Floressmart- Daripada dilihat saja, lebih baik hamparan sawah yang indah perlu dijajal sehingga wisatawan dapat merasakan langsung sensasi bertualang di alam pedesaan.
Salah satu spot wisata di Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang naik daun adalah rice field trail, paket wisata yang mengandalkan keindahan sawah di Kecamatan Wae Ri’i yang asri dan serba hijau.
Hampir seluruh permukiman penduduk di Kecamatan Wae Ri’i berada di bawah lembah. Bersatu dengan hamparan sawah. Sementara gunung api Mandusawu dan perbukitan lebat menjadi latar belakanganya. Indah bukan?
Melakoni trekking di Wae Ri’i bermula dari Lingko Tesem yang merupakan gerbang bagian barat untuk mengeksplor pemandangan alam di sana.
Berada di ketinggian 1200 mdpl, kawasan itu termasuk dalam 1899 hektare total luas kebun sawah Wae Ri’i. Hamparan sawah Lingko Tesem bak permadani hijau terbentang mengikuti lekuk alam.
Bunyi daun padi berdesir seirama angin yang menyapu ke segala arah. Menatap petak terasering bersafsaf mengingatkan kita betapa susahnya petani membuka sawah untuk menghidupi keluarga mereka.
Padi di Lingko Tesem tingginya sejajar itu karena waktu tanamnya serempak pada bulan Januari. Hijau padi dapat kita saksikan selama dua bulan, dan dua bulan kemudian padi itu menguning dan panen.
Menjajal jalan tanah dan berlumpur di Lingko Tesem tidak begitu menguras stamina karena jalur yang dipakai adalah jalan penghubung desa.
Secara keseluruhan rute rice field trail merupakan medan medium sepanjang 3 kilometer. Sementara empat kilometer sisanya masuk ke dalam wilayah Londang Desa Longko.
Katarina Dahul, salah seorang petani di sana mengaku senang karena pengunjung mulai berwisata lagi ke tempat itu setelah hampir setahun sepi imbas pandemi Covid-19.
Tidak hanya menanam padi, ibu lima anak itu juga mengurusi lahan kecil yang ditanami tanaman hortikultura.
Bersama suaminya, Marsel, Katarina lebih sering menginap di pondok bambu yang dibangun di Lingko Tesem. Rumah mereka di kampung Tanggo Desa Ranaka dijaga sama anak-anak.
Katarina beruntung, karena berada di pinggir jalur trekking sehingga pondoknya sering dijadikan tempat istirahat atau rest area. Pekarangan pondok Katarina bersih. Di bawah pekarangan terdapat sebuah kolam berukuran 7×5 meter.
Kolam nila dan pekarangan yang bersih membuat pengunjung betah. Sejumlah wartawan yang berniat untuk mampir sebentar bisa duduk berlama-lama.
Keberadaan pondok milik Katarina, membuat aktivitas pengunjung bertambah, trekking, foto-foto atau memancing ikan. Mama Katarina ramah dan baik hati, dia menawari kami minum kopi. Saya dan belasan anggota Persatuan Jurnalis Manggarai (PJM) hari itu menggelar tour jurnalistik memperingati Hari Pers Nasional, 9 Februari 2022.
Menyeruput kopi Flores racikan mama Rina serentak menghapus lelah. Kopi arabika dihidangkan dengan pangan lokal ubi rebus dan pisang.
“Seadanya saja ya. Begini sudah kita orang Manggarai, harus melayani tamu dengan baik walaupun sebatas kopi dan ubi saja,” ucap Katarina.
Katarina satu dari sekian banyak petani yang merindukan perubahan ekonomi. Maka dia pun mengaku bersyukur dengan kehadiran pemandu wisata yang mencetus trekking di persawahan Tesem.
“Kami petani sangat mengharapkan peningkatan ekonomi. Kami baru tahu ternyata ubi, pisang, kopi dan makanan kampung kami bisa menjadi uang berkat kehadiran turis,” ujar Katarina yang juga mengaku telah beberapa kali mendapat bayaran dari pengunjung yang memesan kopi dan ubi dipondok miliknya.
Destinasi komplit
Berdasarkan riset tour operator, Flores Exotic tahun 2018 lalu, ternyata trekking merupakan pilihan berwisata yang paling diminati di Flores saat ini.
Berdasarkan rekomendasi Flores Exotic, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Manggarai merekomendasikan persawahan Wae Rii sebagai destinasi baru.
Di Wae Rii pengunjung tidak melulu menikmati pemandangan atau mendengar suara burung, lebih dari itu wisatawan bisa berinteraksi dengan petani.
Wakil Ketua HPI Manggarai, Yulianus Irwan Sagur menjelaskan, rice field trail mulai diperkenalkan sebagai paket wisata baru sejak tahun 2018.
“Sebelum pandemi (Covid-19) kita sering mengantar turis ke sini. Seminggu bisa tiga kali. Tapi karena terjadi pandemi, kunjungan sepi. Sekarang kita persiapan lagi, harapannya pandemi segera berakhir,” ungkapnya di pondok mama Katarina.
Untuk paket trekking persawahan di Wae Rii, kata dia, dikonsepkan sebagai pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dengan prinsip ramah lingkungan.
“Masyarakat sebagai basisnya. Dan potensi pertanian sebagai resources yang mensuport masyarakat lokal,” imbuh dia.
Sebagai yang teranyar di paket tour Flores Overland, trail ini juga menyuguhkan atraksi yang kompleks.
“Jika Anda datang di akhir Januari atau awal Februari maka Anda akan menyaksikan proses pengolahan lahan secara tradisional. Petani di sini tidak menggunakan traktor tapi masih memakai kerbau untuk menggembur tanah,” ulas Irwan.
“Kalau Anda datang di bulan Mei maka Anda bisa menyaksikan panen padi secara tradisional. Jadi kompleks,” tambahnya.
Untuk melakukan trekking, pengunjung disarankan memakai celana pendek dan sepatu boot ditambah termos air. Jangan lupa bawa mantel hujan.
Sementara urusan makan siang, jangan khawatir. Ruteng Day Tour include trekking di persawahan Wae Ri’i juga disediakan makan siang.
“Untuk makan siang, ada rumah di tengah sawah yang akan siapkan. Menu makan siangnya yaitu, nasi bambu, ikan air tawar dari kolam di sini serta sayur lomak,” tutupnya.
Perkataan Yulianus ternyata benar, kami yang sudah kelaparan diajak ke pondok milik Piter Hasbun di tengah sawah Lingko Londang. Jam sudah menujunjukkan pukul 13.00 WITA dan kami pun makan dengan lahapnya. Nasi bambu,ikan nila, sayur lomak dan tentunnya sambal ludes tak tersisa.
Hampir lima jam menjelajahi alam Wae Ri’i, trekking pun berakhir di kampung Londang. (js)