
Foto yang dianggap melecehkan adat istiadat Manggarai. (Photo : Humas Protokol Kabupaten Manggarai).
Floressmart—Sebuah foto kunjungan Sekertaris Dirjen PDTU (Pengembangan Daerah Tertentu) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, Aisyah Gamawati dan rombongan pada hari Senin, 12 Maret 2018 ke kantor bupati Manggarai serentak viral oleh karena gambar tersebut dianggap merendahkan adat Manggarai.
Yang disoroti warganet adalah posisi petugas Kepok yang duduk beralaskan tikar, sedangkan para tamu, Bupati dan Wakil Bupati duduk di kursi. Belum lagi dalam foto tersebut, dua orang staf Gamawati tampak sedang berbincang saat ritus Kepok berlangsung. Kondisi seperti ini yang kemudian dianggap oleh banyak pihak sebagai bentuk tidak menghargai ritus adat.
Atas viralnya foto ini, Bupati Manggarai Deno Kamelus pun lekas menanggapi. Ia menjelaskan bahwa posisi duduk seperti itu tidak dimaksudkan untuk merendahkan adat istiadat Manggarai. Tata posisi demikian memang melekat dalam ritus Kepok sebab orang Manggarai sangat menghargai tamu.
Dijelaskan Deno Kamelus, bahwa orang-orang yang dilibatkan dalam kegiatan di ruang VIP Nuca Lale itu juga memahami kondisi dimaksud dan melakukan ritus itu sebagaimana biasanya ritus penerimaan tamu Tuak Curu dan Manuk Kapu.
“Kita sudah tanya pada mereka (Tua Adat, red) apakah hal tersebut (posisi duduk sebagaimana dalam foto) boleh atau dimungkinkan dalam Adat Manggarai. Mereka bilang bisa. Maka itu dilakukan,” Kata Bupati Deno Kamelus dalam siaran pers, Rabu malam 14 Maret 2018.
Ditambahkan Deno Kamelus, ritus adat yang sudah biasa dilakoni di Kantor Bupati dilaksanakan tidak atas keputusan Pemda semata tapi berdasarkan restu sejumlah tokoh adat di daerah itu apalagi, kantor bupati telah dinobatkan menjadi Gendang Mese bagi seluruh rakyat Manggarai.
“Mengapa itu dilakukan di Aula Nuca Lale, kita ingin menunjukkan kepada tamu bahwa orang Manggarai sangat menghargai tamu,” tambahnya.
Untuk diketahui, Aula Nuca Lale didesain mirip seperti Mbaru Gendang, lengkap dengan Siri Bongkok dan artefak kebudayaan; dimaksudkan untuk memudahkan pemberian penjelasan kepada para tamu tentang rumah adat Manggarai. Ruangan ini selalu dipakai untuk menerima para tamu daerah.
Menanggapi protes warganet terkait posisi seperti dalam foto yang dianggap melecehkan itu, bupati Deno Kamelus berjanji akan memperbaiki posisi duduk saat adak Kapu dilaksanakan.
“Saya dan wakil bupati sampaikan terima kasih untuk kritikan dan saran karena kecintaan kita bersama akan budaya Manggarai demi perbaikan ke depan. Asal semangatnya budaya Manggarai bukan karena hal lain,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Victor Madur menjelaskan, bahwa pelaksanaan ritus adat “Tuak Curu” dan “Manuk Kapu” yang melibatkan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai atau tamu dilakukan dalam posisi seperti di dalam foto yang menjadi viral itu.
“Kita lihat situasi dan kondisinya. Di Aula Nuca Lale memang akhirnya dilakukan seperti itu karena desain ruangannya. Tua Adat juga menyetujuinya. Di tempat lain, pada acara lain, posisinya lain. Poinnya adalah pada nilai inti acara tetap dalam semangat budaya Manggarai,” Terang Wabup Victor.
Penjelasan Humas Protokol
Tim Humaspro Setda Manggarai telah menemui Tua Golo Tenda, Agustinus P. Baruk tak lama setelah foto itu beredar di jagat maya. Dalam penjelasannya, Tua Golo Tenda berkata bahwa posisi tamu pada ritus “Tuak Curu” dan “Manuk Kapu” sesungguhnya fleksibel.
“Tamu duduk di kursi itu sudah biasa karena kita tidak menerima dia di rumah adat tetapi di kantor. Apa yang dilakukan selama ini tidak ada masalah. Yang paling penting Bupati menjelaskan kepada tamu tentang ritual itu,” Kata Kepala Bagian Humas Protokol, Edy Djarut Kepada Floressmart.com mengutip penjelasan Tua Adat Tenda Agustinus P Baruk.
Sebagaiaman dijelaskan Tu’a Golo Tenda, Kabag Edy Djarut pun memastikan bahwa apa yang dilakukan bupati dan jajarannya selama ini yakni menerima tamu dengan cara seperti itu tak ada salahnya. Sebab bupati atau pejabat yang ditugaskan selalu menjelaskan kepada tamu makna acara tersebut.
“Tu’a Golo Tenda mengatakan begitu, tidak ada yang salah. Beda nuansanya saja. Jika tamu diterima di rumah adat maka tamu juga bisa menggunakan kain adat (songke). Tapi karena ritus penyambutan dilaksanakan di ruang VIP maka situasinya mengikuti situasi dan kondisi saja,” urai Edy Djarut berdasarkan penjelasan Agustinus P Baruk.
Terkait posisi tamu dalam gambar yang oleh sebagian warganet dianggap tidak menghargai ritus adat (karena dianggap sedang “main hape”), juga dibantah oleh pihak kehumasan Pemda.
Dikatakan Kabag Edy Djarut, sesungguhnya tamu tersebut sedang mendokumentasikan ritus adat yang baru pertama kali mereka saksikan. Hal ini disampaikan juga oleh Sekjen PDTU dalam sambutannya, sebagaimana terdokumentasi dalam video milik Humas dan Protokol Setda Kabupaten Manggarai.
Untuk diketahui, dalam setiap ritus penerimaan tamu secara adat Manggarai di Aula Nuca Lale, Bupati dan Wakil Bupati Manggarai selalu menyampaikan penjelasan terkait makna dan tata cara ritus tersebut di Manggarai. Dalam berbagai kesempatan, kepada para tamu dijelaskan bahwa Tuak Bakok (tuak putih) di dalam Robo (kendi), dan ayam putih melambangkan ketulusan dan kegembiraan dari pemerintah dan masyarakat Manggarai atas kehadiran tamu di wilayah ini. Sedangkan topi dan selendang menandakan bahwa para tamu telah menjadi bagian dari orang Manggarai. (js)