Dalam kehangatan matahari Kenya yang menyengat, Aujene Cimanimpaye dan sembilan anaknya menunggu hidangan panas berupa lentil dan sorgum di kamp pengungsi Kakuma. Sejak melarikan diri dari Kongo yang dilanda kekerasan pada tahun 2007, keluarga ini telah bergantung pada bantuan dari PBB. “”Kami tidak bisa kembali ke rumah karena pembunuhan masih terjadi,”” ujar Aujene, yang berusia 41 tahun.
Krisis Pengungsi di Afrika Timur
Kelompok ini bukan hanya satu cerita dalam tapestri krisis kemanusiaan yang lebih besar. Di Kalobeyei, beberapa kilometer dari Kakuma, Bahati Musaba, juga pengungsi asal Kongo, mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada badan PBB yang telah mendukung pendidikan anak-anaknya sejak tahun 2016. “”Kami mendapatkan makanan, air, bahkan obat-obatan,”” katanya, menambahkan bahwa bantuan tunai dari Program Pangan Dunia (WFP) juga sangat membantu.
Penghentian Bantuan PBB: Kehidupan Terancam
Tahun ini, bantuan tunai yang vital bagi banyak pengungsi seperti Bahati telah terhenti. Ini adalah bagian dari tantangan yang lebih luas yang dihadapi oleh agensi-agensi PBB saat mereka memperingati ulang tahun ke-80. Di tengah krisis pendanaan yang parah, negara-negara donor utama seperti Amerika Serikat di bawah administrasi Trump telah mengurangi pengeluaran bantuan internasional, dengan beberapa ingin mengalihkan dana tersebut untuk memperkuat pertahanan nasional.
Perubahan Drastis dalam Bantuan Kemanusiaan
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah meminta kepala agensi PBB untuk memotong 20% staf mereka. Ide-ide besar tentang reformasi yang bisa mengubah cara PBB mendistribusikan bantuan juga sedang dibahas. Di lapangan, pekerja kemanusiaan sering menghadapi bahaya saat mengumpulkan data tentang virus baru atau menyediakan air di daerah yang dilanda kekeringan.
Perdebatan Besar di Masa Depan Bantuan PBB
Masa depan bantuan PBB tampaknya akan sangat bergantung pada keputusan yang diambil di ibu kota negara-negara anggota. “”Kita perlu membawa debat ini kembali ke negara kita, ke ibu kota kita, karena di situlah Anda memberi kekuatan kepada PBB untuk bertindak dan berhasil — atau Anda melumpuhkannya,”” kata Achim Steiner, administrator Program Pembangunan PBB.
Kisah Aujene dan Bahati hanyalah dua dari jutaan yang bergantung pada jaring pengaman global ini, yang kini terancam oleh kekurangan dana dan kebijakan politik. Dalam menghadapi tantangan ini, dunia dituntut untuk merenungkan kembali nilai solidaritas global dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi krisis kemanusiaan.
Keberadaan dan efektivitas PBB dan mitranya dalam menyediakan bantuan kemanusiaan tidak hanya penting bagi mereka yang langsung terkena dampak, tetapi juga bagi stabilitas dan perdamaian global di masa depan. Peran mereka dalam menyelamatkan nyawa dan membangun fondasi bagi pemulihan dan pengembangan lebih lanjut tidak dapat diabaikan.