Floressmart—Alih-alih menetapkan tersangka, Kejaksaan Negeri Manggarai justru ancang-ancang menghentikan penyidikan dugaan korupsi pembangunan Gedung Pasar Rakyat Ruteng.
Penyidikan kasus ini berubah arah setelah Kajari Manggarai Sukoco menerbitkan Sprindik baru menggantikan Sprindik yang diteken Kajari Agus Riyatno sebelumnya. Sprindik Sukoco ini diterbitkan bulan Juli 2018 persis setelah ia menyampaikan ke media bahwa pihaknya segera menetapkan tersangka.
Bermodalkan Sprindik tersebut, tim penyidik yang dibentuk Sukoco langsung pada sasaran mencari besaran kerugian Negara proyek tersebut walaupun harus menganulir hasil hitung yang dilakukan tim ahli dari Universitas Flores yang dipakai tim penyidik sebelumnya.
Penyidik yang baru dibentuk kemudian memohon ke Politeknik Kupang supaya mengirim ahli ke Ruteng untuk memeriksa volume dan kualitas bangunan yang telah dikerjakan oleh PT. Tiga Putra Sejati Mandiri.
“Pada 6 Juli 2018 kita minta ke Poltek melalui surat resmi untuk menurunkan ahli untuk menghitung volume yang terpasang atau yang belum yang lebih atau yang kurang. Tim itu turun pada 3 Agustus 2018,” kata Kasi Pemeriksa Yanto Musa saat audiensi dengan puluhan mahasiswa PMKRI, Jumat (30/11).
Mendampingi Kajari Sukoco, Yanto Musa ke mahasiswa menjelaskan, hasil pemeriksaan fisik bangunan oleh ahli konstruksi Poltek Kupang membuat temuan bukan lagi ratusan juta namun turun jauh menjadi puluhan juta.
Disampaikan Musa, laporan Politeknik Kupang turun bulan September 2018 dengan kesimpulan bahwa bangunan tersebut selesai dengan keadaan 99,07 persen. Kurang hanya 0,93 persen dengan konversi kerugian hanya sebesar Rp 57 juta rupiah dari nilai kontrak Rp 6.903 miliar rupiah.
“Sekarang pertanyaannya apakah bisa diajukan ke penuntutan, jawabannya bisa saja diajukan ke penuntutan, hanya persoalan sekarang apakah ini signifikan, apakah wajar misalnya anggaran Rp 6,9 ini diajukan ke persidangan dengan kerugian cuma Rp 57 juta,”
“Sekarang pertanyaan kalau misalnya ini kita ajukan ke persidangan pertama biaya pasti sangat besar karena kita harus menghadirkan saksi membawa ahlinya ke sana (PN Tipikor Kupang) semua orang orang terkait kita bawa ke sana, sekarang pertanyaannya apakah sebanding antara biaya yang dikeluarkan oleh negara kemudian kerugian yang ditimbulkan hanya Rp 57 juta rupiah,” demikian Musa bertanya lagi ke mahasiswa.
Yanto Musa menambahkan, temuan sebesar Rp 57 juta rupiah juga telah ditindaklanjuti dengan pengembalian ke kas daerah tanggal 30 Oktober 2018.
Disebut Musa, alasan penyidik mengganti ahli karena dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Kantor Inspektorat Manggarai Timur, ahli dari Uniflor tidak bisa mempertanggungjawabkan temuan mereka pada persidangan di Pengadilan Tipikor Kupang.
“Makanya kemarin itu kita sampaikan kepemimpinan kalau bisa review lagi kerugian dan kita minta ahli yang betul-betul bonafit dan bisa dipertanggungjawabkan. Ketika dinaikkan ke penuntutan itu bisa dipertanggungjawabkan di persidangan,” katanya.
Ketua Presidium PMKRI Manggarai, Servas Jemorang dalam kesempatan itu mengatakan bahwa menghadirkan dua tim ahli untuk satu objek yang sama oleh lembaga yang sama bisa memunculkan spekulasi.
Menurut Servas Jemorang, sikap penyidik yang mengabaikan hasil hitung tim ahli dari Uniflor tapi memilih ahli yang terkesan lebih akrab bisa dipandang sebagai sebuah permainan. Sebab menurut Servas, hasil audit tim ahli Uniflor selama ini terbukti menyeret para pelaku kejahatan korupsi ke penjara.
“Itulah kenapa kami harus tanya tadi seperti apa hasil uji fisik tim ahli pertama dan berapa jumlah temuannya supaya bisa disandingkan dengan uji laboratorium kedua. Jangan sampai ini bentuk-bentuk mainan supaya tim ahli pertama sengaja dianggap tidak bisa mempertanggungjawabkan semua temuannya di persidangan,” ucap Servas Jemorang seraya menanyakan jumlah kerugian hasil hitung Uniflor.
Jika kasus ini benar-benar dihentikan, PMKRI mendesak Kajari Sukoco untuk mundur dari jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai karena telah mencederai marwah pemberantasan korupsi yang sebenarnya.
“Kalau takarannya adalah jumlah kerugian Negara pada sebuah kasus korupsi sebaiknya bapak mundur. Akhirnya nanti orang ramai-ramai melakukan korupsi asalkan kerugianya cukup 50 jutaan saja,” sindir Jemorang.
Ketua PMKRI Manggarai ini juga menganggap Kajari Sukoco dan penyidik di Kejaksaan Manggarai telah mendesain hoax secara bersama-sama.
“Inikan berawal dari pernyataan pihak kejaksaan sendiri bahwa kasus ini masuk ke tahap penyidikan sejak Oktober 2017. Bagi kita yang awam ini beranggapan bahwa kalau sudah penyidikan berarti sudah ada tersangka. Dan belum lama ini Kajari bilang akan umumkan tersangkanya tapi nyatanya status kasus ini sampai akhir 2018 masih sama. Kajari Manggarai benar-benar memberi kabar bohong ke publik,”tukas Jemorang.
Sementara itu Kajari Sukoco menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya agar membuat terang suatu perkara dengan cara mencari kerugiaan Negara sehingga bisa menemukan siapa tersangkanya.
Namun meskipun dalam posisi sudah jelas kerugian negaranya , Kajari Sukoco masih butuh waktu untuk melakukan evaluasi apakah kasus ini dihentikan atau dilanjutkan ke persidangan.
“Kita akan evaluasi perbedaan perhitungan antara Uniflor dan Poltek ya. Kita evaluasi semua. Ya karena kerugiannya kecil itu bisa dihentikan daripada kita menggantung saja tapi itu tunggu surat dari kita apakah dihentikan atau akan diteruskan,” ujarnya.
Usai dengan PMKRI, Sukoco kepada wartawan membantah tudingan skenario dibalik berkurangnya jumlah kerugian Negara dalam proyek pembangunan pasar rakyat Ruteng.
Ia juga membantah isu yang menyebut pihaknya telah diintervensi oleh pihak tertentu. Kabar adanya intervensi kasus ini oleh seorang politisi di senayan sempat berembus namun isu tersebut lenyap setelah Kajari Agus Riyatno pindah tugas. (js)