Ayo Indonesia dan Pemda Manggarai Tekan Angka Stunting

Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai,Si Ketut Suastika menyajikan materi tentang gizi. (Photo : floressmart)

Floressmart– Masalah kurang gizi kronis penyebab Stunting pada bayi menjadi masalah serius di Kabupaten Manggarai NTT.

Angka stunting  di kabupaten yang berpenduduk 324,014 jiwa pada tahun 2017 ini tergolong tinggi bahkan melapaui angka stunting tingkat Provinsi NTT.

Hasil survey Dewan Ketahanan Pangan Propinsi NTT tahun 2015,angka stunting di Kabupaten Manggarai mencapai 58%, berada di atas angka stunting NTT 52%.

Untuk menekan angka stunting mencapai angka 48% pada tahun 2021, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam RPJMD Kabupaten Manggarai ,tentu memerlukan keterlibatan multi pihak.

Yayasan Ayo Indonesia,salah satu lembaga yang sangat konsen memperhatikan masalah stunting di Manggarai telah mengandeng banyak pihak itu untuk memerangi penyakit kekerdilan pada bayi (stunting).

Salah satu kegiatan yang kini tengah dilakukan lembaga ini yakni melatih aktor-aktor kunci pangan dan gizi tingkat desa untuk intervensi stunting. Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari, sejak Senin (27/8/2018) hinga Rabu (29/8/2018).

Baca juga  Gempur Stunting di Manggarai, Rekomendasi HPS ke 38

Kepala Desa,Ketua BPD,PKK dan kader-kader Posyandu dari tiga wilayah desa di Kabupaten Manggarai menjadi peserta pelatihan yang berlangsung di Aula Efata Ruteng tersebut.

Dalam pelatihan ini,Ayo Indonesia juga menjalin kerja sama dengan Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai. Kerjasama ini juga merupakan rangkaian kerjasama dari kegiatan terkait sebelumnya.

Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Manggarai,Si Ketut Suastika dalam sambutannya saat membuka pelatihan ini menyambut gembira inisiatif dari Yayasan Ayo Indonesia tersebut.

Ketut berharap dengan kegiatan ini dapat menghasilkan kader-kader sebagai aktor kunci pangan dan gizi guna memerangi stunting,khususnya di tiga desa sample yang sudah disepakati.

Menurut Asisten III Setda Manggarai ini,jika merujuk pada survey dewan ketahan pangan NTT,tentang angka stunting di Manggarai memang mengejutkan.

Baca juga  Pemerintah Polandia Ikut Memerangi Stunting di Manggarai

“Dapat dimengerti,karena selama ini indikator bayi sehat masih berpusat pada berat badan bayi.Merujuk pada indikator itu,tidak banyak terdengar kasus bayi kurang gizi.Padahal ada indikator lain yang dipakai untuk melihat situasi stunting ini yakni mengukur panjang bayi dan membandingkan dengan usia,”kata Ketut.

Membaca hasil survey Dewan Ketahanan Pangan NTT,lanjut Ketut,mau tidak mau harus menghubungkannya dengan pola konsumsi pangan yang belum mengacu pada prinsip B2SA atau Beragam,Bergizi,Seimbang dan Aman.

Perhatian pada aspek diversifikasi pangan masih diabaikan dan beras tetap dianggap sebagai bahan pangan yang paling utama.

Pola konsumsi yang masih bergantung pada beras,kata Ketut,dapat dipandang sebagai ancaman serius.

“Paling tidak ada dua alasan pendukung pernyataan ini.Pertama,lahan persawahan kita semakin sempit karena pertumbuhan penduduk dan pemekaran wilayah pemukiman.Kedua,perubahan iklim globak berdampak pada meningkatnya persoalan bencana alam,hama penyakit dan lain sebagainya,”urainya.

Kepada para peserta pelatihan Ketut  meminta untuk bekerja sama memerangi stunting dan membangkitkan kesadaran masyarakat terkait persoalan gizi.

Baca juga  Gubernur Laiskodat Gandeng Lembaga Agama Atasi Stunting di NTT

Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan ia lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya. Banyak yang tak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah pertumbuhan si kecil. Apalagi, jika stunting dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun. Hal ini harus segera ditangani dengan segera dan tepat. Pasalnya stunting adalah kejadian yang tak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi.

Jika tidak ditangani dengan baik maka akan memengaruhi pertumbuhannya hingga ia dewasa nanti, tidak cuma dampak fisik saja. Berikut adalah risiko yang dialami oleh anak pendek atau stunting di kemudian hari,seperti; kesulitan belajar, kemampuan kognitifnya lemah, mudah lelah dan tak lincah dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya, risiko untuk terserang penyakit infeksi lebih tinggi, risiko mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, kanker, dan lain-lain) di usia dewasa. (js)

Tag: