Floressmart – Baru-baru ini 25 pejabat eselon IIIA dan IIIB di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dinonaktifkan dari jabatannya oleh Bupati Manggarai, Heribertus Geradus Laju Nabit.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) yang dibacakan saat pelantikan 139 pejabat administrator pada 2 Februari 2022.
Pada kesempatan tersebut bupati terpilih Pilkada 2020 itu menunjuk orang lain yang mengisi 25 jabatan kosong yang sebelumnya diemban oleh pejabat yang terkena nonjob. Ironisnya, ada pula pejabat yang diganti tapi kursinya dibiarkan kosong sampai sekarang.
Adapun 25 pejabat yang dinonjob itu, terdiri dari 3 orang Kabag, 4 camat dan 18 sisanya terdiri dari sekretaris, KTU dan Kabid.
Camat yang dinonjobkan yakni Camat Reok Barat, Camat Reok, Camat Rahong Utara dan Camat Langke Rembong. Sedangkan lainnya terdiri dari Kabag, Kabid, sekretaris dan KTU.
Para pejabat yang dibebastugaskan itu telah berkantor kembali, namun bukan pada posisi yang sebenarnya. Ada yang ditempatkan menjadi staf biasa di Bagian Prokompim, ada yang ditempatkan di Bagian Tapem, Bagian Hukum, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Kantor Inspektorat dll.
Mereka hanya bekerja sebagai staf biasa dan selalu taat dengan perintah atasan. Beberapa camat misalnya, yang sudah terbiasa memimpin wilayahnya kini harus turun sebagai staf yang mengurus administrasi.
Tindakan menonjobkan pejabat oleh Bupati diketahui tidak memiliki alasan jelas dan lebih parah lagi pencopotan itu awalnya tak disertai perintah tugas kepada puluhan ASN itu untuk berkantor di OPD manapun.
Setelah para pejabat itu ‘nganggur’ berminggu-minggu dan pencopotan mereka kemudian ramai disorot barulah para pejabat itu ditempatkan di sejumlah perangkat daerah.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Manggarai, Maksi Tarsi mengatakan, para aparatur yang dinonjobkan dari jabatannya merupakan invidu-individu berprestasi dan berintegritas serta tidak sedang terkena hukuman apapun terkait bidang tugas masing-masing.
“Yang jelas mereka orang-orang berkinerja baik. Mungkin Pak Bupati dan wakil bupati ada rencana lebih lanjut bagi mereka untuk melaksanakan penugasan khusus,” kata Maksi Tarsi seperti dikutip dari ViVa.co.id.
Maksi Tarsi pun tidak bisa memastikan apakah para aparatur yang telah dibebastugaskan itu, akan kembali menduduki jabatan sebab semua pos jabatan sudah terisi.
Ketika ditanya alasan mendasar di balik pencopotan tersebut, Maksi Tarsi pun tidak bisa menjelaskan selain menyebut itu kewenangan pimpinan.
Sementara itu, ada spekulasi yang berkembang di Manggarai bahwa pencopotan 25 orang pejabat itu diduga karena dendam politik.
Ada juga spekulasi yang berkembang bahwa ‘penyingkiran’ terhadap para pejabat itu merupakan strategi Bupati Manggarai dalam rangka penyegaran dan regenerasi aparatur.
Demokrat buka aturan
Menanggapi hal tersebut Fraksi Partai Demokrat DPRD Manggarai menyoroti kebijakan Bupati Nabit yang menonjobkan 25 pejabat itu.
Menurut Fraksi Demokrat, proses nonjob terhadap 25 pejabat lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai sarat dengan kepentingan tertentu.
“Kami sudah soroti kebijakan bupati yang menonjobkan 25 pejabat dan itu sudah dibacakan di Paripurna DPRD tentang pandangan umum fraksi,” kata Silvester Nado kepada wartawan.
Silvester mengatakan, membebastugaskan pejabat yang berkinerja baik oleh Bupati Manggarai nihil argumentasi. Hal tersebut, kata dia, merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Istilah nonjob, katanya lagi, tidak diatur dalam hukum kepegawaian. Hukum kepegawaian hanya mengatur tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan dari Jabatan Struktural sebagaimana diatur dalam PP No. 100 Tahun 2000 Jo. PP N0. 13 Tahun 2002.
“Ketentuan ini mengatur secara rigid (tidak mudah berubah dan memerlukan proses khusus untuk melakukan amandemen) tentang tahapan panjang dalam memberhentikan seorang PNS dari jabatan struktural alias nonjob,” jelas Anggota DPRD Dapil Cibal-Reok itu.
Dalam ketentuan tersebut, tambah dia, seorang PNS dapat diputuskan nonjob dengan syarat apabila PNS tersebut mengundurkan diri dari jabatannya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dari PNS, diangkat dalam jabatan struktural lainnya, cuti di luar tanggungan negara, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan struktur/organisasi satuan kerja, dan tidak sehat jasmani dan rohani.
Lebih lanjut, dalam Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) PP No. 53 Tahun 2010, apabila istilah nonjob disamakan dengan istilah Pembebasan dari Jabatan, maka pemberian nonjob ini masuk dalam Kategori Hukuman Disiplin Berat. Mekanisme yang ditempuh sejak awal harus masuk dalam jalur pemberian Sanksi Kedisiplinan PNS.
Ketentuan tersebut, lanjut Silvester, mengatur tahapan sanksi kedisiplinan mulai dari pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung atau oleh Tim Pemeriksa, selanjutnya dilakukan pemeriksaaan secara tertutup yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pengumpulan Bukti dan Keterangan Saksi.
Apabila ditemukan pelanggaran dan kesalahan, baru dapat dijatuhkan sanksi kedisplinan. Sanksi yang dapat diberikan pun secara berjenjang mulai dari hukuman ringan, sedang dan berat. Salah satu sanksi dalam hukuman berat adalah pembebasan dari jabatan yang dapat disamakan dengan istilah saat ini yaitu nonjob.
Selanjutnya, nonjob adalah hukuman berat yang diberikan kepada PNS yang melakukan kesalahan dan pelanggaran yang berat, misalnya terbukti tidak setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 1945, membocorkan rahasia jabatan, terbukti tidak memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 sampai 45 hari kerja, tidak mencapai sasaran kerja kurang dari 25% sampai akhir tahun dan lain sebagainya.
“Fraksi Demokrat tentu saja bertanya kepada pemerintah apakah pejabat yang di-nonjob-kan tersebut melakukan kesalahan atau sedang terkena sanksi kedisiplinan?” tanya Silvester.
Menurut Fraksi Demokrat, pembenahan birokrasi menjadi tuntutan mutlak dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Oleh karena itu perlu ada proses yang transparan berkaitan dengan naik atau turunnya eselonering. Untuk mencapai sebuah eselonering tertentu, tentunya membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama.
Demokrat berharap agar pergantian pemimpin tidak menjadi preseden buruk dalam menurunkan eselonering dari ASN karena akan berdampak terhadap kinerja kerja dan kenyamanan kerja dari ASN.
Untuk itu, perlu ada pertimbangan yang matang sebelum mengambil keputusan penurunan eselonering para ASN sehingga tidak ada kesan lain di balik keputusan tersebut.
Analogi main bola
Bupati Nabit kemudian merespons pandangan umum Fraksi Demokrat terkait puluhan pejabat yang dinonjobkan.
Menurutnya, keputusan nonjob atau pembebasan ASN dari jabatan administrator yang dipersoalkan oleh Demokrat tidak dimaknai secara negatif dalam artian sarat kepentingan tertentu atau telah mendapatkan sanksi disiplin sesuai ketentuan yang tercantum dalam PP 94 tahun 2021. Tetapi saat ini pemerintah sedang melakukan pembenahan birokrasi dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
“Terhadap para ASN yang dinonjobkan itu akan mendapatkan tugas khusus dalam rangka mendukung pencapaian target RPJMD tahun 2021-2026” kata Bupati Nabit dalam salinan jawaban tertulis yang diperoleh media ini, Senin (14/3/2022).
Ia juga mengatakan bahwa penempatan para pejabat nonjob di lingkup Pemkab Manggarai pasti diatur lebih lanjut dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Bupati Nabit, lantas membuat analogi bermain sepak bola yang mana pelatihlah yang mengatur para pemain di lapangan, siapa pemain yang turun bermain lebih dahulu dan yang kemudian.
“Tidak semua pemain langsung diturunkan semua. Apa jadinya kalau semua pemain yang jumlahnya banyak diturunkan sekaligus.Begitu analoginya. Kita pasti atur semuanya. Ada yang diatur penempatannya lebih dahulu dan ada yang kemudian,” terang Bupati Nabit berumpama.
Dikatakannya, pengaturan untuk penempatan jabatan sedang dilakukan sekarang ini baik untuk jenjang eselon dua maupun yang di bawahnya. Pengaturan secara baik mutlak guna memperkuat barisan dalam mengurus daerah ini lebih baik dan maju lagi.
Demikian juga untuk mengisi posisi lowong akibat pejabatnya sudah pensiun atau pindah tugas akibat kepentingan organisasi. Karena itu, yang belum menempati jabatan sudah pasti akan diatur lebih lanjut.
Bupati Hery Nabit mengatakan, apa yang dipikirkan pimpinan kadang tidak sama dengan bawahan dan orang per orang. Pemimpin berpikirnya menempatkan orang harus sesuai dengan keahlian dan kompetensinya. Mungkin pada giliran yang sudah lalu, orang itu belum pas pada posisi yang hendak diatur. Karena itu, orang-orang itu diatur untuk giliran berikutnya.
Ia berharap tidak perlu sebetulnya berpikir aneh-aneh dengan situasi yang ada. Apalagi men-judge karena tidak menempati jabatan pada proses yang telah lewat.
Kalau dalam konteks Pilkada, lanjut dia, momen politik itu sudah lewat jauh. Apakah memang orang yang yang belum menempati jabatan itu tidak memilih dirinya dan wakil?
“Bagaimana tahunya kalau orang itu tidak memilih. Oleh karena itu cukup berspekulasi banyak, mari membangun Manggarai menjadi lebih baik,” cetus dia.
Informasi pun beredar, Keputusan Bupati Nabit tersebut berujung laporan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Sebab, keputusan nonjob terindikasi mengandung unsur perbuatan melawan hukum karena Bupati diduga menyalahgunakan kewenangan dalam hal me-nonjob-kan ASN.
Laporan: Berto Davids