Floressmart- Tiba di Kampung Golo Tango Desa Benteng Wunis Kecamatan Poco Ranaka Timur,Minggu sekitar pukul 15.00 WITA, tim dari Polres Manggarai yang terdiri dari unit Identifikasi, penyidik satuan Reskrim serta anggota Intelkam langsung melakukan olah TKP dipimpin KBO Reskrim, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Tony Ndapa.
Di dalam rumah milik Lasarus Hamin yang juga merupakan anak korban, polisi menemukan tubuh Benedita Sil (50) tergeletak dengan kepala hancur. Di dekat korban terdapat kayu balok sepanjang 40 cm diamankan sebagai barang bukti. Polisi kemudian meringkus pelaku Hendrikus Moyo yang sebelumnya telah diamankan di rumah kepala desa.
Selanjutnya polisi mengevakuasi jenazah korban ke Puskesmas Watunggong untuk kepentingan Visum Et Repertum. Setelah itu pelaku Hendrikus Mogol digelandang ke Mapolres Manggarai dan tiba pada Minggu malam.
Seperti disaksikan, saat diinterogasi polisi, pemuda 19 tahun yang merupakan anak ke enam pasangan Fransiskus Haji dan Benedita Sil ini berbicara ngelantur. Namun ia mengaku nekat membunuh ibunya karena disuruh oleh mahluk gaib seorang perempuan tua.
“Saya tidak tau siapa itu. Nenek tua yang suruh , ya saya hantam sudah pakai kayu dan aki (accu) bekas,” tutur pemuda tanggung yang biasa dipanggi Moyo ini.
Pelaku juga mengaku bahwa peristiwa itu bermula ketika dua keponakannya yang tidur bersamanya berubah menjadi kucing dan anjing.
“Saya cekik mereka karena berubah menjadi anjing dan kucing. Saya juga jengkel banyak suara memanggil saya sebagai siluman ular,” katanya.
Lantaran keterangannya tidak masuk akal, penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Manggarai yang menangani kasus ini, urung membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap tersangka.
Penyidik hanya memeriksa dua orang saksi masing-masing Martinus Hatas (62) dan John Johasan (42). Sementara pelaku dijebloskan ke ruang tahanan Polres dengan tangan diborgol.
Kronologi kejadian
Kapolres Manggarai AKBP Cliffry Steani Lapian mengatakan, peristiwa sadis itu terjadi pada hari Minggu dini hari sekira pukul 01.00 WITA. Saat itu pelaku terbangun dari tidur lalu berhalusinasi melihat dua orang keponakannya yang tidur bersamanya seperti kucing dan anjing.
Dua bocah yang diketahui berinisial AS dan BFM berteriak karena leher mereka dicekik pelaku. Teriakan itu kemudian membangunkan Lasarus Hamin yang adalah orang tua dari AS. Jarak rumah Lasarus dengan rumah orang tuanya hanya sekitar 3 meter.
“Sempat terjadi pergulatan antara Lasarus dan pelaku namun Hendrikus ini tidak mau melepaskan tangannya dari leher kedua ponakannya sehingga kakak pelaku (Lasarus Hamin) terpaksa menggigit tangan pelaku sehingga dua bocah itu berhasil kabur dan disuruh lari ke rumah tetangga,” ujar AKBP Cliffry.
Keributan kakak beradik itu kata Kapolres Cliffry, membangunkan ibu mereka Benedikta Sil yang sedang tidur. Benedikta lalu mencoba melerai keributan itu dan Lasarus Hamin kemudian menyusul anaknya yang lari ke rumah tetangga diikuti istrinya.
“Pelaku kemudian menyusul sambil membawa ibunya (korban) ke rumah kakaknya sekitar 3 meter dari rumah orang tuanya. Namun sampai di rumah itu, pelaku justru mengunci pintu dari dalam. Saat itulah pelaku leluasa menghabisi nyawa korban dengan kayu. Menurut pengakuaan pelaku kepada anggota kita di TKP, ia memukul kepala korban berkali-kali sampai kepala ibunya hancur,” tuturnya.
Dikatakan, teriakan sang ibu sebelum tewas terdengar oleh warga bernama John Johasan. Pria tersebut memanggil Lasarus Hamin yang sedang berada di rumah tetangga. Keduanya pun membujuk pelaku supaya membukakan pintu rumah. Namun upaya itu gagal yang terdengar hanyalah bunyi hantaman bertubi-tubi yang mengenai dinding rumah.
“Sekitar pukul 03.00 dini hari pelaku baru membukakan pintu setelah ditawari uang oleh warga yang berkerumun di luar. Warga akhirnya menangkap pelaku dan mengikat tangan dan kakinya menggunakan tali nilon,” kata AKBP Cliffry.
Kapolres Manggarai juga mejelaskan bahwa saat kejadian, suami korban Fransiskus Haji sedang tidak berada di rumah karena malam itu Fransiskus menginap di kebun.
KBO Reskrim, Ipda Tony Ndapa yang memimpin olah TKP menambahkan, di mata warga sekitar, pelaku dikenal sebagai pribadi yang santun dan rajin mengikuti orang tuanya di kebun dan tidak pernah menunjukkan prilaku yang mengindikasikan gangguan jiwa.
“Menurut keluarga pelaku, dia ini baik-baik saja, tidak ada indikasi gangguan kejiwaan. Orangnya sopan dan rajin bahkan pelaku ini anak yang paling dekat dengan korban, sering sama-sama ke kebun,” ungkap Ipda Ndapa.
Terkait halusinasi yang dialami pelaku, kata Tony Ndapa, akan didalami lagi sampai penyidik menemukan motif pembunuhan ini. (js)