
Sejumlah pedagang hasil bumi kecewa atas penutupan seluruh toko hasil bumi di Ruteng (Photo : floressmart).
Floressmart- Seluruh toko yang bergerak pada usaha dagang (UD) hasil bumi di Ruteng Manggarai Nusa Tenggara Timur kompak menutup toko sejak Senin 5 Agustus 2019. Asosiasia Pengusaha Hasil Bumi Manggarai (APHBM) disebut-sebut berada di balik aksi mogok ini.
UD Nugi Indah di Jalan Motang Rua misalnya, suasana toko yang biasa terima hasil bumi dari petani tutup sejak pagi. Kondisi yang sama juga tejadi di UD Maju di Kelurahan Pitak, UD Aneka, UD Sinar Matahari dan UD Kompas.
Kosmas Balur (60) tahun mengaku kesal dengan tutupnya toko hasil bumi di Ruteng. Petani asal Wae Lindang Desa Beo Rahong Kecamatan Ruteng ini kebingungan mau dijual kemana lagi kopi yang dibawanya.
“Tadi seperti terkumpul di sini. Saya tanya yang lain datang dari mana katanya putar-putar cari toko hasil bumi yang masih buka tapi nyatanya tutup semua,” kata Kosmas yang ditemui di depan toko Sinar Matahari.
Herman Tarsan (50) asal Kecamatan Poco Ranaka Manggarai Timur tampak marah-marah di depan gerbang UD Maju. Ia mengaku kehabisan ongkos setelah menyewa angkutan kota berkeliling mencari toko hasil bumi yang buka namun ia mengaku tak satupun toko langganannya yang buka.
“Ini tadi jauh-jauh dari Kabupaten Manggarai Timur bawa tiga karung kopi arabika. Sampai sini tutup semua toko hasil. Habis uang sewa oto (mobil). Mau simpan dimana nanti ini kopi saya bingung terpaksa titip dulu di keluarga minta uang mereka saja buat ongkos pulang,” tuturnya sambil.
Berbeda dengan Maria (50), perempuan paruh baya asal Kecamatan Satar Mese mengaku habis bertengkar dengan dua orang pria yang mencoba menipunya. Maria mengaku membawa 60 kg kemiri. Namun ia nyaris ditipu oleh orang yang datang menawar barangnya. Meski sama dengan harga toko namun saat ditimbang kemirinya menjadi 53 kilogram.
“Aeh karena mereka tipu tidak jadi. Biar saya bawa pulang kemiri saya,” ujar Maria sambil mengunyah sirih pinang.
Aksi mogok dipicu PPN 10 persen
Ketua Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi Manggarai (APHBM), Heribertus Nabit mengatakan seluruh toko yang biasa menerima hasil bumi dari petani sejak Senin, 5 Agustus 2019 ditutup hingga batas waktu yang belum ditentukan. Sikap ini diambil APHBM, menyusul pengenaan PPN 10% yang berlaku surut atas berbagai hasil pertanian dan perkebunan oleh KPP Pratama Ruteng.
“Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pemerintah Kabupaten Manggarai dan segenap petani dan pengepul barang hasil pertanian dan perkebunan di pelosok Manggarai atas ketidaknyamanan dan ketidakpastian ini,” ungkap Heri.
Menurutnya, pemberlakuan PPN sebesar 10% atas hasil pertanian dan perkebunan adalah sebuah kesewenang-wenangan, sebab KPP Pratama Ruteng tidak pernah melakukan sosialisasi atas kebijakan, prosedur pemungutan dan penyetoran.
“Asosiasi dan KKP sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini, namun menemui jalan buntu,” katanya.
Ia berharap agar KKP membatalkan rencana penerapan PPN 10% terhadap omzet pembelian komoditi dari petani.
Terpisah, Kepala Kantor Pajak Pratama Ruteng, Marihot Pahala Siahaan, menjelaskan bahwa apa yang dituangkan dalam surat pemberitahuan kepada para wajib pajak telah sesuai mekanisme yang benar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
“Wajib pajak tidak puas dengan keputusan atau keberatan bagaimana upayanya, banding, tidak masalah itu diatur. Lah ketika proses keputusan keberatan maupun banding Direktorat Jenderal Pajak pasti memproses. KKP Pratama Ruteng akan memberi penjelaskan apa yang kami kerjakan di sini,” terangnya.
“Jadi kami tidak bisa mengeluarkan keputusan ketetapan pajak seenak kami tidak bisa, karena kami pun diawasi mekanisme internal kami. Aturannya ada,” ujarnya menambahkan.
Soal kenapa KKP menerapkan PPN 10% terhitung sejak tahun 2016 ternyata ada dasarnya yakni untuk memastikan apakah sejak tahun 2016 direktorat jenderal pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT.
Dijelaskan Siahaan, PPN 10% dikenakan atas undang-undang pajak. Kantor pajak kata dia punya tiga fungsi utama, fungsi pertama melakukan pembinaan, kedua melakukan pengawasan yang ketiga melakukan pemeriksaan atas laporan yang disampaikan oleh wajib pajak.
“Ini dilakukan dalam kerangka pasal 12 ayat 1 sampai 3 undang-undang KUP,” paparnya.
Ketika ditanya kenapa penerapan PPN 10% dihitung sejak tahun 2016 ternyata memang diatur pada pasal 13 ayat 1.
“Pasal 13 ayat 1 menjadi dasar kan kerja kenapa pemeriksaan dilakukan sekarang. Kami dibolehkan melakukan pemeriksaan selama 5 tahun berarti kalau ada objek pajak tahun 2015 + 5 tahun 2020 masih boleh, 2014 + 5 tahun 2019 masih boleh, 2016 + 5 tahun 2021 masih boleh. Nah, ini menjawab pertanyaan atau tidak,” katanya.
Kepala KPP Ruteng, Marihot Pahala Siahaan juga enggan merespons aksi mogok yang dilakukan oleh pengusaha hasil bumi di Ruteng.
“Kenapa ini ditanyakan kepada kami kami tidak paham Pak, saya hanya ingin menjelaskan aturan perpajakan,” ujarnya. (js)