Floressmart- Satu dari 45 orang pelaku pariwisata di Labuan Bajo yang ditangkap saat menggelar orasi pada hari pertama aksi mogok, Senin (1/8/2022) kemarin sudah jadi tersangka di Polres Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pria berinisial RTD itu dianggap menghasut agar anarkis menentang penerapan tarif mahal ke Taman Nasional Komodo menjadi Rp3,75 juta per orang.
Kapolres Manggarai Barat, AKBP Felli Hermanto mengatakan, tersangka yang diketahui sebagai penggerak aksi mogok terindikas akan melakukan pembakaran terhadap pelaku usaha wisata jika ada yang mengangkangi poin-poin kesepakatan aksi mogok yang dibuat pada 30 Juli 2022.
“Barang bukti, ada pesan lisan yang disampaikan melalui upload video, ada pesan tertulis yang dinyatakan melalui kesepakatan yang dibuat oleh asosiasi tersebut. Dalam ketentuan kesekapakan tersebut berbunyi akan melakukan pembakaran. Ditandatangani 24 orang,” kata AKBP Felli di Mapolres Manggarai Barat, Selasa (2/8/2022) petang.
Untuk pihak lain yang membubuhi tanda tangan dalam lembaran persepakatan itu, lanjut dia, juga sudah dipanggil dan menjalani pemeriksaan. Namun status mereka hanya sebagai saksi.
“Mereka dikenakan pasal 14 UU No 1 Tahun 1946 tentang perlakuan hukum pidana, atau pasal 336 ayat 1 dan 2 KUHP tentang kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi orang atau barang yang ancamannya 10 tahun penjara,” terangnya.
Sedangkan satu orang lagi, yakni AH, yang juga diduga sebagai pentolan aksi, kata Kapolres, masih dalam pencarian.
AKBP Felli menyampaikan, selain RTD, terdapat juga dua orang lainnya yang masih menunggu hasil pemeriksaan yakni ER dan YL.
Dasar penetapan tersangka kata Kapolres Felli, berdasarkan pendalaman kasus oleh penyidik Pidum Polda NTT bersama Polres Mabar.
“Kondisi dari kegiatan dan informasi itu dinamis. Berdasarkan hasil kajian dari tim yang dilakukan oleh Polda NTT dan Polres Manggarai Barat, kami menetapkan yang bersangkutan dengan penerapan pasal tersebut. Apakah dua orang berpotensi jadi tersangka. Kita lihat dari pemberkasan selanjutnya karena disitu ada peran yang membedakan,” terang AKBP Felli.
Wartawan kemudian menanyakan perubahan kesepakatan yang dibuat para pelaku pariwisata yang sudah meralat kata ‘pembakaran’ sebelum kesepakatan itu dipublis ke media.
“Sudah tidak berlaku meski sudah diralat,” timpal Kapolres.
Kapolres juga dicecar soal keterkaitan pasal yang diterapkan kepada tersangka yang bertolak belakang dengan fakta bahwa tersangka tidak bertindak mengganggu keselamatan orang selain berorasi saja diluar kintal Bandara Komodo.
Kapolres kemudian menanggapi pertanyaan wartawan seputar gangguan kantibmas apa saja dan berapa kerugian orang dari aksi mogok yang dilakukan pelaku pariwisata di Labuan Bajo.
“Jika berkaitan dengan pengaduan1 komplain dari masyarakat tentang gangguan kantibmas, menjadi sampling untuk menyatakan bahwa saya sebagai kapolres harus melakulan tindakan tegas dalam hal ini tindakan tegas kepolisian,” imbuhnya.
” Itu tadi, satu saja sudah menjadi indikasi bagi saya. Saya tidak mau dua atau tiga satu cukup. Tidak perlu ada kerugian materil psikis itu penting, karena ini daerah pariwisata. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menjamin dalam hal ini Polres Manggarai Barat sebagai yang terdepan wajib menjaga rasa aman dan nyaman bagi pelaku wisata yang hadir di Kabupaten Manggarai Barat sebagai daerah pariwisata prioritas,” bebernya.
Pada kesempatan itu dia juga mengutarakan alasan kenapa anggota Brimob Polda NTT yang dikerahkan menjaga aksi mogok malah kemudian melukai belasan pelaku pariwisata yang long march menuju areal bandara.
“Ada aksi ada reaksi,” tekan AKBP Felli.
Lalu, menyangkut pengerahan 1000 personel gabungan TNI Polri ke Labuan Bajo, Kapolres Mabar memastikan itu bagian dari protap pengendalian gangguan kantibmas.
“Ada SOP berkaitan dengan lapis-lapis kemampuan. Fungsi dari bantuan kendali operasi yang ada di Polres Manggarai Barat adalah Satuan Brimob Polda NTT itu sudah SOP bagaimana lapis kemampuan itu menggunakan uniform dan kelengkapan itu sudah ada ketentuan,” cetusnya. (js)