Floressmart—Penembak almarhum Ferdinandus Taruk, warga Kelurahan Karot Kecamatan Langke Rembong ternyata seorang anggota Polri. Tersangka VD yang diekspos ke media akhir Juli lalu adalah Brigadir Polisi Dua (Bripda) Vinsensius Pontianus Dhae (24) bertugas di unit Sabhara Polres Manggarai.
“Tersangka VD diamankan saat sedang tugas Pam (pengamanan) di kantor KPUD Manggarai Timur. Ia ditahan sejak 3 Agustus lalu,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Manggarai, Ajun Komisaris Polisi Wira Satria Yudha, Selasa 14 Agustus 2018.
Penyidik menetapkan VD sebagai tersangka berdasarkan jejak forensik senjata laras panjang jenis SS1-V2 yang dibawa tersangka saat mengamankan obyek vital di PT Inti Harum Sentosa pada Selasa malam 27 Maret 2018 ditambah data balistik proyektil yang diangkat dari dalam batok kepala korban.
Bukti pendukung yang memperkuat penyidik berani menetapkan Bripda Vinsensius yakni keterangan dua orang petugas sekuriti PT Inti Harum Sentosa yang menyebut bahwa pada tengah malam (27/3) mereka mendengar suara tembakan di dalam lingkungan PT IHS yang menurut tersangka bahwa ia baru saja tes senjata.
Namun di pihak Brigadir Vinsensius Pontianus Dhae, polisi justru dinilai salah menetapkan dirinya sebagai tersangka. Dia kemudian menggugat Polres Manggarai melalui upaya praperadilan yang telah bergulir di Pengadilan Negeri Ruteng.
“Sudah dua kali sidang, pertama pada Senin kemarin dengan agenda pembacaan permohonan pemohon dan tanggapan dari termohon yakni pihak Polres Manggarai. Dan hari ini sidang dengan agenda replik atas tanggapan termohon,” kata kuasa hukum pemohon Toding Manggasa dihubungi Selasa 14 Agustus 2018.
Menurut Toding Manggasa, alih-alih dianggap sebai pembunuh, kliennya tegas membantah melakukan tes senjata pada tengah malam 27 Maret 2018. Yang benar menurut versi pemohon sebagaimana disampaikan Toding adalah tersangka pernah menembakkan satu butir peluru ke udara pada malam hari 2 April 2018 saat sedang tugas malam di PT Inti Harum Sentosa yang beralamat di Redong Kelurahan Wali.
“Sekuriti pun tidak melihat langsung tersangka saat mengetes senjata karena dua orang sekuriti itu mendengar suara tembakan dari dalam pos jaga. Itu di tanggal 1 atau 2 April. Sehingga yang tau arah tembakan hanya tersangka sendiri. Tapi kan soal tes senjata tidak ditanyakan dalam BAP tersangka,” terang Manggasa.
Lebih lanjut Manggasa menjelaskan, jika membayangkan proses bagaimana peluru itu “terbang” lebih dari satu kilometer jarak dari Redong menuju Sondeng Kelurahan Karot tentu tidak bisa diterima logika . Belum lagi, kata dia, selama meluncur ke Sondeng Karot peluru mesti melewati banyak rintangan, baik pohon, bangunan maupun grafitasi namun di saat mau dekat dengan korban peluru menyetel dirinya terbang rendah untuk menembus tengkorak korban melalui bagian dahi.
Ia juga mempertanyakan hitungan komparasi jarak tembak ulang versi balistik dengan jarak tempuh peluru sejauh 1,1 kilometer dari Redong ke Karot sementara jarak tembak efektif untuk senjata serbu SS1-V2 yakni 400-500 meter saja.
“Serba tidak masuk diakal. Kalau tembakan itu arahnya ke atas maka pada jarak tertentu kekuatan peluru melemah sehingga efek merusaknya hilang dan jatuh seperti batu kecil. Jika pun dalam dimensi Ferdi peluru itu mestinya jatuh mengenai bagian atas kepala bukan datang dari samping seperti yang terjadi pada korban,” cetusnya.
Dari pihak pemohon sendiri, kata Manggasa, akan menghadirkan ahli persenjataan. Namun keganjilan bukti dan fakta lapangan yang disajikan penyidik membuat Toding Manggasa optimis kliennya memang tidak bersalah. (js)