Floressmart- Retribusi sampah yang ditetapkan Pemerintah Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2022 naik menjadi Rp 4.500.000 per bulan dari sebelumnya hanya berkisar Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per bulan.
Target ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Penetapan Perubahan Kedua Atas Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan.
Tarif retribusi yang ditargetkan ini juga sudah sesuai dengan struktur dan perubahan besarnya tarif.
Namun setelah ditelisik target ini rupanya berbanding terbalik dengan kesejahteraan para operator kendaraan roda tiga pengangkut sampah yang saban hari kerjanya memungut, mengantar dan membuang sampah ke TPS serta menagih retribusi demi kebutuhan PAD Manggarai.
Kebijakan itu membawa kesan bahwa pemerintah sibuk mencari PAD ketimbang memperhatikan kesejahteraan operator roda tiga.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga belum sesuai dengan beban kerja yang operator.
Honor Rp1 juta rupiah per bulan yang ditetapkan pemerintah belum cukup menunjang kesejahteraan mereka. Bahkan honor itu nyaris tak mengikuti perubahan Perbup Retribusi Sampah yang dikeluarkan Bupati.
Awalnya, retribusi hanya berkisar Rp 10.000 per rumah tangga, sekarang targetnya naik menjadi Rp 800.000 paling tinggi dan Rp 5.000 paling rendah, sehingga targetnya mencapai Rp 4.500.000. Sementara honor operator roda tiga masih bertahan di Rp 1.000.000 per bulan.
Tak hanya soal honor, uang operasional untuk menunjang kelancaran roda tiga seperti bensin, oli, ban dan keperluan lainnya juga belum sesuai kebutuhan. Besaran yang diterima operator hanya Rp1 juta rupiah.
Terkait itu memang belum mencukupi jika dibandingkan dengan mobilisasi kendaraan yang tiap saat beroperasi mengangkut sampah. Bahkan, para operator kerap mengeluarkan uang dari gocek pribadi untuk kebutuhan operasional kendaraan.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Di tengah totalitasnya, para operator roda tiga yang bekerja dengan tulus hati tanpa kenal lelah memungut sampah dan menagih retribusi untuk menunjang PAD Manggarai tetapi di sisi lain keberadaan mereka dipandang sebelah mata.
Viktorius Naja, salah satu operator roda tiga yang bertugas di Kelurahan Reo mengatakan, honor yang ia dapat selama menjadi operator roda tiga belum cukup menunjang kesejahteraan hidup keluarga. Pasalnya, honor tersebut tidak diterima per bulan melainkan diterima per dua belas bulan atau satu tahun.
Hal ini tentu membuat kebutuhan keluarganya nyaris tak terpenuhi dengan honor yang diterimanya sekali dalam setahun.
“Honor Rp 1 juta masih belum cukup bagi kami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi honor itu diterima per 12 bulan. Perlu diketahui bahwa beban kerja kami tinggi dari pagi hingga petang demi mengurus sampah di Kecamatan Reok,” ungkap pria yang akrab disapa Tores ini, Senin (21/3/2022).
Tores juga mengeluh soal biaya operasional kendaraan yang relatif kecil dan tidak sesuai kebutuhan para operator di lapangan.
Ia mengaku, biaya operasional sebelumnya diambil dari pungutan sampah Rp 10.000 per rumah tangga tapu dapatnya cuma Rp 300.000 per bulan.
Dengan operasional Rp 300.000 itu, kata Tores, jelas tidak bisa memenuhi bahan bakar kendaraan yang tiap hari beroperasi. Belum lagi oli dan ban yang secara berkala harus diganti .
“Terpaksa kami mengeluarkan uang pribadi,” imbuhnya.
Ia berharap keluhan ini segera diperhatikan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah kecamatan dan Dinas Lingkungan Hidup.
“Kami makan tidak tunggu 12 bulan, begitu pun dengan operasional kendaraan, tidak tunggu 12 bulan baru butuh. Jangan hanya kejar PAD tapi kesejahteraan kami tidak diperhatikan,” ujarnya.
Senada dengan Tores, operator Kelurahan Mata Air, Sudin, juga menyampaikan keluhan serupa.
Ia mengatakan, honor yang diberikan pemerintah belum layak jika dibandingkan dengan militansi kerjanya di lapangan dengan produksi sampah yang makin tinggi.
Menurut Sudin, honor Rp 1 juta per bulan sama saja menutup uang pribadi yang ia keluarkan untuk kebutuhan operasional kendaraan.
“Honor Rp 1 juta itu hanya untuk tutup kami punya uang yang sudah keluar untuk biaya bensin, oli maupun ban, belum lagi ada kerusakan lain. Sehingga honor itu belum cukup,” kata Sudin.
Ia juga mengaku, sebelumnya pemerintah sempat mengeluarkan wacana kenaikan honor operator roda tiga sebesar Rp2 juta lebih. Tetapi sampai sekarang wacana itu belum terealisasi.
“Harusnya honor kami sudah Rp2 juta lah kalau dilihat dari beban kerja dan tingkatan produksi sampah di Reok yang makin hari makin tinggi,” tutur Sudin.
Ia juga berharap pemerintah segera menindaklanjuti keluhan ini.
Tanggapan camat
Menanggapi keluhan operator roda tiga, Camat Reok, Ahmad Pahu menjelaskan, tarif retribusi sampah sebesar Rp 4.500.000 itu hanyalah target yang akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Sewaktu-waktu bisa dievaluasi kembali.
“Jadi itu kan hanya target. Nanti jelas kita evaluasi lagi terkait data-data yang kita peroleh dari tiap kelurahan. Syukur juga kalau target itu bisa tercapai,” ujar Ahmad.
Ia menjelaskan, target retribusi sampah sebesar Rp 4.500.000 itu merupakan target yang ditetapkan untuk skop kecamatan, bukan skop kelurahan.
Jadi, retribusi Rp.4.500.000 itu merupakan akumulasi dari 4 kelurahan yang ada di Kecamatan Reok sesuai dengan besaran retribusi sampah per rumah tangga yang ditetapkan dalam Perbup.
“Kalau satu operator hanya mampu 300 yah mau bilang apa. Nantikan gabung dengan Kelurahan lain supaya dapat Rp.4.500.000. Itupun kalau bisa. Kalau tidak yah evaluasi lagi” imbuh Ahmad.
Kata Ahmad, besaran retribusi sampah yang ditetapkan dalam Perbup, tertinggi Rp 800.000 dan terendah Rp 5.000. Besaran itu sudah termasuk sampah berjenis komersial, sampah non komersial maupun sampah penyelenggaraan keramaian.
“Biasanya yang retribusi sampai Rp 800.000 itu merupakan sampah yang berasal dari penyelenggaraan keramaian. Kalau keramaiannya melibatkan 2 ribu orang yang jelas produksi sampahnya juga banyak. Nah otomatis retribusinya juga naik,” jelas Ahmad.
“Kedepan kita melihat data-data dulu. Kalau cocok dengan target retribusi yah lanjut. Tetapi kalau tidak yah kita evaluasi kembali,” ulangnya lagi.
Sementara terkait keluhan honor dan biaya operator roda tiga, Ahmad menjelaskan, pihaknya sedang berupaya agar hal tersebut juga diperhatikan oleh pemerintah kabupaten dalam hal ini dinas lingkungan hidup.
Selama ini, kata Ahmad, honor untuk opeator roda tiga diambil dari DPA kecamatan yang sudah dianggarkan sesuai kebutuhan. Jika itu belum cukup maka pihaknya akan tetap berjuang demi kesejahteraan operator.
“Initinya kerja saja dulu dengan tulus. Semua akan diperhatikan. Kedepan pemerintah tidak mungkin menutup mata dengan kondisi itu. Honor para operator diambil dari DPA kecamatan yang memang posnya kecil. Mudah-mudahan ke depan ada perubahan,” tutup Ahmad.
Laporan: Berto Davids