Menegakkan keadilan dan keutuhan ciptaan
Peristiwa-peristiwa banjir, tsunami, kerusakan lingkungan akibat tambang dan beberapa badai kemanusiaan seperti memanggil Pater Peter dan JPIC OFM untuk membantu.
Benar sekali, sebelum negara atau pemerintah ada di wilayah bermasalah itu, JPIC OFM sudah ada. Beberapa kali kasus banjir besar di Jakarta, JPIC OFM selalu terdepan untuk bergerak. Lalu, ada masalah penebangan tanaman kopi masyarakat Colol, Manggarai, yang berujung pada tewasnya beberapa warga masyarakat, Pater Peter dan tim tidak diam.
Justru mereka hadir di tengah-tengah mereka untuk memberikan pelindungan dan bantuan hukum. Juga, masalah tsunami di Aceh, pengungsi di Atambua, pertambangan di Lembata dan beberapa daerah di Manggarai, mengajak mereka untuk berdiri terdepan.
Bahkan sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ia terus mengecam rencana kegiatan pertambangan yang terjadi di Luwuk, Manggarai Timur.
Kepekaan dan ketajamannya mencium bau tak sedap setiap kerusakan lingkungan begitu cepat ditangkapnya. Tidak berhenti di situ, kegiatan pendampingan dan program pemulihan pasca peristiwa terus dilakukan.
Sebuah perjuangan besar memang selalu berawal dari hal-hal sederhana. Barangkali ini tidak lepas dari sosok Pater Peter yang selalu hadir dalam kesederhanaannya.
Perannya dalam membangun gereja Indonesia juga begitu besar. Beberapa kali sidang KWI, ia hadir memberikan gagasan sekaligus mengelitik peran gereja Indonesia. Terutama peran aktif gereja di tengah dunia modern dengan mengintegrasikan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia zaman ini. Bahkan ia selalu mengingatkan bahwa gereja harus menjadi lumen gentium bagi negara Indonesia.
Intelektual berbakat nan sederhana
Di balik kesederhanaanya, Pater Peter adalah sosok human, intelektual dan memiliki rasa humor tinggi. Leluconnya sering muncul tiba-tiba. Namun membuat orang geli dan tertawa. Kerap kali ia sendiri tidak tertawa dengan cerita lucunya meski orang yang mendengarnya agak terpingkal-pingkal dibuatnya.
Ia juga seorang penulis yang indra penciumannya terhadap berbagai soal kemanusiaan dan lingkungan hidup, begitu tinggi. Gagasannya mengalir deras dan lancar, bila membahas hal-hal yang berkaitan dengan moral manusia dan lingkungan hidup. Ide-idenya kritisnya cukup membuat merah telinga. Namun selalu disertai dengan solusi yang konkrit. Dengan gaya berbicara yang tanpa basa basi, ide-idenya itu kerap mengejutkan nalar kita.
Dalam hal budaya, ia memiliki konsen yang tinggi. Salah satu kegiatan yang sering dihadiri penulis adalah misa dalam bahasa Manggarai. Sosok Pater Peter yang intelektual, ternyata kecintaannya akan budaya Manggarai tidak tergerus oleh waktu. Ia adalah salah satu tokoh perintis menghidupkan liturgi misa dalam nuansa Manggarai. Terutama bahasa Manggarai. Kebijakan Keuskupan Ruteng untuk mewajibkan setiap paroki memakai bahasa Manggarai dalam liturgi misa tidak lepas dari gagasan Pater Peter. Bersama JPIC OFM, Pater Peter selalu menjadi terdepan untuk membawa wajah Manggarai ini dalam liturgi misa bulanan bagi warga Manggarai diaspora di Jobodetabek. Karena ia begitu yakin bahwa bahasa Manggarai adalah identitas asali setiap orang Manggarai dimana pun berada.
Dengan gayanya yang khas, bahasa kotbahnya yang mudah dipahami dan kental dengan bahasa budaya, tidak jarang ia mengeritik umat yang datang untuk selalu ingat akan asal usul. Bahwa mengenal budaya melalu bahasa Manggarai adalah cara untuk mengekalkan akar kehidupan sebagai orang Manggarai.