Floressmart- Sejak tahun 2020, Keuskupan Ruteng mengalihkan semua pengelolaan lembaga pendidikan Katolik di wilayah Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat dari sebelumnya dikelola oleh paroki-paroki menjadi pengelolaan terpusat di bawah kendali Yayasan Sukma.
Namun ketetapan pihak Keuskupan Ruteng itu tidak berjalan mulus. Salah satu konflik yang masih bergulir adalah ketegangan antara Yasukma dengan dewan pengurus pendidikan Santo Stefanus Ketang.
Untuk diketahui, Paroki Maria Diangkat ke Surga Rejeng Kecamatan Lelak selama ini mengelola dua lembaga pendidikan yakni SMPK dan SMAk St. Stefanus Ketang. Sejak berdiri, dua sekolah ini merupakan sekolah Katolik kebanggaan Paroki Rejeng khususnya. Di lain sisi, keberadaan dua koleah itu turut mendongkrak taraf pendidikan di Manggarai termasuk mencetak banyak klerus atau imam Katolik.
Selain itu, lembaga pendidikan St. Stefanus merupakan aset paroki dan merupakan salah satu lembaga pendidikan Katolik berbiaya murah namun kaya akan prestasi yang masih dipercaya memberikan layanan pendidikan yang berkualitas di tengah tren sekolah-sekolah swasta Katolik dengan biaya yang semakin mahal setiap tahunnya.
Meski dua sekolah Katolik ini bakal diambil alih pengelolaannya oleh Yasukma tapi pengurus unit yang merangkap Dewan Pelaksana Paroki (DPP) yang selama ini bertanggung jawab terhadap semua manajemen pendidikan di dua sekolah tersebut menyatakan menolak keputusan tersebut dengan berbagai argumentasi fundamental. Mereka bahkan melayangkan surat penolakan langsung ke Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat tertanggal 17 Januari 2022.
Maka untuk menindaklanjuti ketetapan Uskup sekaligus menanggapi pernyataan penolakan dari pengurus unit St. Stefanus Ketang maka perlu dibuatkan sosialisasi di tingkat paroki yang digelar Rabu (8/6/2022).
Hadir dalam sosialisasi tersebut, Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, RD Alfons Segar, Ketua JPIC Keuskupan, Pastor Marten Jenarut, Vikep Keuskupan Rm Geradus Janur, Komisi Pendidikan Kesukupan Ruteng Rm Frans Nala dan Rm Bone Rampung utusan Yayasan Sukma.
Hadir juga para pengurus dewan paroki, tokoh masyarakat, para pendidik SMPK dan SMAK St Stefanus Ketang.
Menanggapi penolakan dari DPP Paroki maupun pengurus unit Pendidikan Santu Stefanus Ketang, Vikjen Keuskupan Ruteng, Pastor Alfons Segar menjelaskan bahwa surat ketetapan Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat Nomor 008/ 27/ 2022 tanggal 3 Januari 2022 yang mengalihkan hak pengelolaan SMPK dan SMAK St Stefanus Ketang dari kepengurusan tingkat paroki ke Yayasan Sukma sudah berdasarkan kajian-kajian pastoral dalam hal meningkatkan lembaga pendidikan Katolik serta berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
“Pertama kami menghargai semua jasa dalam sejarah sejak awalnya berdirinya dua lembaga pendidikan ini. Mengapa pada saat di awal tadi kami penyampaikan terima kasih karena menghargai semua bentuk keterlibatan dari tokoh-tokoh umat, tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Paroki Rejeng ini,” kata Vikjen.
Menurutnya, eksistensi SMPK dan SMAK St Stefanus Ketang tidak terlepas dari perubahan pengalihan hak kelola yang sudah terjadi beberapa kali.
“Bahwa memang perjalanan dari dulu mengalami sekian banyak perubahan yang signifikan. Tentu pada saat itu sehingga ada pengalihan dari Santo Stefanus ke Interkoperasi bagi para pelaku yang ada pada waktu itu tentu memahami mengapa peralihan yayasan Stefanus ke Interkooperasi begitu juga dalam perjalanan sejarah dari Interkoperasi dialihkan ke keuskupan. Peralihan- peralihan itu tetap dalam satu pemahaman bahwa pengelolaan suatu sekolah lembaga pendidikan harus ada yayasannya,” tutur Vikjen.
“Bahwa dalam perjalanan itu juga seperti yang sudah dialami disini, pengelolaan sekolah dilaksanakan oleh paroki, pastor paroki, BPP. Namun kebijakan keuskupan tidak lagi seperti itu maka sekolah-sekolah Katolik di wilayah paroki yang belum dikelola oleh paroki dialihkan ke yayasan Sukma,” sambungnya.
Lebih lanjut Vikjen Alfon berkata, penyelenggaraan lembaga pendidikan akan selalu berhadapan dengan pemerintah dan pengurus sekolah kata dia, harus taat pada Undang-Undang Pendidikan dan Undang-Undang Yayasan.
“Kemudian dalam pengelolaan internal dalam yayasan itu ada anggaran dasar anggaran rumah tangganya pengelolaan sekolah di bawah yayasan berjalan berdasarkan AD ART itu. Dalam sekian banyak rumusan AD ART saya sangat yakin bahwa akan memperhatikan semua kepentingan yang ada di sekolah itu supaya semuanya bisa berjalan dengan baik termasuk kesejahteraan para gurunya,” tutupnya.
Dasar penolakan
Alfred Hasiman Rengka, Ketua DPP merangkap Ketua Pengurus Unit Lembaga Pendidikan Santo Stefanus Ketang dalam kesempatan itu lantang menolak keputusan tersebut. Menurutnya, Yayasan Sukma dari dahulu tidak memiliki andil apapun baik konsep pengembangan sekolah maupun ketika sekolah itu pernah dilanda krisis.
“Dari sejak dibangun sekolah ini berkali-kali mengalami pasang surut dan umat paroki berkali-kali ikut berkontribusi untuk menyelamatkan sekolah ini tapi di saat kita mengalami kesulitan keuangan kemana Yayasan Sukma itu,” ujar Alfred Rengka dalam sosialisasi di Aula Paroki Ketang, Rabu,
Alfred juga menyatakan, jika dua sekolah itu dikelola langsung oleh Yayasan Sukma maka sistem yang selama ini sudah akrab dengan lingkungan Pendidikan St Stefanus Ketang pasti diubah termasuk besaran uang sekolah berpotensi disamakan dengan standar sekolah Katolik yang mahal.
“Visi misi sekolah Santu Stefanus Ketang adalah agar anak-anak di Paroki Rejeng ini dapat mengenyam pendidikan disini saja tanpa harus sekolah di Ruteng. Kemudian visi misi sekolah ini juga bukan orientasi keuntungan, biar murah tapi kesejahteraan guru tetap diperhatikan dan sekolah ini tetap berprestasi,” sebut Alfred Rengka.
“Kemudian ketika dikelola oleh Sukma keuangannya pasti akan diubah itu pasti yakin saya pasti akan disamaratakan dengan Fransiskus dan lain-lain sedangkan visi misi ingin membantu umat dibantu pendidikannya dengan mempertimbangkan ekonomi juga,”ungkap Alfred.
Alfred juga menilai, Uskup Ruteng maupun Yayasan Sukma lebih mengutamakan pendekatan kekuasaan keuskupan ketimbang dialog. Akibatnya, kata dia, surat keputusan yang diteken Uskup Ruteng jelas-jelas meminggirkan peran pengurus unit yang selama ini telah berjasa membesarkan dua sekolah tersebut.
“Pada pertemuan di Kevikepan tanggal 3 Desember September 2021, saat itu juga saya menolak lalu keputusannya adalah akan ada pertemuan atau dialog dengan bapa uskup. Kami menunggu itu, kami menunggu bertemu dengan yang mulia tapi apa yang terjadi kami tidak dipertemukan dengan bapa uskup yang terjadi adalah mengeluarkan sebuah surat keputusan di situ kami kecewa sehingga pertanyaannya adalah ada apa ini di saat dua sekolah ini sudah besar lalu diambil tidak dibuatkan pendelegasian wewenang kepada pengurus unit malah langsung diambil alih,” tutupnya.
Meski dibuka dialog, namun acara sosialisasi itu tidak mencapai kata sepakat. Memang ada tokoh umat dan tokoh masyarakat yang sejalan dengan konsep keuskupan namun lebih banyak pihak yang menolak Yayasan Sukma. (js)