetusnya.
Adi Tampo sendiri mengaku telah menandatangi kontrak pengerjaan Lapen (lapisan penterasi) dengan Dinas PU Manggarai pada 14 Agustus 2017 lalu. Namun saat dia memulai pendropingan material, lokasi Wa Reno keburu ditutup polisi. Apes menimpa dia, dua unit mesin penghancur batu (stone crusher) miliknya yang beroperasi di Wae Reno turut diamankan polisi. Satu unit eksavator milik kakak Adi juga disita polisi.
Ia mengaku, hingga kini pengerjaan aspal di lokasi proyek miliknya di Kecamatan Wae Ri’i belum bisa dimulai . Dikatakan Adi tampo, kontraktor bisa saja mendapat addendum atau tambahan waktu pengerjaan proyek lantaran penutupan kuari namun jika Wae Reno baru dibuka pada musim hujan nanti maka bisa berdampak pada mutu pekerjaan kalau dilaksanakan pada musim hujan.
“Batu saja belum digiling. Mesin giling batu telah diparkir di Polres bersama truk saya. Kalau begini situasinya, kapan baru droping material,” tambahnya bernada kesal. (js)