Tak Kunjung Jadi Tersangka OTT, Iptu Aldo Febrianto Ditafsir Memiliki Posisi Tawar

Iptu Aldo Febrianto

Floressmart—Alotnya penetapan status tersangka terhadap Iptu Aldo Febrianto, mantan Kasat Reskrim Polres Manggarai, terkait OTT oleh Propam Polda NTT karena diduga melakukan pemerasan terhadap seorang Kontraktor Yustinus Mahu, bisa ditafsirkan negatif oleh publik.

Iptu Aldo Febrianto bisa saja dinilai memiliki posisi tawar (bargaining position) yang cukup kuat dan tidak adanya semangat pemberantasan korupsi di internal Polda NTT. Publik juga bisa menafsirkan bahwa di internal Polda NTT masih berkembang semangat anti pemberantasan korupsi, sehingga untuk menetapkan Aldo Febrianto sebagai tersangka diulur-ulur karena diwarnai tarik menarik kepentingan diantara elit Polda NTT.

“Ini yang menjadi dilema bagi Polda NTT, apakah memilih Menegakan Hukum dengan mengorbankan nama baik korps Polri atau memilih  menjaga nama baik korps Polri dan mengorbankan kepentingan Penegakan Hukum,”  kata Koordinator TPDI, Petrus Salestinus, Sabtu 16 Desember 2017.

Oleh karena itu, kata Petrus, Kapolda NTT Irjen Pol. Agung Sabar Santoso harus segera mengambil sikap tegas, dan memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang apa sesunghuhnya yag terjadi dengan alotnya penetapan status tersangka Iptu Aldo Febrianto yang terkena OTT tetapi belum jadi tersangka.

Selain dari pada itu, menurutnya, kasus Iptu Aldo Febrianto telah membuka mata publik bahwa jabatan strategis di internal Kepolisian Polda NTT syarat dengan KKN bahkan menjadi industri yang menjanjikan karena menjadi mesin uang untuk mengisi pundi-pundi Anggota Polisi di NTT.

“Apa yang terjadi dengan Kasat Reskrim Iptu Aldo Febrianto dan Kanit Tipikor Komang Suita di Polres Manggarai merupakan gambaran nyata betapa jabatan strategis di Kepolisian tingkat paling bawahpun tidak luput dari paraktek tidak terpuji yang mencoreng wajah Polri,” tambahnya.

Menurut Advokat Peradi ini, semangat pemberantasan korupsi telah kehilangan tempat bagi sebagian besar anggota Polri di NTT, terbukti dari gagalnya aparat Penegak Hukum di NTT memberantas Korupsi sehingga menjadikan NTT sebagai Provinsi terkorup.

“Ini jelas tindakan insubordinasi, karena membangkangi kebijakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan mengkhianati program Pemberantasan Pungli dan Korupsi dari Presiden Jokowi. Jika praktek korupsi di internal Polri terus dibiarkan maka cepat atau lambat Polri akan menjadi musuh rakyat karena sesungguhnya korupsi sudah menjadi musuh rakyat,” tandasnya.

Lebih lanjut Petrus mengatakan, praktek-praktek pemerasan, pungli dan korupsi terkait dengan jabatan strategis yang dipercaya oleh Pimpinan Polri di berbagai daerah terpencil di Indonesia termasuk di NTT, membuktikan bahwa sektor penegakan hukum yang korup menjadi penyebab utama suburnya korupsi di NTT.

Kata dia, institusi Polri di NTT patut diduga memiliki andil terbesar dalam menempatkan NTT sebagai Provinsi terkorup dengan minimnya pejabat daerah yang dipenjara karena korupsi.

“Oleh karena itu perlu ada tindakan “overhaul” secara total terhadap semua jabatan yang strategis di Polda NTT atau yang rawan KKN, seperti Kasat Reskrim dan Kanit Tipikor di seluruh Polres dalam wilayah hukum Polda NTT, sekaligus untuk memastikan bahwa di NTT tidak ada lagi parktek-praktek tidak terpuji yang menurunkan wibawa hukum, wibawa Institusi Polri dan wibawa Kepala Negara,” cetusnya. (js)

Tag: