Muku Ca Pu’u Néka woléng Curup Téu Ca Ambo Néka Woléng Lako. Apa Maksudnya?

 

Feliks Hatam

Sebuah Refleksi sosiologis)*

Oleh : Feliks Hatam

Floressmart.com—Fungsi bahasa yang adalah alat komunikasi, begitupun bahasa Manggarai. Bahasa Manggarai yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah pepatah dan atau ungkapan (go’ét). Goét muku ca pu’u néka woléng curup téu ca ambo néka woléng lako sebagai produk budaya Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu bukti sejarah tentang tingginya kecintaan para leluhur akan hidup yang solid, adil dan damai.

Baca juga  Merangkul Bumi (Persembahan untuk Peringatan Hari Bumi, 22 April)

Selain itu, goét tersebut meningatkan generasi sekarang akan tertipnya para leluhur dalam membangun kehidupan bersama. Ketertiban tersebut berlandaskan pada pedoman-pedoman adat atau budaya. Pedoman-pedoman tersebut dirumuskan dalam beragam goét. Maka dengan demikian, goét dapat pula dikatakan sebagai norma.

Tingginya kesadaran untuk membangun kehidupan bersama yang nyaman berawal dari sikap saling peduli akan situasi atau persoalan yang merong-rong persatuan. Sebab persatuan dengan sesama adalah realitas sosial yang saling berelasi antar anggotanya dan bertanggungjawab dalam mencapai harapan bersama, karena itu relasi sosial yang harmonis ditata dan digerakkan dari akar rumput (Prior, 1993:138-139).

Baca juga  Bocah Penakluk Gunung

Hal ini telah ditunjukkan secara menarik oleh para pendahulu, yang dikenal dengan semangat lonto léok (duduk melingkar, duduk dengan posisi kaki bersila). Lonto léok sebagai ruang untuk menyelesaikan persoalan sosial secara adil. Keputusan diambil dengan memerhatikakan asal demokratis demi terciptanya persatuan yang solid. Sekarang lonto léok dapat (mungkin) disamakan dengan musyawarah-mufakat. Dengan demikian setiap persoalan yang melilit antar angota masyarakat tidak diputuskan secara sepihak.

Baca juga  Belajar dari Anggota Tubuh Membangun Iklim Sosio-Harmonis (Interprestasi Kontekstual IKOR: 12: 12-31)
Tag: