Stok Langka, Harga Minyak Goreng di Reok Mencik

Minyak goreng hanya tersisa 2 botol di salah satu mini market di Reo (Foto: Floresmart)

Floressmart.com – Stok minyak goreng di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami kelangkaan sejak akhir Februari 2022 lalu. Kondisi ini nyaris terjadi di seluruh toko maupun mini market atau swalayan.

Mini market Pagi Reo misalnya, distributor barang jualan terbanyak di kota Reo mengalami kehabisan stok minyak goreng.

Selain itu, Toko Benteng Mas Reo juga mengaku stok minyak goreng di gudangnya sudah mulai berkurang dan bahkan nyaris habis karena belum ada pendistribusian.

“Sudah tinggal sedikit mau habis karena lagi kosong dari PT Wings Ruteng sebagai distributornya. Nanti kalau ada masuk dari PT Wings saya kabarkan lagi,” kata Koang, pemilik Toko Benteng Mas Reo via gawainya,Sabtu (5/3/2022).

Koang pun mengaku,ia terpaksa menjual minyak goreng secara eceran ke kios-kios demi membantu konsumen.

“Saya banyak jual ecer karena stok sedikit. Seles dari distributor Ruteng juga jarang ke Reok untuk antar minyak goreng ke toko-toko, terpaksa kios pengecer di Reok banyak ambil langsung di distributor,” ngakunya.

Floressmart.com mencoba menelusuri lagi beberapa mini market di kota Reo. Salah satu mini market, yakni Mini Market Toko Jaharan juga mengaku kehabisan stok. Mini Market Bandung Utama Group pun terpantau mengalami kekosongan minyak goreng.

“Minyak goreng lagi kosong, kami juga kesulitan. Seles dari distributor Ruteng juga sudah pernah informasi ke kami bahwa minyak goreng memang tidak ada. Kelangkaan minyak goreng yang terjadi karena memang tidak adanya distribusi dari Ruteng” kata Asri salah satu karyawan Toko Jaharan Reo.

Asri mengaku, ukuran minyak goreng 2 liter ia jual dengan harga Rp 53.000 dan harga 1 liter Rp 25.000. Hal itu dilakukannya karena harga minyak goreng mahal.

Baca juga  Ganti Migor dengan Minyak Kelapa

Ada pula kios pengecer dekat TPI Reo yang mengaku saking sulit mendapatkan minyak goreng ia terpaksa membeli langsung dari luar daerah, yakni Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) karena memang stok dari agen dan distributornya kurang. Minyak goreng itu pun terpaksa ia jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) supaya tetap untung.

Satu liter minyak goreng dijual dengan harga Rp 23.000 dan lima liter dijual dengan harga Rp 125.000. Sungguh jauh dari HET yang ditetapkan pemerintah.

Kurangnya stok minyak goreng ini disinyalir sebagai penyebab harga minyak goreng naik melampaui HET. Padahal pemerintah pusat melalui Kementrian Perdagangan (Kemendag) resmi memberlakukan HET untuk minyak goreng mulai 1 Februari 2022 lalu. Hal tersebut pun tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022, pasal 2 dan 3 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.

Dalam Permendag itu dijelaskan bahwa minyak goreng yang dimaksud adalah minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium.

HET untuk minyak goreng curah yang telah ditetapkan sebesar Rp 11.500 per liter, sementara minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.

HET yang ditetapkan dalam Permendag itu disesuaikan dengan berlakunya kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) untuk pasokan minyak sawit mentah (CPO) dan olein dari pasar luar negeri ke pasar dalam negeri. Kemudian besaran HET yang ditetapkan juga sudah sesuai dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), seperti yang terkutip dalam pasal 3 ayat 3.

Dengan aturan ini, maka pengecer dan agen wajib menjual minyak goreng kepada masyarakat sesuai HET yang ditetapkan.

Berdasarkan penelusuran, harga jual minyak goreng kepada masyarakat mengangkangi Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.

Hampir 50 persen harga yang ditetapkan di tingkat agen maupun pengecer jauh di atas HET yang sebenarnya, terutama minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium.

Baca juga  Pantau Kebutuhan Pokok, Gubernur Viktor Laiskodat Beli Minyak Kelapa di Pasar Inpres Ruteng

Harga minyak goreng yang semula dapat dijangkau kini diatur seenaknya oleh para penjual hingga nyaris tak terkontrol.

Mulai dari yang terkecil, harga satu botol minyak goreng di kios pengecer mencapai Rp 6.000 hingga Rp 12.000. Padahal sebelumnya harga minyak goreng hanya berkisar Rp 5.000 hingga Rp 10.000.

Pemilik warung makan yang terletak di tengah Kota Reo juga mengaku kecewa dengan HET yang diatur seenaknya oleh agen dan pengecer. Ia mengaku merugi jika bandingkan HET minyak goreng dengan harga makanan di warungnya yang tak pernah berubah.

“Harga minyak goreng di toko sudah mencapai Rp 120.000, sementara makanan yang kami dagangkan tidak berubah, harganya tetap sama dan tidak mengikuti harga minyak goreng. Akibatnya kami tidak mendapat untung lebih” kata Uni, pemilik warung makan.

Salah seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Reok, Nurlaila mengaku, sangat merasakan dampak dengan langka dan mahalnya minyak goreng ini.

“Sudah langka, mahal lagi. Akibatnya kami ibu rumah tangga yang tak punya penghasilan jadi susah mau beli. Apalagi sekarang dekat bulan suci ramadhan,” ungkapnya.

Di laman facebook, netters juga memerotes tingginya harga dan stok minyak goreng yang sulit didapat.

“Cari keliling Reok tetapi dapatnya cuman 1 botol bimoli. Harganya Rp 50.000. Sungguh sangat menyebalkan,” tulis Sergio.

“Cari-cari hampir satu jam, dapatnya cuman ini. Minyak goreng 2 liter dengan harga Rp50.000. Harga yang luar biasa,” tulis Maria Fatima sembari mengunggah satu botol minyak goreng.

Peran Pemda disorot

Menanggapi itu, anggota DPRD Kabupaten Manggarai, Silvester Nado berharap, kehadiran pemerintah seharusnya menjamin kesejahteraan masyarakat dan hal tersebut tentu menjadi bagian dari visi-misi bupati termasuk untuk konteks Kabupaten Manggarai.

“Terkait persoalan penjualan minyak goreng melampaui HET, kita mengharapkan agar Pemda Manggarai melalui pemangku kepentingan untuk melaksanakan amanat Permendag Nomor 6 Tahun 2022. Masyarakat membutuhkan kehadiran pemerintah dalam menjamin stabilitas harga,” kata anggota DPRD Dapil Cibal Reok itu.

Baca juga  Ganti Migor dengan Minyak Kelapa

Untuk itu katanya lagi, pihaknya mendorong agar pemerintah segera membuat peraturan bupati tentang penetapan HET sesuai amanat regulasi yang lebih tinggi. Kondisi ekonomi masyarakat saat ini sangat memprihatikan akibat pandemi Covid-19 untuk itu dibutuhkan kehadiran pemerintah melalui regulasi agar menjamin stabilitas harga sembako sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat.

Menurutnya, kehadiran peraturan bupati tentang penetapan HET dapat menghindari pedagang menjual sembako sesuka hati. Penetapan HET menjadi kebutuhan yang sangat mendesak sebagai wujud keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat.

“Banyak keluhan dari masyarakat terkait kelangkaan minyak goreng, untuk itu kita mengharapkan agar tindak tegas pelaku yang diduga menimbun dan menjual minyak goreng yang tidak sesuai,” tutup politisi Partai Demokrat itu.

Sementara itu Camat Reok, Ahmad Pahu mengatakan, pihaknya juga sedang berupaya untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng ini, sebab kelangkaan tersebut membawa dampak bagi konsumen, apalagi menjelang bulan suci Ramadhan.

Ia juga mengaku, kelangkaan minyak goreng ini sudah terjadi awal 2022 lalu dan sekarang pihaknya sedang berkordinasi dengan Pemerintah Kabupaten.

Menurut Ahmad, salah satu langkah yang diambil pemerintah dalam waktu dekat ini dengan cara membuat pasar murah agar stabilitas harga minyak goreng juga dapat dijangkau.

“Pasar murah ini menjadi langkah awal kita dalam mengendalikan harga minyak goreng di tingkat konsumen. Dalam waktu dekat kami akan buat itu,” jelas Ahmad.

Sementara terkait penyebab kelangkaan dan naiknya HET minyak goreng, Ahmad sendiri belum bisa memastikan benang merahnya, sebab penjual juga punya alasan sendiri menaikan harga minyak goreng, demikian pun sampai ke pengecer.

“Mungkin dari produksi kelapa sawitnya yang rendah sehingga minyak goreng juga langkah, baik dari distributor maupun agen,” jelas mantan Lurah Mata Air itu.

Laporan: Berto Davids

Beri rating artikel ini!
Tag: