
Sosialisasi Kerjasama Pengembangan Pengawasan Partisipasif Pemilu Tahun 2019 yang digelar Bawaslu Manggarai Sabtu 15 Desember 2018. (Photo : floressmart).
Floressmart—Isu politik uang menjadi salah satu tema hangat yang diangkat dalam Sosialisasi Kerjasama Pengembangan Pengawasan Partisipasif Pemilu Tahun 2019 yang digelar Bawaslu Manggarai Sabtu 15 Desember 2018. Kegiatan yang dilangsungkan di salah satu ruang pertemuan Efata Ruteng ini dihadiri belasan Wartawan yang bertugas di Manggarai, Mahasiswa PMKRI dan GMNI serta unsur intelijen TNI dan Polri.
Dari penjelasan yang disampaikan komisioner Bawaslu begitu nyata kelemahan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam hal memberantas praktik politik uang. Padahal dalam UU ini terdapat sejumlah pasal khusus mengatur politik uang antara lain Pasal 278, 280, 284, 515 dan 523.
“Dapat dikatakan UU Pilkada No 10 Tahun 2016 lebih progresif ketimbang UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” kata Alfan Manah, Komisioner Bawaslu Manggarai yang membawahi Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran di Efata Ruteng, Sabtu 15 Desember 2018.
Parahnya lagi, meski memiliki 77 pasal pidana pemilu namun dalam UU Pemilu subyek hukum bisa lolos dari jerat hukum karena dalam UU Pemilu, subyek hukum pemberi uang bisa dilihat dari tahapan-tahapan: kampanye, masa tenang, dan saat pemungutan suara. Begitu juga dengan besaran hukuman bervariasi mulai dari sanksi pidana 3-4 tahun hingga denda Rp36-48 juta.
Pada tahap kampanye, sebut Alfan, subyek pemberi uang yang diatur UU Pemilu hanya pelaksana, peserta, atau tim kampanye. Sementara subyek pemberi diatur lebih luas menjadi “setiap orang” baru berlaku pada hari pemungutan suara.
“Yang dilarang membagikan uang dan barang pada masa kampanye hanya peserta Pemilu dan tim sukses yang terdaftar di KPU. Ketika bukan tim resmi yang membagi-bagikan uang pada masa kampanye tidak bisa dipidana. Sementara subjek hukum ‘setiap orang’ baru berlaku pada hari pemungutan suara sehingga para pelakunya bisa dipidana dengan ancaman 4 tahun penjara,” katanya.
Probrem UU Pemilu menurut Alfan membuat para Caleg leluasa memainkan politik uang apalagi dalam konteks Pemilu 17 April 2019 masyarakat cenderung terfokus terhadap Pileg dibanding Pileg.
“Celahnya ini banyak tapi jangan kemudian itu dimanfaatkan oleh Caleg dan tim suksesnya untuk membeli suara. Selain unsur ‘setiap orangnya’ tetap kita kejar yakni Calegnya,” lanjut Alfan Manah sambil menyatakan Bawaslu Manggarai terus mengaktifkan fungsi-fungsi pengawasan hingga ke kampung-kampung.
Salah satu langkah yang diambil untuk mengatasi keterbatasan aturan yang ada dalam UU Pemilu cetus Alfan yakni mendorong pengawasan partisipasi masyarakat menjadi gerakan bersama tolak politik uang.
Ia pun menghimbau agar masyarakat berani menjadi saksi dan membuat laporan ke Bawaslu Manggarai bila melihat langsung atau mengetahui adanya praktik politik uang yang terjadi di lingkungan masing-masing.
“Apabila mengetahui dan melihat langsung pelanggaran Pemilu supaya datang melapor ke Bawaslu. Prinsipnya buat laporan resmi karena untuk menjerat pelaku harus memenuhi syarat formil dan materil. Kalau tidak bersifat laporan resmi, keluarnya paling sanksi administrasi berupa teguran,’’
“Jangan sampai laporan diajukan lebih dari 7 hari dari saat ia melihat praktik bagi-bagi uang awas kadaluarsa. Setiap laporan yang masuk kita langsung dikaji dalam 1×24 jam untuk menguji apakah unsur formil dan materilnya terpenuhi. Kalau belum kita kasih waktu untuk lengkapi. Laporan yang memenuhi syarat formil materil akan direkomendasikan untuk diproses secara pidana di Sentra Gakumdu,” urainya (js).