Manggarai- PT Genta Bangun Nusantara pelaksana proyek Inpres (Instruksi Presiden) peningkatan jalan simpang Cepang – Melo – Bangka Sumba di Kecamatan Satarmese Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur meninggalkan utang miliaran rupiah.
Para sub kontraktual, pemilik truk dan penyuplai material menjerit karena uang sewa belum dilunasi. Para korban masing-masing mencatatkan jumlah uang yang tidak dibayarkan kontraktor selama 3 bulan sejak Januari 2024.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3.3 jalan nasional Manggarai NTT, Djibrael Tuka Rohi menyebut sejauh ini sudah 21 korban yang mengaku ke kantornya. Berdasarkan rekapan, jumlah utang PT Genta Bangun Nusantara mencapai Rp4 miliar.
Kisruh utang piutang ini sebelumnya ditengahi di kantor PPK. Disana 3 orang yang mewakili PT Genta membuat surat pernyataan bersedia melunasi utang-utangnya setelah pencairan tahap akhir.
Dalam surat pernyataan yang dibuat pada 26 Maret 2024 tertera 3 nama yang membubuhi tandatangan mewakili PT Genta terdiri dari Zainal Arifin, Asroful Husen dan Muhammad Ervan.
Sedangkan para saksi yang ikut menandatangani masing-masing Beni Hingan, Lambertus Lukus dan Yeremias Jewaru.
Salah seorang saksi, Beni Hingan menjelaskan peran dia hanya sebagai saksi dalam surat pernyataan tersebut. Menurutnya, dia dipercayakan sebagai saksi oleh para pemilik uang yang haknya belum dibayarkan.
Beni menjelaskan, saksi yang dimaksud bukanlah sebagai penjamin seperti yang dituliskan di dalam pemberitaan media ini sebelumnya tapi lebih bersifat pencegahan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari pihak yang tidak puas dengan sikap PT Genta.
“Terkait dengan bahasa yang menjamin kata menjamin itu saya jelaskan begini. Jadi hari Selasa minggu lalu bukan hari Selasa 2 yang lalu, kami pergi cek apa sudah cair atau belum karena saya ini punya dump truck yang kerja di PT itu. Jadi karena belum bayar namanya kita butuh uang apakah sudah pencairan atau belum. Saya bawa oto kami ada 4 orang ke atas (ke Ruteng) sampai di atas ada banyak orang di kantor PPK. Kami adakan pertemuan dengan ketua PPK di dalam ruangan dan saat kami adakan pertemuan itu semacam Pak Zaenal mereka itu kan ada rencana pulang ke Iteng makanya waktu mereka pulang ke Iteng ada banyak yang khawatir jangan sampai mereka nanti kena pukul oleh para tenaga kerja atau segala macam makanya saya bilang kalau misalnya tenaga kerja ini pukul nah itu konsekuensinya hukum otomatis saya menjamin proses hukum nanti kalau mereka laporkan,” terang Beni yang juga diketahui sebagai anggota Polsek Iteng ketika menghubungi Floressmart Kamis malam (4/4/2024).
“Setelah berembuk dibuatlah surat pernyataan. Surat pernyataan itu bunyinya yang bertanda tangan di bawah ini tiga orang itu Sainal, Ivan, Asrul bahwasannya mereka bersedia menetap di Iteng sampai proses pencairan sampai proses pembayaran dan mereka bukan disandera kalau tidak salah di dalam itu surat. Terus di bawahnya yang menyaksikan ada 3 orang, saya, Pak Lambr dan Yeremias Jewaru baru mengetahui PPK,” sambung Beni Hingan.
Beni Hingan bilang, kendati untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, namun dia tidak bisa menjaga orang-orang PT Genta Bangun Nusantara setiap saat.
“Terkait menjamin itu tidak berkaitan menjaga mereka. Tidak mungkin saya pagi siang malam jaga mereka sementara saya punya tugas,” imbuhnya.
Tidak mengatasnamakan institusi polri
Lebih lanjut Beni menjelaskan, meskipun dirinya adalah seorang anggota polri namun keberadaanya dalam surat pernyataan tersebut adalah pemiliak truk yang dipercayakan sebagai saksi.
“Kami hanya sebagai saksi pada saat membuat surat pernyataan terkait dengan permintaan banyak orang kesepakatan dari yang punya uang termasuk juga mengetahui PPK,” jelasnya.
Tepis dugaan persekongkolan
Beni Hingan juga mengaku keberatan dan amat terganggu dengan tudingan yang disampaikan narasumber dalam pemberitaan yang menyinggung dugaan persekongkolan antara dirinya dengan pihak PT Genta yang kini telah kabur dari Manggarai.
Sebaliknya dia mengaku prihatin dan merasa tidak enak dengan para pemilik uang sehingga Beni berupaya mencari keberadaan Zaenal, Asroful dan Muhammad Ervan setelah 3 orang itu dikabarkan telah meninggalkan Iteng.
“Terus terang saya juga beban moril dengan yang punya uang yang belum dibayarkan. Terus terang saya punya usaha saya kontak semua, kontak teman-teman di pintu keluar di Manggarai Timur di Manggarai Barat di Polres untuk minta bantuan mungkin dapat lihat mereka bahkan saya juga cari tahu keberadaan mereka,” bebernya.
“Bahasa terkait dengan saya bersekongkol itu sejujurnya saja saya kurang sreg apalagi mengatasnamakan Polsek Iteng. Waktu di PPKI itu pada saat saya dikasih kesempatan untuk berbicara saya membatasi dulu saya bilang yang saya omong ini saya sebagai pemilik kendaraan jangan berpikir saya sebagai siapa-siapa profesi saya apa tapi saya saya selaku pemilik kendaraan yang PT Genta pakai jasa angkut saya jelaskan begitu,”
Meskipun kendaraannya disewa oleh PT Genta namun Beni menolak disebut sebagai mitra karena truk yang disewa tanpa kontrak kerja.
“Ketika ada kata mitra berarti ada kontrak kerja itu baru mitra tapi saya punya oto ini sistemnya bayar. Dipakai buat angkut hotmix. Ketika kalimat mitra itu menurut saya kurang pas lah. Apalagi kalau saya tidak pernah mengambil bagian sebagai subkon. Saya punya kendaraan mereka pakai, itu saja,” pungkasnya. (js)