Oleh Ferdinandus Robin Dana
Floressmart- Tinggal beberapa hari menuju 09 Desember. Tanggal tersebut menjadi momen bersejarah untuk Kabupaten Manggarai Barat (dan Manggarai). Yup, ada pemilihan kepala daerah (pilkada) yang baru. Di saat bersamaan dunia merayakan hari anti korupsi. Dua momen yang bersamaan ini barangkali hanya kebetulan. Apalagi peristiwa pilkada ini bukan peristiwa tahunan. Namun, peristiwa yang dikhususkan dalam lima tahun sekali.
Peristiwa penangkapan seorang menteri beberapa waktu lalu oleh KPK seperti menegasikan perayaan hari anti korupsi ini. Betapa tidak, penangkapan itu dilatari oleh aksi korupsi yang dilakukan oleh oknum menteri tersebut. Miris sekaligus marah atas aksi bodoh sang menteri. Di saat masyarakat dunia sedang memerangi korupsi, malah pelaku korupsi itu adalah pejabat negara. Memalukan!
Korupsi sebagai tebusan modal
Berdasarkan data yang dirilis oleh KPK, selama 2019-2020 ada 14 kepala daerah yang ditangkap. Dari jumlah itu, beberapa kepala daerah yang ditangkap terkait dengan kepentingan pilkada. Untuk modal pilkada, para kepala daerah itu mengumpulkannya dari proyek-proyek yang dikerjakan di daerah mereka. Tingginya biaya yang harus dikeluarkan calon untuk mengikuti pilkada merupakan salah satu alasan tindakan korupsi ini.
Hasil survei KPK memperlihatkan, sebesar 82,3 persen dari seluruh calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pendanaan pilkada. Keberadaan donatur disebabkan adanya gap antara biaya pilkada dan kemampuan harta calon. Harta pasangan calon tidak mencukupi untuk membiayai pilkada. Modal yang disiapkan ternyata tidak mampu memencukupi pengeluaran selama proses pilkada. Untuk menggenapi atau menebus biaya pilkada, para calon kepala daerah itu tidak takut untuk melakukan korupsi.
Bahwa sebelum pilkada, para calon tersebut harus menandatangani pakta integritas. Namun, pakta integritas yang ditandatangani juga tidak memiliki arti sama sekali. Bahkan peristiwa itu tidak lebih sebagai seremoni semata. Dan tidak sedikit juga para calon itu ditangkap setelah menandatangani lembaran penyataan integritas itu. Lucu dan menggelikan! Mengajak dan menyebut diri memiliki integritas diri yang baik serta layak menjadi kepala daerah. Tenyata ini hanya bualan belaka untuk menutup peribadi yang bobrok.
Manggarai Barat yang premium
Pilkada Manggarai Barat juga terbilang seksi. Karena wilayah ini telah dipoles sebagai wilayah parawisata premium. Tuntutan premium ini juga wajib menjadi tuntutan para calon kepala daerah di Manggarai Barat. Bukan daerahnya saja yang terlihat seksi, premium. Tapi proses pilkada yang berlangsung 9 Desember juga harus premium.
Saat ini, media sosial di Manggarai Barat dijejali dengan ragam kampanye. Antara yang positif maupun yang negatif, jumlahnya hampir seimbang. Semua itu dilakukan demi menjual pasangan calon yang diusung. Sebagai warna demokrasi, hal ini sah-sah saja. Setiap pendukung pasangan calon akan mengulas hal-hal positif yang dimiliki para junjungannya. Saat bersamaan, mereka juga sedang mengungkit hal-hal negatif yang dimiliki oleh pasangan calon lain. Di bagian lain, hal yang sama dilakukan. Menarik sekali! Ibarat gelombang lautan yang sedang mengayunkan ombak menuju pantai.
Bahkan beberapa pendukung giat memberikan ide yang terkesan premium. “Menantang para paslon untuk berdebat memakai bahasa Inggris sebagai tanda wilayah premium. Juga sebagai ukuran sederhana kecerdasan para paslon,” – kiranya seperti itu intinya.
Lepas dari situasi daerahnya yang hingga sekarang belum memperlihatkan harga premium¸ warna dan rasa premium dalam pilkada ini dinilai menjauh. Hiruk pikuk pesta demokrasi memang terus terlihat. Namun, bagaimana menjadikan hiruk pikuk itu bernilai premium masih samar-samar. Hempasan ombak korupsi juga belum tampak. Namun, riak-riak terus mengencang bersamaan dengan diangkatnya masalah pertanahan di Labuan Bajo yang ramai diberitakan beberapa waktu lalu.
Premium dengan kearifan lokal
Banyak kearifan lokal yang bisa dijadikan harga premium dalam pilkada Manggarai Barat. Salah satunya adalah bahasa. Para peneliti bahasa saat ini mulai prihatin dengan makin menghilangnya para penutur asli. Termasuk bahasa Manggarai. Penutur asli dimaksudkan sebagai orang yang pandai berkomunikasi dalam bahasa Manggarai yang asli. Dengan ragam kekayaan yang terkandung dalam bahasa Manggarai. Selain terdesak oleh bahasa-bahasa lain (bahasa daerah lain, bahasa asing atau juga bahasa Indonesia), penutur asli bahasa Manggarai semakin berkurang. Bila hal ini tidak menjadi perhatian serius para calon paslon pilkada, bukan tidak mungkin bahasa Manggarai dikategorikan punah pada 10-15 tahun ke depan.
Momen pilkada ini menjadi salah satu langkah premium. Dengan mengangkat bahasa Manggarai sebagai salah satu bahasa yang dipakai dalam debat para paslon pada 01 Desember. Buang dulu predikat premium dengan berbahasa asing. Gunakan bahasa Manggarai! Memakai bahasa Manggarai dalam forum resmi sangatlah bijaksana. Dan sangat premium! Letakkan nilai ini bukan pada penggunaan bahasa asing yang jauh dari realitas orang Manggarai. Tapi pada penggunaan bahasa Ibu (bahasa Manggarai) sebagai nilai arif-bijaksana dari budaya lokal.
Hal ini penting dan mendesak! Sekaligus sebagai usulan untuk KPUD Manggarai Barat (dan Manggarai, Manggarai Timur) agar bahasa daerah dijadikan bahasa resmi dalam debat pilkada. Harga premium Labuan Bajo bukan terletak pada penguasaan bahasa asing. Tapi menjunjung bahasa Manggarai sebagai kearifan lokal yang bernilai premium. Bila Gubernur Laskodat meminta para ASN untuk sehari memakai bahasa Inggris, mengapa bahasa lokal (Manggarai) tidak diwajibkan dalam forum-forum resmi seperti pilkada?
Apa benang merah dari nilai pilkada premium dengan hari anti korupsi? Visi-misi dan poin-poin program yang disampaikan dengan bahasa Manggarai asli akan mudah dipahami oleh masyarakat Manggarai Barat. Mereka juga akan mudah melihat setiap niat dan nilai yang ada dalam bahasa Manggarai. Setiap poin berbau korup atau bermakna buruk yang selama ini tersembunyi dalam bahasa Indonesia yang indah, akan sulit disembunyikan lagi. Bahkan kejujuran hati para paslon akan tergambar jelas dalam setiap kata bahasa Manggari yang diutarakan.
Bilapun nanti geliat korupsi itu nampak, masyarakat Mangggarai Barat akan mudah menasihati dengan bahasa Manggarai yang sama saat debat. Bahkan teguran dalam bahasa Manggarai akan lebih menyiksa dan menyakitkan bila para paslon berlaku koruptif. Ingat, bahasa Manggarai itu bukan sekedar tuturan atau alat komunikasi. Namun lebih dari itu, yakni isi kalbu terdalam, warna sebagian diri kita. Karena itu, menutup niat korup di depan masyarakat jujur dengan tumpukan kata-kata indah, tidaklah elok. Tuturlah kejujuran mereka dengan bahasa sehari-hari mereka. Kelak namamu dikenang! Selamat berdebat!