Serangan Balasan Iran: 100 Drone Menghujani Langit Israel
Kawasan Israel berada dalam situasi darurat setelah Iran mengirimkan serangan balasan secara besar-besaran pada Jumat, 13 Juni 2025. Sebanyak 100 drone dilaporkan menyerang berbagai wilayah, termasuk area strategis. Pemerintah Israel telah memperingatkan warganya untuk bersiap menghadapi kemungkinan ketegangan berkepanjangan. Anjuran ini diikuti dengan saran untuk menimbun kebutuhan pokok minimal untuk dua minggu ke depan.
Menurut Ori Goldberg, seorang pakar politik Israel yang diwawancarai oleh Al Jazeera, masyarakat Israel menunjukkan kepatuhan terhadap imbauan pemerintah. “Saya tinggal di atas sebuah toko kelontong kecil di Herzliya, dekat Tel Aviv,” ungkapnya. “Pada pukul 10 pagi, antrean di toko itu sangat panjang, dan sebagian besar rak telah kosong. Warga bergegas mencari barang apa saja yang tersisa, terutama makanan kering dalam situasi seperti ini.”
Panic Buying Merebak: Supermarket Diserbu
Kondisi di supermarket di Israel berubah kacau. Video-video yang viral di media sosial menunjukkan kerumunan di berbagai supermarket, termasuk di Tel Aviv. Rak-rak dibabat habis, antrean panjang terlihat di setiap kasir, dan pelanggan membawa keranjang penuh barang, dari makanan, air mineral, hingga kebutuhan rumah tangga lainnya.
“Rasanya seperti saat semuanya hancur,” ungkap seorang warga yang diwawancarai media lokal. Suasana mencekam terjadi karena warga khawatir akan kelangkaan pangan, sehingga fenomena ini bukan sekadar refleksi ketakutan individu, tetapi juga tekanan kolektif dalam masyarakat luas.
Adapun serangan ini merupakan respons langsung atas tindakan militer Israel pada dini hari yang sama, di mana negara itu mengerahkan 200 jet tempur untuk menggempur fasilitas pengayaan uranium Iran di Natanz, serta beberapa lokasi penting lainnya di Teheran.
Fenomena Panic Buying dari Perspektif Psikologi
Fenomena panic buying seperti yang terjadi di Israel menggambarkan reaksi mendalam terhadap ketidakpastian dan rasa takut dalam situasi darurat. Menurut Madalyon Psikiyatri Merkezi, keinginan untuk membeli dalam jumlah berlebihan ini adalah mekanisme bertahan hidup individu di masa krisis. Dalam kasus Israel, kondisi ini terjadi akibat kombinasi ancaman fisik yang nyata serta tekanan mental yang luar biasa.
Panic buying sering kali didorong oleh rasa kehilangan kendali. Ketika seseorang merasa situasi di luar kemampuan mereka, mereka mencoba memegang kendali atas apa pun yang dapat dicapai, seperti memastikan stok pangan yang cukup. Hal ini membantu mengurangi tingginya tingkat kecemasan dan memberikan ilusi adanya kendali atas keadaan tak menentu.
Tetapi, menurut para ahli, dampak dari perilaku ini justru bisa memperburuk masalah, seperti meningkatnya harga barang di pasaran atau kelangkaan stok yang lebih cepat. “Kita butuh intervensi pemerintah untuk menenangkan situasi, misalnya dengan menjamin pasokan yang mencukupi. Ini penting untuk mencegah ketegangan tambahan di tengah situasi yang sudah genting,” kata seorang psikolog.
Situasi Geopolitik semakin Kompleks
Serangan balasan Iran ini menambah dimensi baru dalam konflik geopolitik antara kedua negara. Israel sebelumnya menghantam berbagai fasilitas militer dan nuklir Iran secara agresif. Balasan yang dilakukan Iran tidak hanya dampak militer saja, tetapi juga menyerang stabilitas sosial dan ekonomi di Israel, mengingat dampak psikologisnya sudah menekan masyarakat secara masif.
Pertanyaan besar kini adalah bagaimana kedua pihak akan merespons eskalasi ini. Apakah situasi akan mereda, atau ini justru awal dari tensi yang lebih tinggi?
Kejadian ini tidak hanya menjadi isu lokal, tetapi juga perhatian global. Dunia internasional akan terus memantau, dengan harapan ada solusi diplomatik untuk menghindari konflik lebih lanjut yang dapat memengaruhi stabilitas di kawasan dan dunia.