Floressmart—Para tersangka penambang pasir ilegal Wae Reno di Desa Ranaka Kecamatan Wae Ri’i, masing-masing Lodovikus Dagus, Marselino Jelaha dan Wilem Todo melaporkan secara resmi mantan Kasat Reskrim Iptu Aldo Febrianto serta penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) ke Seksi Provos dan Paminal (Sipropam) Polres Manggarai, Rabu 24 Januari 2018.
Laporan itu terkait uang jaminan pengalihan penahanan, dari tahanan kepolisian menjadi tahanan kota. Masing-masing tersangka menyetor masing-masing Rp 10 juta rupiah sebelum mereka dibebaskan awal September 2017 lalu. Namun karena kasus ini telah P-21 maka para tersangka berpeluang untuk ditahan kembali. Makanya mereka meminta kembali uang jaminan penangguhan penahanan itu.
Tiga dari enam tersangka itu datang melapor didampingi Direktur LBH Manggarai Raya, Frans Ramli. Kepada wartawan Frans Ramli menerangkan, bantuan hukum tersebut diberikan secara cuma-cuma alias gratis dan tidak dibiayai oleh negara.
“Agar tahu saja, saya memberikan bantuan hukum pada saat perkara ini dilimpahkan ke Kejari Manggarai. Sebelumnya, para tersangka tersebut dibantu oleh penasihat hukum lainnya. Saya tidak tangani perkara ini saat proses penyelidikan/penyidikan di Polres Manggarai,” kata Ramli.
Seperti disaksikan,laporan paratersangka ini diterima anggota Provos, Brigadir Riman Panie dengan bukti Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STPL/02/I/2018 sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/02/I/2018/PROPAM tanggal 24 Januari 2018.
Salah seorang tersangka Lodovikus Dagus mengaku, dirinyalah yang menyerahkan uang Rp 70 juta rupiah ke Iptu Aldo. Uang itu kata dia diserahkan langsung ke Iptu Aldo disaksikan Kanit serta dua orang penyidik.
“Saya yang serahkan uang itu ke pak Aldo di ruang Tipidter disaksikan Kanit pak Risbel Pandiangan, pak Sutikno dan pak Fridus. Saya sendiri bayar Rp 20 juta rupiah, sepuluh jutanya untuk tebus truks saya agar bisa keluar. Total dari kami enam orang waktu itu sebanyak Rp 70 juta rupiah,” urai Lodovikus seraya berkata, penyerahan uang itu juga disaksikan pengacara mereka.
“Nah karena kami akan ditahan lagi oleh jaksa maka kami ambil kembali uangnya. Kami sebelumnya pernah datang ke Kanit pak Risbel Pandiangan tapi tuntutan kami tak digubris makanya hari ini kami lapor resmi saja,” tambah Lodovikus.
Untuk diketahui, para tersangka sempat ditahan sehubungan dengan kasus dugaan tindak pidana melakukan penambangan mineral bukan logam dan batuan tanpa dilengkapi izin usaha pertambangan dan izin lingkungan sejak tanggal 18 Agustus 2017.
Uang Jaminan Penangguhan Penahanan?
Frans Ramli membenarkan bahwa tersangka mengaku pernah menyerahkan uang kepenyidik namun ia sendiri ragu apakah uang itu merupakan jaminan penangguhan penahanan atau bukan.
“Kalau mengacu pada pada ketentuan pasal 35 ayat 1 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP,maka uang jaminan penangguhan penahanan seharusnya disimpan di kepaniteraan pengadilan neger,” ungkapnya.
Menurut Ramli, uang jaminan penangguhan penahanan diatur Pasal 35 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP menyebutkan, “Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri”.
Ditambahkan Ramli, dalam ayat (2) PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP disebutkan, “Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara”. Sedangkan Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP mengatur tentang jaminan orang.
“Dalam hal jaminan itu adalah orang, menurut Pasal 36 Ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP disebutkan bahwa: tersangka atau terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan,” jelasnya.
Sementara dalam ayat (2) Pasal 36 menyebutkan, Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri. Dan dalam ayat (3) Pasal 36 menyebutkan,” Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri”.
“Tinggal dicek saja, jika benar para tersangka telah menyerahkan uang maka pertanyaan selanjutnya apakah uang tersebut disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri sesuai bunyi peraturan pemerintah tersebut atau tidak. Jika disimpan kepaniteraan pengadilan negeri maka itu merupakan uang jaminan penangguhan penahanan,”imbuhnya.
“Selain itu, dalam kasus ini para tersangka sangat kooperatif dan tidak melarikan diri. Karena itu, jika uang jaminan penangguhan penahanan tersebut disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri maka tidak perlu di setor ke kas negara dan tidak menjadi milik negara. Dengan kata lain harus dikembalikan. Namun sepengetahuan saya uang tersebut tidak disimpan sesuai ketentuan Pasal 35 dan 36 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Artinya tidak disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri,”paparnya menambahkan.
Menurut Frans Ramli, uang jaminan penangguhan penahanan yang tidak disetor ke kepaniteraan pengadilan negeri akan ada dampak hukum dan etiknya.
“Saya tidak perlu uraikan. Saya menghormati kewenangan Propam Polres Manggarai. Para tersangka sudah melaporkan hal tersebut. Kita tunggu saja hasil penyelidikan Propam Polres Manggarai,” tutup Ramli. (js)