Floressmart – Tokoh muda Manggarai NTT yang juga politisi Partai Demokrat, Iwan Setiawan Arifin Manasa, menantang kolega dan pesaingnya sesama politisi untuk bertarung jujur dan elegan dalam pemilu serentak 2019.
”Jangan coba-coba pengaruhi konstituen untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat dengan iming-iming apa pun yang mengarah ke politik uang,” ujar Iwan Manasa, kepada pers di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Senin 15 April 2019.
Iwan berani mengumbar challenge seperti itu menyusul viralnya video berisi pernyataan mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto terkait masifnya dugaan politik uang dalam Pemilu 2019.
Di dalam video tersebut, Bambang menyinggung masifnya dugaan politik uang, tidak hanya terkait dengan penggerebekan oleh KPK terhadap 400 ribu amplop yang diduga untuk melakukan ”serangan fajar” di Jawa Tengah, juga modus-modus baru antara lain dengan membagi-bagikan polis asuransi kepada masyarakat. Politik uang kata Iwan, juga diyakini akan berlangsung di sejumlah wilayah di Tanah Air. Tidak hanya di Jawa, tapi juga di luar Jawa, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT).
”Politik uang yang berlangsung masif, sistematis dan terstruktur itu semakin menegaskan fenomena yang disebut ‘State Capture Corruption’. Fenomena di mana korupsi telah menyandera negara,” kata Iwan, mengutip pernyataan Bambang Widjojanto.
Iwan Manasa menambahkan, sebagai salah satu caleg DPR RI dari Dapil I NTT, ia merasa wajib melakukan kegiatan ”blusukan”,turun langsung, bertemu dengan masyarakat untuk menyerap aspirasi mereka. Selama tiga bulan terakhir, ia telah melakukan perjalanan setidaknya di 100 titik, yang ditempuh melalui jalur darat dan laut. Banyak medan berat yang mesti ia lalui sekadar untuk bersilaturahmi dengan masyarakat di pedalaman maupun di kepulauan.
Yang menjadi masalah, lanjut Iwan, belakangan ia sering mendapat laporan, banyak caleg yang hampir tidak pernah turun langsung ke lapangan. Mereka praktis hanya menugaskan tim suksesnya untuk menemui konstituen, lalu melakukan praktik jual beli suara (vote buying) menjelang hari pencoblosan.
”Realitas seperti itu jelas sangat mencederai demokrasi. Sebab, kemenangan lebih ditentukan oleh jumlah uang yang disebar. Bukan oleh kedekatan politik antara caleg dengan konstituennya,” kata Iwan, yang juga Sekjen Jaringan Pengembangan Pemuda dan Olahraga (Jarbangpora) ini.
Karena itu, Iwan mengimbau kepada warga masyarakat yang memiliki hak pilih untuk berani tegas menolak politik uang. Juga, berani menolak kecurangan dalam bentuk apa pun. Karena, selain berdampak negatif bagi pembangunan demokrasi, politik uang juga cenderung membuat Gedung DPR RI dan DPRD akan terus diisi oleh caleg yang membeli suara untuk menang.
”Kalau kita punya komitmen untuk membenahi bangsa ini dari perilaku koruptif, jangan sekali-kali berpikir untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang tidak pernah mengenal langsung rakyatnya. Sesuai imbauan KPK, pilihlah pemimpin dan wakil rakyat yang jujur,” tegasnya.
Peringatan yang sama juga Iwan sampaikan kepada seluruh penyelenggara pemilu (KPU/KPUD maupun Bawaslu/Panwalu). Ia meminta agar mereka tetap profesional dan tidak ”main mata” dalam kontestasi yang berasaskan luber jurdil ini. ”Sudah saatnya warga masyarakat dan seluruh penyelenggara pemilu memikirkan kepentingan yang jauh ke depan. Bukan kepentingan sesaat yang membuat demokrasi semakin sesat,” ujarnya. (js)