Pewarta (an) Menunggangi Kepentingan Kristus

Hal yang paling penting dan urgen adalah Gereja tidak hanya berkutat pada pemberian makna naratif tentang dogma, tetapi menjadi kesadaran dan upaya bersama untuk hadir dalam peliknya situasi umat (penerima Firman). Pewarta (Gereja) harus tampil di mimbar realitas untuk mengeriktisi perubahan-perubahan yang menyampingkan martabat manusia, menyuarakan keadilan, melindungi ciptaan dan mengkaderkan tokoh awam agar bisa tampil di publik dengan kekayaan spritualitas demi menyuarakan kepentingan bersma, dan kebebasan mutlak.

Gembala berbau domba menjadi sangat penting berhadapan dengan situasi masyarakat Indonesia saat ini, yakni  kekerasan yang semakin menjalar, intolensi yang semakin meluas, politisasi agama, fanatisme dan konflik-konflik sosial atas nama SARA dan diskriminasi. Situasi ini menjadi tanggungjawab semua orang untuk keluar peliknya pesoalan-persoalan tersebut dengan mensosialisaskan nilai-nilai pancasila secara efektif serta  memaknai isntrumen yang buttom up sekaligus populis. Tulis Pater Peter C. Aman, OFM dalam makalahnya.

Baca juga  Muku Ca Pu’u Néka woléng Curup Téu Ca Ambo Néka Woléng Lako. Apa Maksudnya?

Usaha-usuha itu mendapat kesempatan yang strategis, karena nilai-nilai Pancasila sejalan dengan nilai Kristiani yang dapat diangkat dalam pastoral dan refleksi telogis Gereja atau teologi Pancasila (ibid). Filsafat pancasila dan refleksi teologis sebagai rahim munculya teologi pancasila mengugah kesadaran iman dan kepekaan sebagi warga negara yang aktif dalam mewujudkan tugas dan tanggungjawab sosial awam katolik sebagai terang dan garam. Alhasil kekuatan Gereja tidak hanya terletak pada dogma, tetapi pada pengakuan iman yang dinyatakan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga  Merangkul Bumi (Persembahan untuk Peringatan Hari Bumi, 22 April)

Pewarta dengan segala kompetensi dan kekayaan refleksinya serta kesaksianya adalah pewarta yang berbau Pengembala. Segala tugas dan kesaksiannya mengarah kepada kemulian Allah, bukan membesarkan nama pribadi melainkan Kristus. Pewarta (Gereja) menjalankan kepentingan Kristus, agar Firman-Nya benar menjadi pelita bagi semua orang dan terang bagi sluruh uma-Nya.

Oleh karena sakreman pembabtisan, kita semua (pewarta dan penerima) adalah Umat Allah dan sekaligus anggota masyarakat dan warga negara, kesaksian iman dalam kata dan berbagai tindakan (kehidupan) sosial merupakan ikatan antar sesama makhluk ciptaan (AG.21).  Hal inilah akan mewujudkan Gerja lokal keuskupan Ruteng yang solid, mandiri dan solider (SMS). Sekaligus menjadikan Umat Allah Keuskupan Ruteng yang 100% orang Manggarai dan 100% warga negara Indonesia yang berjalan atas dasar asas Negara. ***

Baca juga  Pemimpin Yang Peka Dan Prihatin Terhadap Realitas  

Penulis adalah Alumnus Pendidikan Teologi STKIP Santu Paulus Ruteng; Sekarang sebagai Tenaga Kependidikan STKIP Santu Paulus

Beri rating artikel ini!
Tag: