Floressmart- Kematian dr Yohana Fransiska Indrawati Leonardi yang tewas akibat ditabrak teman kantornya, Sardi Aries Dermawati Tefa alias Erma di Wae Reca Borong Manggarai Timur pada 7 Mei 2019 lalu diyakini bukan kecelakaan lalu lintas biasa tapi diduga kuat sebagai tindakan pidana pembunuhan.
Hal itu diutarakan suami korban (dr Indra) Viktor Satrio Djedoma kepada wartawan di Ruteng, Rabu 19 Juni 2019. Dugaan adanya kesengajaan dibalik kasus lakalantas ini kata Djedoma berdasarkan fakta TKP serta gambar digital Global Positioning System (GPS) pada HP korban.
Jika dalam rilis humas Polres Manggarai sebagaiman yang diberitakan media pada hari kejadian menyebutkan bahwa tabrakan terjadi ketika dr Indra menyeberang jalan. Namun fakta yang terekam oleh Global Positioning System (GPS) HP korban yang dibawa pada saat lari pagi menunjukkan korban sejajar dengan tepi kiri jalan raya.
“Ini ada aplikasi Endomondo Sports Tracker yang merekam semua aktivitas lari pagi dr Indra waktu itu. Di sini tidak ada garis yang membelah jalan artinya korban tidak menyeberang jalan. Semua garis-gari ini merekam rute jogging dr Indra,” ungkap Viktor Djedoma sambil memperlihatkan tracking GPS HP korban sepanjang tanggal 7 Mei 2019.
“Aplikasi ini on terus mulai dari dia star dari rumah lalu jogging kemudian saat ia ditabrak lalu dibawa ke Puskesmas kemudian di bawa ke rumah duka. Bergerak terus dia sesuai posisi HP. TKP mungkin bisa dimanipulasi tapi GPS tidak bisa direkayasa,” ujarnya menambahkan.
Dikatakan Viktor Djedoma penjelasan yang ia sampaikan sekaligus mematahkan keterangan kepolisian yang menyebut korban meninggal saat menyeberang jalan namun fakta kata Ito, korban tetap berlari di tepi kiri jalan sama persis dengan keterangan saksi di di TKP.
Kejanggalan peristiwa lakalantas itu nampak dari beberapa foto yang menggambarkan bahwa mobil yang dikendarai tersangka pada saat kejadian sempat melenceng dari bahu jalan namun tidak mengerem malah tancap gas dan menggilas korban yang berada lima hingga enam meter di depan.
“Dari sketsa di TKP seolah-olah mobil pelaku ini mengejar korban dan faktanya menggilas korban di tepi kiri jalan bukan di tengah badan jalan seperti penjelasan kepolisian,” bebernya.
Unsur kesengajaan pada kasus ini lanjut Ito Djedoma perlu didalami lagi oleh polisi. Diyakini bahwa sebelum tersangka menabrak korban pasti melihat dan mengenal bahwa yang sedang lari pagi itu adalah dr Indra yang tak lain adalah rekan kerja tersangka (Sardi Aries Dermawati Tefa) di Puskesmas Borong namun tersangka malah mengarahkan mobilnya ke korban.
“Tersangka sadar dan tahu korban yang berlari adalah dr Indra. Namun tersangka tidak mengerem, karena memang tidak ada bekas remnya. Itu berdasarkan olah TKP setelah kejadian, tidak ada bekas rem. Lihat saja nanti di sidang akan ketahuan dia tipu dan tidak itu di situ,” imbuhnya.
“Buat saya, kasus itu bukan kecelakaan biasa tapi ada pembunuhan sehingga tidak pas jika tersangka hanya dijerat dengan Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 pasal 310 ayat(4) tapi harus ditambahkan dengan pasal berlapis, pasal 338 KUHP dan pasal 340 KUHP,” katanya menambahkan.
Ito mengaku telah menghadap pihak kejaksaan untuk menyerahkan bukti-bukti baru peristiwa kecelakaan lalu lintas ini yang menjurus pada tindakan pembunuhan yang disengajakan.
“Saya minta Pak jaksa agar jangan dulu P-21, tolong pelajari lagi bukti baru yang kami serahkan termasuk informasi penting yang terjadi pada jejak GPS. Kami menilai polisi tidak profesional, keberatan kami sudah disampaikan ke Polda NTT tembusan Mabes Polri,” katanya.
Selain itu suami almarhumah juga mendesak polisi untuk memeriksa jejak komunikasi pada telepon seluler milik tersangka sebelum peristiwa itu terjadi. (js)