Carolus Kale Bale, SVD: Pahlawan Kemanusiaan Manggarai

Gereja Katedral Lama (photo: istimewa)

Oleh: Kanisius Teobaldus Deki

(Penulis Buku 100 Tahun Paroki Katedral, Dosen STIE Karya Ruteng)

Floressmart- Pater Kale lahir di Paga tahun 1914. Ia berasal dari keluarga campuran Sabu-Maumere. Dia merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya seorang polisi. Mereka bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersahaja.

Sebagai anak polisi dia mengikuti orangtuanya ke mana saja mereka pindah. Tidak banyak catatan tentang masa kecil dan pendidikan dasarnya. Saat itu seminari menengah hanya satu-satunya di Nusa Tenggara yakni di Sikka yang dimulai 2 Februari 1926. Seminari itu dipimpin oleh P. Cornelissen SVD. Dia mengenyam pendidikan di tempat itu pada 1927-1929. Selanjutnya, P. Kale melanjutkan pendidikan ke Seminari Yohanes Berchmans-Toda Belu Mataloko.

Baca juga  Politik yang Memenangkan Rakyat NTT

Tercatat pada 28 Januari 1941, Kale tercatat sebagai imam pribumi pertama dari Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero bersama rekannya P. Gabriel Manek SVD. Mereka adalah panenan perdana dari seminari tinggi itu. Sebenarnya, ada dua angkatan pertama yang juga menjadi mahasiswa calon imam di panti itu: Lucas Lusi dan Niko Meak. Lucas Lusi kemudian menjadi imam projo Keuskupan Agung Ende ditahbiskan pada tahun 1944 oleh Mgr. Hendrikus Leven SVD. Sedangkan Niko Meak meninggal sebagai frater pada 30 November 1938.

Baca juga  Suara yang Terus Menggema (In Memoriam Pius Hamid)

Pater Kale pascatahbisan dibenum sebagai pastor di wilayah Maumere. Dia bertugas hampir di seluruh wilayah Maumere sampai Komandaru. Persis 15 Mei 1942 tiba-tiba berita sedih muncul. Semua misionaris Eropa diperintahkan untuk meninggalkan Indonesia. Pada 15 Juli 1942 terdapat 70 imam, 14 bruder dan 29 suster dibuang ke Pare-Pare oleh Jepang. Mereka hidup sengsara lara di tempat itu dan baru mengalami kemerdekaan setelah Jepang dinyatakan kalah.

Selama Jepang menjajah Indonesia itulah beberapa frater ditahbiskan sebelum waktunya: Yohanes Bala Letor dan R. Pedriko. P. Yan Bala, asal Koting-Maumere, diberi tugas untuk melayani umat di Manggarai.

Baca juga  Pemerhati Pemuda Itu Telah Pergi (Obituari untuk Rufinus Lahur)

Sesudah Indonesia merdeka, Pater Kale ditugaskan di Manggarai. P. Kale menjadi pastor paroki di Katedral tahun 1953. Ia melayani umat dengan sepenuh hati untuk semua aspek, bukan saja pelayanan sacramental tetapi juga memperhatikan aspek pendidikan, ekonomi dan sosial. Pater Kale mendirikan SDK Ruteng VI dan Panti Asuhan. “Setiap umat yang datang padanya selalu dilayani dengan baik. Mereka yang berkekurangan meminta uang dan diberikan. Dia tidak mau umat pulang dengan tangan kosong”, kesaksian seorang imam SVD tentang sosok P. Kale.

Tag: