Menghapus “Fobia” Eksploitasi Geothermal Poco Leok, PLN Beberkan Bukti Riset

Lokasi PLTP Ulumbu Manggarai-NTT ( Sumber : PLN).

Floressmart- Pulau Flores memiliki daya geothermal yang cukup besar, hampir 1.000 Megawatt (MW) dengan cadangan sebesar 402,5 MW. Dari 16 titik panas bumi di Flores, wilayah Poco Leok di Kabupaten Manggarai menyimpan potensi terbesar.

Saat ini PLN sedang merampungkan proses penetapan lokasi 7 titik pengeboran yang tersebar tiga desa wilayah Poco Leok, yaitu, Desa Lungar, Mocok, dan Golo Muntas.

Perluasan area pembangkit unit 5 dan 6 Poco Leok bertujuan meningkatkan kapasitas eksisting dari 4×2,5 MW PLTP Ulumbu dinaikkan ke 2×20 MW untuk memenuhi kebutahan elekrifikasi di Manggarai yang menurut PLN masih defisit 4 MW beban puncak pada malam hari.

Unit 5 dan 6 ini terbagi atas 4 wellpad atau tapak pengeboran yakni Wellpad D (Lingko Tanggong milik Warga Kampung Lungar), Wellpad E (Kampung Cako, Leda, dan Lelak Desa Lungar).

Wellpad F di Lingko Ncamar milik warga Kampung Ncamar (dekat Lingko Mesir). Terakhir Wellpad G berada di Lingko Lapang, milik warga Kampung Mocok di bagian Lembah Poco Leok.

Nantinya di 4 wellpad tersebut dibangun 5 titik sumur produksi dan 2 sumur injeksi. Eksploitasi panas bumi Poco Leok diklaim sebagai pengeboran ramah lingkungan dengan tingkat keamanan tinggi.

Untuk proyek yang merupakan pengembangan dari PLTP Ulumbu (eksisting 2×5 MW) pada tahun 2012 ini,  PLN membutuhkan sedikitnya 14,5 hektare dengan rincian 4 area pengeboran (± 8,5 ha) dan area pembangkit & aux area (± 6 ha).

Pemerintah telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emission pada 2060. Dalam hal ini sumber daya EBT di pulau Flores perlu segera dimaksimalkan pemanfaatannya untuk pengadaan energi bersih serta ramah lingkungan.

Tapi dalam prosesnya yang belum apa-apa tapi PLN sudah berhadapan dengan pertentangan dari warga yang menyatakan menolak eksploitasi baru di Poco Leok.

Meskipun mayoritas pemilik lahan menyatakan setuju dengan catatan besaran ganti untung lahan pun tanaman yang ada di dalamnya jangan sampai mengecewakan petani.

Berspekulasi tentang efek buruk dari eksploitasi panas bumi tampaknya belum beranjak dari inti perlawanan kelompok kontra. Hal itu berkaca dari keluhan-keluhan yang dirasakan warga tetangga di Desa Wewo yang lebih dahulu hidup berdampingan dengan PLTP.

Baca juga  Pengembangan PLTP Ulumbu, Proyek Percepatan Transisi Energi dan Cara PLN Kurangi Emisi Karbon

PLTP Ulumbu kini dijadikan kambing hitam. Sebuah kondisi yang kontras dengan kondisi era 2000-an di mana saat itu masyarakat amat mengingnkan uap Ulumbu bisa menerangi tanah “Nuca Lale.

PLTP Ulumbu Manggarai-NTT (Sumber : PLN).

Ragam spekulasi

Beragam spekulasi dan fobia mencetus perlawan kelompok warga menolak pengembangan PLTP di Poco Leok. Mengingat warga lingkar geothemal adalah masyarakat adat tentunya mereka tidak mau dipisahkan dengan tanah ulayat mereka sebagai sebuah entitas.

Selain itu warga tidak ingin tanaman cengkeh, kemiri dan cokelat yang hijau menjadi tidak berbuah seperti yang dialami masyarakat Desa Wewo yang dalam 3 tahun terakhir tidak bisa lagi memanen cengkeh dan tanaman perdagangan lainnya. Lantas apakah itu juga bagian dari petaka PLTP?.

Banyak antagonisme yang kemudian menghantui warga 9 kampung di wilayah Poco Leok. Ada yang mengatakan sawah dan air bakal tercemar. Ada juga yang menyebut lahan sewaktu-waktu bisa longsor tanpa sebab seperti testimoni orang Wewo yang katanya akibat pengeboran Ulumbu di masa lalu.

Riset PT.LAPI ITB

Terhadap seabrek spekulasi yang berkembang di Poco Leok, pihak PLN memberi klarifikasi berbasiskan kajian akademis.

Humas PLN Induk Unit Pembangunan (IUP) Nusa Tenggara (Nusra) Irlan Jayadi Lalu menjelaskan, PLN telah menerima sekian banyak keluhan dari warga Desa Wewo maupun desa lain di sekitaran PLTP Ulumbu.

Keluhan-keluhan yang dikaji sama persis dengan keresahan saat ini yang disuarakan warga terdampak pengembangan unit 5-6 Poco Leok.

PLN kata Irlan, dalam setiap aktivitasnya mengutamakan savety bagi pekerja maupun masyarakat.Operasionalisasi PLTP Ulumbu juga diawasi ketat.

Pengukuran dampak positif dan negatif PLTP sebutnya, dilakukan secara periodik dan holistik sampai menembus kualitas udara, kadar belerang dalam air serta humus tanah.

Dalam penelitian terbarunya, PLN menggandeng Institut Tehnologi Bandung (ITB) dengan sasaran riset di Desa Wewo, Wae Ajang, Umung, Ponggeok, Lungar, Gonggor dan Paka.

Riset yang dilaksanakan PT.LAPI ITB tahun 2022 itu menguji fakta di balik keresahan warga soal PLTP Ulumbu.

“Terdapat 91% responden mengetahui aktivitas PLTP Ulumbu dan 72% responden menyampaikan bahwa PLTP Ulumbu memberikan dampak positif, seperti ketersediaan listrik, peluang kerja dan usaha, serta mempermudah komunikasi dan internet,” kata Irlan di Ruteng, Kamis (16/3/2023).

Baca juga  PLTP Ramah Lingkungan Dikembangkan di Poco Leok

LAPI ITB juga merilis responden tentang dampak PLTP Ulumbu terhadap pertanian dan kesehatan.

“Hanya 97% responden menyampaikan bahwa aktivitas PLTP Ulumbu tidak menyebabkan pencemaran air walaupun 3 % responden menyatakan  saat hujan air menjadi keruh. Kemudian 84% responden menyampaikan bahwa aktivitas PLTP Ulumbu tidak menyebabkan pencemaran tanah, namun 16%  menyatakan terjadi pencemaran tanah khususnya pada tanaman kopi,” imbuhnya.

Isu tanaman Cengkeh, Kemiri dan Cokelat yang tidak berbuah sejak tahun 2020 di Desa Wewo dan desa-desa sekitarnya juga diangkat dalam penelitian tersebut.

“pH pada sampel tanah perkebunan masyarakat berada pada pH optimum yang baik untuk pertumbuhan tanaman, berbeda dengan tanah sawah di Kawah Bawah yang bersifat sangat asam. Kadar sulfur tertinggi terdapat pada tanah sawah dan tanah kebun yang berdekatan dengan kawah di Dusun Damu,” terangnya.

“Dari 30 responden, 15 orang mengatakan tidak pernah memupuk tanaman yang dibudidaya. Rerata umur tanaman perkebunan dan penyegar di atas 10 tahun,” beber Irlan mengutip riset ITB tersebut.

Sedangkan dalam data sekunder melalui wawancara 30 orang petani disebutkan bahwa produktivitas tanaman menurun akibat sejumlah faktor yaitu pemupukan,pemangkasan, umur tanaman, kompetisi hara dan cahaya Matahari serta serangan hama dan penyakit.

Adapun rekomendasi yang diperlukan yakni introduksi teknologi budidaya komoditas perkebunan dan penyegar (cengkeh, kemiri, kakao dan kopi).

“Perlu adanya pendampingan yang intens dari dinas terkait,” ujar dia.

Kawah Ulumbu ( Sumber : PLN).

Karatan pada atap seng warga

Faktor yang memengaruhi atap berbahan seng cepat berkarat dan bolong-bolong, jelas Irlan, antara lain karena rumah sangat dekat dengan kawah, jenis dan mutu atap seng serta umur atap seng.

“Upaya yang dilakukan pelapisan cat zinc cromate galvanis pada seng agar tahan karat. Atau penggantian atap tahan karat seperti galvalum, sandex PVC, genting, genting asbes beton. Dan ini menjadi atensi PLN,” katanya lagi.

Pencemaran udara

Data laboratoris soal kualitas udara emisi juga dipaparkan Irlan. Menurut dia, kualitas udara di PLTP Ulumbu maupun di Poco Leok secara keseluruhan masih dibawah baku mutu yang ditetapkan.

Dalam pengujian kualitas udara PLTP Ulumbu, lembaga penelitian ITB menggandeng PT. Sucofindo (Persero). Laboratorium PT. Sucofindo telah tersertifikasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Baca juga  Perangi Dampak Perubahan Iklim, PLN dan Masyarakat Satarmese Galakkan Pengembangan Hutan Ekonomi

“Angka pH air hujan dan air sungai tidak bersifat asam dan tidak menyebabkan terjadinya korosi. Data kualitas udara ambien dan tingkat kebauan di udara ambien masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan,” katanya.

Kajian kesehatan masyarakat

Keluhan terbanyak yang diderita masyarakat sekitar PLTP Ulumbu dan kawah Ulumbu yakni batuk 29%, sedangkan 10% menyatakan memiliki riwayat ISPA.

Disampaikan Irlan J Lalu, hasil analisis hubungan antara kualitas udara dengan kesehatan dalam riset LAPI ITB itu adalah tingkat kualitas udara ambien dalam kategori “baik” dan tidak memberikan dampak negatif pada manusia.

“ISPA tidak disebabkan oleh aktvitas PLTP Ulumbu. Kondisi ISPA merupakan penyakit tertinggi yang juga terjadi di wilayah lain yang jauh dari aktivitas PLTP,” tegas Irlan.

Dipaparkan Irlan, hasil analisis indeks zat pencemar udara (ISPU) dari SO2, CO dan PM 2,5 yang dilakukan ITB masih sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2020.

“Nilai ISPU dari konsentrasi maksimum SO2, CO dan PM 2,5 berada pada pada range 1 – 50, yang dikategorikan baik, artinya tingkat kualitas udara yang  baik, tidak memberikan efek negatif terhadap manusia dan hewan. Jika konsentrasi maksimum menunjukkan kategori ISPU yang baik, maka pada semua titik sampel dengan konsentrasi tertentu juga menunjukkan kategori ISPU yang baik dari parameter SO2 dan CO,” jabar dia.

“Perlu diwaspadai jika konsentrasinya lebih dari 2 ppm yang dapat menyebabkan mual, mata berair, sakit kepala, kurang tidur dan tingkat keparahan akan meningkat pada konsentrasi lebih dari itu,” lanjutnya.

Informasi tanah longsor

Masyarakat yang menolak pengembangan PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok juga merasa ketakutan dengan laporan tanah longsor di Desa Wewo. Spekulasi pun dihubung-hubungkan dengan PLTP Ulumbu.

Tapi pihak PLN berkeyakinan aktivitas PLN dalam proyek EBT ini sangat aman untuk lingkungan dan savety bagi pekerjanya.

“Segala bentuk hal yang baru biasanya kita resisten karena informasi yang belum tersampaikan dengan baik. Kita ngomong aspek longsor pertama pertanyaan seperti apa dulu, lokasinya ada di mana. Kemudian proses drilling pada saat pengeboran itu juga kita tidak bisa sembarangan karena bagaimanapun juga kita tidak mau melahirkan suatu dampak yang tidak diinginkan,” cetusnya. (js)

Tag: