Sengketa 10 Hektar Tanah Waecicu, Oktavianus Leo gugat Emilton dan Ramang Ishaka

Sebagian View point bukit Amelia merupakan tanah sengketa (photo :floressmart).

Floressmart- Pengadilan Negeri Labuan Bajo Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur sedang menyidangkan perkara antara Oktavianus Leo selaku penggugat melawan 11 orang tergugat termasuk Emilton Suryanto dan Ramang Ishaka. Obyek perkara Nomor 24 ini yakni tanah sengketa seluas 10 hektar yang terbentang dari pesisir Waecicu hingga ke atas perbukitan (view point).

Emilton digugat karena menguasai tanah tersebut secara tidak sah melalui peralihan beberapa sertifikat milik tergugat lain yang dinilai penuh manipulasi dan rekayasa. Begitu juga dengan Ramang Ishaka selaku fungsionaris adat yang membagikan tanah milik ayah penggugat secara sepihak kepada para tergugat lain dalam perkara tersebut. Selain Emilton dan Ramang Ishaka, sedikitnya ada 10 tergugat lain yang terseret dalam perkara antara lain termasuk PPAT dan Camat Komodo.

Sebagai informasi, tanah sengketa ini merupakan tanah warisan yang diperoleh Lois Leo (almarhum) sejak dari tahun 1948 bersarkan alas hak kepemilikan yang dikeluarkan fungsionaris adat terdahulu yakni Dalu Ishaka dan Haku Mustafa. Sejak saat itu Lois Leo mengelola tanah ini kemudian dikuasai, digarap secara bertahap sampai Lois meninggal pada tahun 1986.

Namun di atas tanah warisan ini kemudian diterbitkan beberapa sertifikat baru atas nama Gaspar Djat, Yeni Harlina (istri Gaspar) dan Margarith Mayorga Gande. Tetapi menurut penggugat, pihak-pihak yang menjual tanah itu ke Emilton yaitu Gaspar Djat, Yenny Herlina Gaspar, Margarith Mayorga Gande sama sekali tidak memiliki tanah di atas obyek sengketa milik almarhum Lois Leo.

Baca juga  Penyelam Angkat 2,1 Ton Sampah dari Laut Labuan Bajo

“Bahwa diduga kuat ada indikasi dari Tergugat X (Emilton dan Tergugat XI (Ramang Ishaka) untuk menghilangkan asal usul tanah milik Penggugat warisan dari Lois Leo sebagaimana pengakuan dari Gaspar Djat (Tergugat V), Yeni Harlina Gaspar (Tergugat V)I dan Paulus Gande (Tergugat VII) bahwa mereka sama sekali tidak memiliki tanah pada tanah obyek sengketa, sehingga mereka tidak pernah menjual tanah kepada Tergugat X dan Tergugat XI,” kata Pengacara Penggugat, Yohanes D Tukan, Minggu 16 Februari 2020.

Dijelaskan Tukan bahwa Emilton mulai menguasai lahan tersebut sejak tahun 1989 setelah ayah penggugat meninggal dunia. Diakuinya bahwa ibu dari penggugat bernama Petronela Mesakh (almarhum) memang menjual sebidang tanah di lokasi sengketa berukuran 10×20 meter kepada Emilton untuk membangun gudang namun dalam perjalanan Emilton Suryanto menguasai semuanya dengan cara membeli dari para pemegang sertifikat selaku para tergugat.

Namun proses jual beli tanah seluas 200 meter persegi ini juga digugat karena prosesnya tidak sesuai mekanisme yang berlaku tanpa diketahui oleh para ahli waris termasuk penggugat.

“Jual beli dalam bukti fotocopy kuitansi itu yang kami pegang itu hanya sebagian kecil dulu ada gudangnya Emilton itu hanya berukuran 10 x 20 untuk bangun gudang miliknya tetapi dalam kenyataannya penguasaannya dan  beberapa sertifikat yang diterbitkan digabung dengan pengiasaan  dikuasai secara  menyeluruh  kurang lebih 10 hektar tanah ini dan itu dikuasai sepenuhnya oleh mereka,” beber Pengacara yang berkantor di Maumere Kabupaten Sikka ini.

Baca juga  Imbauan Pastoral Sambut KTT ASEAN di Labuan Bajo

“Itupun membeli dari ibunya. Dalam hukum kalau berkaitan dengan harta warisan kalau menjual mestinya para ahli waris yaitu janda dan anak-anak tetapi ternyata  yang menjual cuma ibunya  itulah kenapa kami mengfugat semua dan  menyatakan bahwa jual-beli itu tidak sah,” tambahnya.

Penggugat juga menilai proses pembangian tanah kepada tergugat lain padat ahun 1990 merupakan tanah milik orang lain yakni milik Lois Leo ayah penggugat. Apalagi menurut sejarah kekuasaan fungsionaris adat yang dipegang Ramang Ishaka baru dibentuk sekitar tahun 1980an sedangkan tanah tersebut dikuasai Lois Leo sejak tahun 1948.

“Lalu dari berbagai narasumber yang kami dapat menyebutkan bahwa tanah dari Gorontalo sampai ke sebelah Waecicu bukan tanah ulayat karena dulu itu penguasaan oleh bapak Ibrahim Aburera dan kenapa penyerahan (Gaspar Jat dan istrinya) dilakukan baru tahun 90-an karena pembentukan fungsionaris adat masa Ramang Ishaka  baru tahun 80-an sedangkan penguasaan oleh klien saya dahulu melalui ayahnya dan keluarga itu tahun 1948. Maka jika benar ada pembagian ulayat maka itu membagi tanah milik orang lain,” ungkap Tukan.

Oktavianus Leo (penggugat) di tanah sengketa (photo : floressmart).

Sidang di lokasi

Dikatakan Advokat Yohanes D Tukan bahwa PN Labuan Bajo juga telah melakukan Sidang Pemeriksaan Lokasi pada Kamis 13 Februari 2020. Namun Emilton tidak hadir, ia hanya mengutus tim kuasa hukumnya. Dari hasil pengukuran dan pemeriksaan lokasi ditemukan jejak-jejak Lois Leo dan keluarganya tinggal lama di lokasi tersebut antara lain bekas rumah, kuburan dan kayu kedondong yang ditanam Lois Leo.

Baca juga  Pilkada Premium dengan Hari Anti Korupsi

Sementara fakta lain memberi bukti bahwa tanah seluas 10.000 meter persegi itu dikuasai Emilton yakni ditemukannya 6 plang bertuliskan nama Emilton serta plang bertuliskan Bukit Emilia sebagai salah satu spot pemandangan terbaik dan kini terbelah oleh jalan Negara. Realita lapangan dalam sidang lokasi sangat berlawanan dengan pengakuan pihak Emilton di persidangan yang menyebut Emilton tidak memiliki tanah di Waecicu.

“Ada plang milik Emilton  itu jelas ada tanah milik Emilia (istri Emilton) itu jelas ada view bertuliskan Emilia itu jelas namun dalam jawaban mereka mengatakan bahwa Emilton tidak memiliki tanah di sini. Dalam jawaban terhadap gugatan yang kami ajukan mereka menjawab bahwa Emilton tidak memiliki tanah di sini tetapi dalam pemeriksaan lokasi si itu diakui bahwa mereka punya itu, Emilton  yang satu dan yang sama yang ada dalam gugatan kami  selaku tergugat 10 dalam perkara nomor 24,” papar Tukan.

Dalam gugatan yang diajukan Penggugat menyatakan bahwa Penggugat berhak menuntut kepada para Tergugat agar tanah sengketa warisan dari Lois Leo almahum dikembalikan kepada Penggugat selaku salah satu ahliwaris dari Lois Leo.

“Kemudian menghukum para Tergugat atau kepada siapun yang mendapat hak dari mereka untuk segera mengosongkan dan selanjutnya menyerahkan tanah sengketa kepada Penggugat, bila perlu dengan bantuan alat Negara/Polisi,” katanya.

Para tergugat juga dihukum uantuk membayar uang paksa/ dwangsom setiap hari sebesar Rp1 juta rupiah sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap sampai dengan saat para tergugat melaksanakan isi putusan. (js)

 

Tag: