Tahun 2018, Stunting di Manggarai Tak Lebih dari 15 Persen

Krepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, Yulianus Weng. (Photo : floressmart, Senin 10 September 2018).

Floressmart- Untuk mendapatkan angka yang akurat terkait prevalensi stunting, Pemerintah Kabupaten Manggarai pada tahun 2018 ini mendata ulang balita yang lahir tahun 2013 hingga tahun 2018.

Ini sebagai tindak lanjut pengujian stunting versi Kementerian Kesehatan tahun 2013. Petugas bekerja dari pintu ke pintu (door to door) untuk mengukur  tinggi badan balita 0-5 tahun sekaligus monitoring status gizi bayi. Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan Mei 2018 dan melibatkan petugas Puskesmas, Pustu serta kader Posyandu di setiap desa dan kelurahan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai, Yulianus Weng mengatakan, hingga pekan kedua September 2018 petugas menemukan balita stunting sebanyak 2.970 orang atau sebesar 12,79 persen dari 26.200 bayi yang diukur ulang tinggi badannya. Dari jumlah itu terdapat balita pendek sebanyak 13.304 orang dan sangat pendek berjumlah 775 balita.

Meski belum final, namun Kadis Weng optimis pendataan balita stunting  berdasarkan pengukuran tinggi badan dan status gizi hasilnya tidak akan lebih dari 15 persen apalagi pendataan stunting tersisa 20 persen saja dari total balita dalam daftar sebanyak 29.170 balita.

Baca juga  Ayo Indonesia : Kader Posyandu Garda Terdepan Lawan Stunting

“Pendataan sudah 80 persen. Angka sementara kita mendapatkan stunting hanya 12,79 persen. Saya optimis pendataan balita yang tersisa 20 persen lagi tidak lebih dari 3 persen. Artinya angka real stunting kita tahun 2018 ini hanya 15 persen,” ujar Yulianus Weng ditemui di kantornya, Senin 10 September 2018.

Angka ini lanjut Weng, berada jauh dibawah target Pemkab Manggarai menekan stunting yakni 48 persen hingga tahun 2021. Fakta 12,79 perseni ini imbuh Weng, bisa dibilang jomplang dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang menyebut kasus stunting Kabupaten Manggarai berada pada angka 58 persen.

“Saya memang dari awal ragu dengan angka Riskesdas maupun angka yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi. Angka stunting 38 persen itu sangat kontras dengan kondisi alam kita, Manggarai ini daerah pertanian yang subur maka seharusnya asumsi gizinya juga baik,” cetusnya.

Baca juga  Gubernur Laiskodat Gandeng Lembaga Agama Atasi Stunting di NTT

Lebih lanjut dikatakan Weng, angka ini otomatis mempercepat upaya menekan angka stunting di Manggarai. Meski begitu, stunting kata Weng tetap merupakan ancaman serius bagi kualitas hidup masyarakat Manggarai.

Tiga desa dapat bantuan Kemenkes

Kadis Yulianus Weng memastikan, setiap desa di Kabupaten Manggarai terdapat stunting. Namun angkanya bervariasi. Data sementara menunjukkan, Kecamatan Reo merupakan kecamatan dengan angka stunting tertinggi berdasarkan data sementara yakni 23 persen sementara angka terkecil terdapat di Puskesmas Langke Majok 2 persen.

Kabar baiknya, pemerintah pusat pun ikut andil menekan angka stunting di Manggarai. Tahun ini kata dia, Kementerian Kesehatan memberi bantuan kepada tiga desa dengan skala stunting tinggi, yakni Desa Renda di Kecamatan Satar Mese, Desa Nggalak Reok Barat serta Desa Watu Baur Kecamatan Reok.

“Dirjen Kesehatan Masyarakat  Kementerian Kesehetan memberi bantuan untuk tiga desa itu masing-masing Rp100juta rupiah Renda di Satar Mese, Watu Baur Kecamatan Reok, Nggalak Reo Barat. Masing-masing mendapat Rp100juta rupiah untuk program pengurangan stunting,” katanya.

Baca juga  Posyandu Terhenti Karena Corona, Apa Kabar Stunting

Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan ia lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya. Banyak yang tak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah pertumbuhan si kecil. Apalagi, jika stunting dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun. Hal ini harus segera ditangani dengan segera dan tepat. Pasalnya stunting adalah kejadian yang tak bisa dikembalikan seperti semula jika sudah terjadi.

Jika tidak ditangani dengan baik maka akan memengaruhi pertumbuhannya hingga ia dewasa nanti, tidak cuma dampak fisik saja. Berikut adalah risiko yang dialami oleh anak pendek atau stunting di kemudian hari,seperti; kesulitan belajar, kemampuan kognitifnya lemah, mudah lelah dan tak lincah dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya, risiko untuk terserang penyakit infeksi lebih tinggi, risiko mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, kanker, dan lain-lain) di usia dewasa. (js)

Tag: