Floressmart— Masa kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur dimulai pada 15 Februari dan berakhir pada 23 Juni 2018 tepatnya H-3 dari hari pencoblosan tanggal 27 Juni 2018.
Masa kampanye sejatinya merupakan momentum penting bagi masyarakat untuk mengenal visi misi serta program para kandidat peserta Pilkada. Namun sudah menjadi rahasia umum, Pilkada kerap dilacuri oleh politik uang bahkan isu SARA.
Untuk itu Panwaslu Kabupaten Manggarai menggelar deklarasi “Tolak politik uang dan menolak politisasi SARA” dengan tujuan untuk membangun kembali kesadaran dan komitmen semua pihak untuk menolak politik uang dan politisasi SARA (Suku, Agama,Ras dan Antar Golongan).
Bertempat di Lapangan Motang Rua Ruteng, Rabu 14 Februari 2017, acara deklarasi dihadiri oleh jajaran Panwas kabupaten, Panwas kecamatan, kelurahan dan desa. Seperti disaksikan, ratusan orang perangkat Panwaslu datang mengenakan pakayan adat Manggarai dilengkapi dengan rupa-rupa tulisan mengampanyekan Pilkada damai serta tolak politik uang dan politisasi SARA.
Hadir dalam acara ini Wakil Bupati Manggarai Viktor Madur, Sekertaris Daerah Manseltus Mitak, Komisioner KPU Manggarai, Kapolres Manggarai AKBP Cliffry Steani Lapian, Kasdim 1612 Manggarai, Mayor Inf Muhammad Yamin, tokoh agama dan sejumlah pimpinan Parpol.
Dalam sambutannya, Ketua Panwaslu Manggarai, Marselina Lorensia, mengatakan, politik uang dan eksploitasi isu SARA adalah dua hal utama yang merusak demokrasi di Indonesia. Hal ini menurutnya memerlukan perhatian serius dari pemerintah, penyelenggara Pemilu, partai politik, tokoh agama, tokoh pemuda kalangan kampus, media massa, masyarakat pemilih dan semua elemen bangsa lainnya.
“Kita sedang menghadapi tahun politik yakni Pilkada serentak 27 Juni 2018 dan Pemilu 2019. Maraknya politik uang dan politisasi isu suku, agama, ras dan antargolongan dalam proses kontestasi untuk memenangkan pemilihan dapat merusak kualitas Pilkada,” Kata Marselina dari atas panggung deklarasi.
Lebih lanjut ia mengatakan, politik uang selama ini merusak legitimasi demokrasi sedangkan politisasi SARA interaksi sosial melalui sentimen primordial yang mengoyak kenyamanan kebangsaan seperti yang terjadi di Pilkada DKI 2017 lalu.
“Belajar dari Pilkada DKI yang masih menyisakan noktah hitam bahwa perebutan kekuasaan politik dapat menghalalkan segala cara yang merusak demokrasi dan menggerogoti pilar-pilar NKRI,”
Dibagian lain sambutannya, Lorensia menyinggung penggunaan media sosial yang penuh dnegan ujaran kebencian dan dan ajang menebar terror melalui isu SARA.
“Kami menghimbau agar ujaran kebencian eksploitasi dan politisasi SARA kita hentikan untuk mewujudkan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yang damai dan berintegritas titik karena proses Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yang damai dan berintegritas menjadi jaminan bagi terbentuknya pemerintahan di Provinsi NTT yang legitimate bersih dan bebas korupsi,” tambahnya.
Acara ini ditutup dengan pembubuhan tanda tangandi atas sebuah banner Pilkada damai oleh seluruh elemen yan ghadir termasuk pers. (js)